Mohon tunggu...
zaldy chan
zaldy chan Mohon Tunggu... Administrasi - ASN (Apapun Sing penting Nulis)

cintaku tersisa sedikit. tapi cukup untuk seumur hidupmu

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Ajari Anak "Mencintai Badai"

16 Februari 2020   15:04 Diperbarui: 16 Februari 2020   15:51 383
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Illustrated by pixabay.com

"Ibu mengajari saya untuk mencintai badai."

Kira-kira seperti  itu judul artikel yang ditulis oleh seorang kolumnis berkebangsaan Amerika bernama Ernie Meyer. Aku lupa persis judulnya. Bertahun lalu, artikel itu begitu populer. Karena ditulis pada hari kematian ibunya.  

Sang kolumnis, bukan menceritakan tentang rasa sedih atau ungkapan kehilangan. Namun menulis tentang satu momen kenangan masa kecilnya dengan sang ibu.

Dikisahkan, umumnya anak kecil akan ketakutan pada kilat atau petir di saat hujan. Meyer kecil biasanya akan berlari sembunyi ke kamar, menutup kedua telinga dengan tubuh gemetar dan getar jantung yang berdegup kencang.

Namun ibunya menghampiri dan mengajaknya ke teras rumah. Memeluknya sambil menceritakan sebab-sebab terjadinya petir, kekuatan dan akibat yang ditimbulkan serta cara paling aman bagi manusia, jika  ada petir tersebut.


ibu mengajari bahwa peristiwa itu tak hanya tentang perbandingan kekuatan alam dan kelemahan manusia. Tapi hak istimewa yang dimiliki manusia dalam kehidupan. Walaupun  ada bahaya di dalamnya.

Pada penutup artikel, Meyer menuliskan. Berkat ibu, ia belajar dan tahu tak mungkin terus menghindar. Tapi mencintai badai dengan segala bahaya yang hadir dalam kehidupannya. Kontroversi, perlawanan, kritikan termasuk peristiwa kematian ibunda, tak lagi menakutkan.

Illustrated by pixabay.com
Illustrated by pixabay.com
Bekal Mencintai Badai? Keberanian!

Berkaca dari kisah di atas, dengan kondisi teknologi nuklir yang dahsyatnya dianggap mampu mengalahkan petir alami. Mampukah orangtua menyiapkan bekal bagi anaknya sebuah keberanian?

Banyak ungkapan, keadaan saat ini sangat mengerikan untuk membesarkan anak. Dengan berbagai isu viral yang disajikan. Penculikan, jual beli organ, pelecehan seksual, perundungan dan sebagainya. Apakah dengan alasan itu, kemudian anak tak lagi lahir?

Saat ini waktu yang kurang baik untuk membesarkan anak yang bermental pengecut atau cengeng. Tak ada lagi tempat bersembunyi paling aman buat perengek dan penakut.

Suatu saat, anak-anak di desa tak lagi tidur dengan nyenyak dalam kesunyian, tapi penuh kebisingan dan persaingan. Anak-anak mesti terbiasa menghadapi kompetisi. Bahwa jalan hidup mereka tak lagi mendatar dan menurun. Namun jalan terjal dan berliku. Bukan jalan bagi para penakut dan pengecut.

Setiap orangtua pasti menginginkan anaknya menjadi orang yang berkepribadian baik, sikap mental yang sehat dan kuat, serta berakhlak terpuji. Dan itu impian indah semua orangtua.

Di saat bersamaan, untuk mewujudkan itu, orangtua memiliki tugas sebagai pembentuk pribadi pertama dalam kehidupan anak. Dan musti menjadi teladan yang baik bagi anak-anaknya. Berat,ya?

Illustrated by pixabay.com
Illustrated by pixabay.com
Keluarga Pijakan Awal Pembentukan Karakter Anak.

Keluarga merupakan tempat pertama kali seorang anak memperoleh pendidikan dan mengenal nilai serta aturan yang musti dikuti, sebagai bekal untuk melakukan interaksi social denga lingkungan yang lebih luas.

Kepribadian orangtua, sikap prilaku dan cara hidup tanpa disadari terekam ke dalam pribadi anak. Termasuk adanya perbedaan latar belakang, pendidikan, pengalaman dan kepentingan dari orang tua,

Jadi, apa yang harus dilakukan orang tua? Beberapa penggiat parenting dan edukasi memaparkan, butuh kesediaan orangtua memberikan anak keseimbangan antara rasa aman dan makna berjuang. Karena orangtua menjadi undakan pertama pembentukan karakter anak.

Pertama, Rasa aman. Itu dibutuhkan anak, dan rasa itu akan lahir dari kasih sayang orangtua. Bukan kasih sayang yang memanjakan. Bukan memberikan uang saku yang banyak, hadiah mewah berupa motor atau mobil. Sebagai pengganti orangtua yang sibuk. Tapi anak merasakan "keberadaan" orang tua.

Acapkali ditemukan  pada tayangan televisi, Aku pribadi, juga akan merasa terenyuh jika mendengar respon orangtua yang terkejut, menangis bahkan meratap. Saat buah hatinya ditangkap polisi karena melakukan kejahatan.

"Kenapa, Nak? Ibu berusaha memberikan segala yang kau inginkan. Apa salah ibu, Nak?"

Kedua. Mengenal makna berjuang. Anak harus merasakan cambukan atau pemantik yang mendorongnya untuk berjuang dan bekerja keras. Berlatih menaklukkan badainya sendiri. Namun bukan penekanan ambisi yang menyebabkan kehancuran rasa aman itu sendiri.

Sejak dini, anak musti ditanamkan kesadaran akan nilai berjuang. Bagaimana tahu rasa senang saat memperoleh sesuatu dari hasil keringat sendiri, mengerti kepuasan saat mampu membantu keluarga mengatasi masalah. Atau memahami sulitnya suatu pekerjaan, hingga ank bisa menghargai hasil karya orang lain.

Akhirnya...

"Takut basah, jangan main air. Takut terbakar, jangan main api."

Ini petuah para tetua dulu. Segala tindakan memiliki tanggungjawab dan resiko. Senada dengan petuah itu, Ibuku pernah memberi nasehat. Jika ingin  menjadi pohon beringin, musti kuat menghadapi angin paling kencang.

Namun beringin tak langsung tumbuh besar. Pohon itu menyiapkan akar-akarnya yang kuat, agar tak tumbang. Jika tak siap. Silahkan jadirumput ilalang! Teduh di bawah pohon beringin yang rindang, aman dari terpaan angin kencang. Namun harus siap diinjak-injak orang!

Menurutku, Tak ada salahnya ajari anak untuk mencintai badai kehidupannya. Bukan lari dan menghindar. Seperti kisah yang ditulis dalam artikel di atas.

Sepakat? Hayuk salaman!

Curup, 16.02.2020

Zaldychan

[ditulis untuk Kompasiana]

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun