"Iya, Ra. Nggak akan aku ulangi lagi, deh," jawab Sella dengan nada menyesal tapi tersenyum.
"Yang bener nih?" tanya Rara, menatap curiga.
"Iya, insyaAllah," jawab Sella sambil mengangkat dua jari seperti bersumpah, membuat Rara tertawa kecil.
Jam menunjukkan pukul 14.59. Sudah setengah jam berlalu sejak Sella meminta Rara mengajarinya materi fisika itu. Dari tiga bab yang mereka pelajari, hanya dua paragraf yang berhasil dipahami Sella. Sisanya... seperti kabut yang lewat begitu saja di kepalanya.
Rara akhirnya menghela napas panjang. "Yaudah deh, Sel, aku udahan dulu ya. Udah waktu Ashar juga."
"Iya, Ra..." jawab Sella pelan dengan wajah kecewa.
Setelah salat Ashar, mereka kembali pada rutinitas masing-masing. Dio sudah lebih dulu pulang ke rumah neneknya sejak tiga puluh menit yang lalu. Sella pun bersiap pulang ke rumahnya di kota.
Sementara itu, Rara yang baru hendak pulang tiba-tiba menerima panggilan dari Pak Supri --- dosen Pancasila mereka. Beliau meminta bantuan di kantor fakultas. Tanpa pikir panjang, Rara pun bergegas menuju ke sana.
      Sella yang sudah tiba dirumah, langsung melepas sepatu miliknya, dan beranjak ke kamar, melihat ranjang yang begitu besar dan kosong, ia langsung merebahkan badannya, tak kuasa menahan rasa lelah dan kantuk menempel pada tubuhnya. Dan setelah beberapa saat ia pun terlelap.
      Di kantor Pak Supri, Rara duduk di depan meja yang dipenuhi tumpukan kertas ujian. Tugas yang diberikan tak begitu berat --- hanya mengoreksi beberapa lembar jawaban UTS Pancasila dari berbagai kelas.
"Rara, Bapak ke kamar mandi sebentar ya. Kamu lanjutkan dulu koreksinya," ujar Pak Supri sambil beranjak dari kursinya.