Mohon tunggu...
zaldy chan
zaldy chan Mohon Tunggu... Administrasi - ASN (Apapun Sing penting Nulis)

cintaku tersisa sedikit. tapi cukup untuk seumur hidupmu

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Cerpen | Tim Bola Pak Hanafi

21 Januari 2019   20:04 Diperbarui: 21 Januari 2019   20:37 66
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Aku dengan sadar dan tanpa paksaan. Menyatakan mundur dari jabatan kepala desa!"


Pak Hanafi, pensiunan satpam salah satu bank swasta. Menyatakan mundur dari jabatan Kades. Padahal belum genap dua tahun terpilih. Seketika kehebohan memenuhi aula balai desa Kampung Baru.

Sore itu, hampir semua warga hadir termasuk aku. Memenuhi surat undangan yang ditandatangani Sekretaris Desa. Agenda tunggal, mendengarkan laporan penggunaan Bantuan Dana Desa tahun 2018 serta memaparkan rancangan penggunaan anggaran untuk tahun 2019.

Pak syarif, Sekretaris Desa terkesiap. Abah Jarwo, Tetua Desa sekaligus Tokoh Agama Kampung Baru hanya diam sambil anggukkan kepala. Begitu juga Mang Kobri. Lelaki berbadan kekar itu adalah jawara desa. Sejak dulu dikenal sebagai pelindung desa. Berfungsi sebagai Hansip, tapi Mang Kobri tak mengakui itu. Karena Mang Kobri tak pernah mau kenakan seragam hansip. Mas Yanto dan Bang Bonar yang menjabat sebagai Ketua Lingkungan, saling bertukar pandang. Seharusnya, Sapto pun hadir. Salah satu dari tiga ketua lingkungan Desa. Kukira malu untuk hadir. Sebab dua hari lalu Sapto dipanggil dan diperiksa polisi.

aku dan juga sebagian warga terhenyak. Tahu, tak ada yang bisa dilakukan. Sebagian warga saling berbisik. Menggali dan mencari asal sebab keputusan itu. Semua nyaris sepakat, menuduh Sapto sebagai sebab dari mundurnya Pak Hanafi.

Pak Hanafi segera berdiri. Sekilas tersenyum dan anggukkan kepala kepada hadirin. Bergantian mengajak bertukar salam Pak Syarif, Abah Jarwo, Mang Kobri serta Mas Yanto dan Bang Bonar. Bagiku juga Pak Hanafi, Kelima orang itu adalah figur pemersatu dan penggerak Desa Kampung Baru. Yang duduk dihadapan warga. Minus Sapto yang dianggap akan segera menjadi pesakitan.

Ruangan seketika hening. Saat Pak Hanafi berjalan di tengah ruangan. Kukira akan meninggalkan pertemuan. Kembali gemuruh penuhi aula balai desa. Beberapa warga berebut ajukan tangan. Sambil menyambut salam. Pak Hanafi berjalan kearahku. Aku segera berdiri. Dan terkejut saat Pak Hanafi memelukku.

"Maaf,  Pelatih! Ini keputusan sulit. Tapi harus kulakukan!"

Begitulah. Pak Hanafi yang menyukai sepakbola. memanggilku dengan sebutan "Pelatih". Sejak aku ditempatkan sebagai Tenaga Pendamping dana desa. Malam tadi hingga larut. Aku bersama Pak Syarif dan Abah Jarwo membahas kasus Sapto. Tapi tak ada kata mundur keluar dari mulut Pak Hanafi.

"Sebaiknya, Bapak pikirkan lagi. Karena..."
"Itu sudah keputusan akhir, Pelatih!"

Aku tahu. Bagi Pak Hanafi, keputusan adalah keputusan. Tak ada pilihan lain. walau hanya pensiunan satpam. Tapi memilik kehormatan, ketegasan dan tanggungjawab yang luar biasa. sikapnya terhadap kasus Sapto adalah bentuk tanggungjawabnya.

Sapto diduga melakukan penyalahgunaan dana desa untuk membangun MCK desa. Bagiku itu lebih cenderung  karena ketidaktahuan. ketika terjadi selisih harga  bahan bangunan. Dari harga anggaran dengan nota pembelian. Malam tadi, Pak Hanafi mengaku lalai dalam melakukan pengawasan dalam pembanguna MCK itu. Dan terlalu mahal harganya. Jika keputusan mundur itu diambil karena hal teknis. Toh,  Sapto. Masih diperiksa dan belum terbukti bersalah.

"Tetaplah dampingi Tim Kita,  Pelatih!"

Pesan Pak Hanafi sambil menepuk pelan bahuku. Kuanggukkan kepala. Sekilas tersenyum. Mendengat kalimat "Tim Kita". Itu adalah sebutan ajaib yang keluar dari mulut Pak Hanafi selaku Kades yang baru terpilih. Lima menit pertama saat jumpa pertama dua tahun lalu.

Semua perangkat desa diibaratkan anggota Tim Sepak Bola. Dengan sebutan "Tim Kita". Awalnya, aku tertawa. Tapi segera hilang,  saat Pak Hanafi paparkan alasannya.

Sebagai Kades, Pak Hanafi menganggap dirinya sebagai Ketua PSSI. Yang bertanggunh jawab atau semua kebutuhan dan resiko yang dihadapi anggota Tim.

Abah Jarwo, tetua desa juga tokoh agama. Sosok sepuh yang disegani semua warga, memiliki ketenangan dan pengalaman. Menjaga gerbang akhir keputusan dan kebijakan. Abah Jarwo, dianggap cocok sebagai penjaga gawang.

Berperan sebagai penjaga tembok pertahanan atau bek adalah Mang Kobri. Tak hanya dikenal sebagai jawara desa. Tapi memiliki Kelugasan dan ketegasan serta tanpa kompromi untuk hal yang dianggap sebuah kebenaran. Pak Hanafi yakin, Sosok Mang Kobri adalah Bek tangguh penghalau masalah yang ditimbulkan dari warga desa atau dari luar.

Pak Syarif, sosok kecil berkacamata. Satu-satunya anggota tim berijazah sarjana. Baru tiga tahun diangkat sebagai Aparatur Sipil Negara. Langsung diangkat dan ditunjuk sebagai sekretaris desa. Masih muda dan energik. Dianggap Pak Hanafi sebagai Gelandang sekaligus kapten tim. Tak hanya sebagai penghubung antar anggota tim. Tapi bertugas mencari, menyusun dan membagi informasi apapun tentang desa.

Mas Yanto, Bang Bonar serta Sapto adalah Trio Penyerang. Yang mengeksekusi setiap hasil keputusan dan kebijakan yang diambil anggota tim.

Dan aku, dianggap warga pendatang. Yang hanya satu kali seminggu hadir di desa Kampung Baru. Ditunjuk Pak Hanafi sebagai Pelatih. Tugasku meracik strategi. Agar Dana Desa yang diberikan oleh Pemerintah, sesuai dengan tujuan dan kebutuhan warga.

Aku gelengkan kepala. Mendengar uraian "Tim Kita" dari Pak Hanafi. Birokrasi rumit yang dihadapi hampir semua desa.  Diselesaikan dengan rumus sederhana. Sambil bercanda, aku pernah bertanya.

"Kalau tim sepakbola. Kan, harus sebelas! Anggotanya kurang, Pak!"
"Anggap saja, tim sepakbola mini!"
"Kenapa tidak ajak warga?"
"Jangan! Tugas Warga desa sangat berat!"
"Hah!"
"Selain jabatan Penonton, Warga desa juga miliki jabatan Penerima Manfaat, jadi Komentator,  sebagai Wasit bahkan hakim garis! Jangan lupa, Warga desa juga pemilik stadion desa Kampung Baru!"

Kala itu, aku tertawa. Menyimak cara Pak Hanafi memaknai Warganya. Sore itu. Tawaku hilang. Seperti hilangnya Pak Hanafi dari Ruangan. Dan aku sadar. Baru saja kehilangan ketua PSSI desa Kampung Baru.

Curup,  21.01.2019
Refleksi

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun