Mohon tunggu...
Zainul Arifin
Zainul Arifin Mohon Tunggu... Mahasiswa

Mahasiswa Semester 4

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Menanti "Payung" AI: Target Perpres Rampung September 2025, Realitas Lapangan Lebih Sulit

29 September 2025   22:52 Diperbarui: 29 September 2025   22:52 117
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Programmeer sedang merumuskan formula untuk AI (Sumber: Pexels/ ThisIsEngineering)

Tiga Pertanyaan Kritis Sebelum Perpres Disahkan

Pertama, bagaimana memastikan akuntabilitas tanpa memberatkan inovasi? Perpres perlu memandatkan prinsip transparansi dan pelaporan yang proporsional---misalnya, dokumentasi dataset dan model untuk sistem berisiko tinggi---namun menghindari beban yang membuat pelaku kecil enggan berinovasi. Pondasinya sudah disinggung di SE 9/2023; Perpres harus mengikatkannya pada kewajiban yang jelas dan terukur. 

Kedua, seberapa kuat mekanisme penegakan? Regulasi hebat tanpa gigi penegakan hanya menjadi naskah normatif. Perpres idealnya mengatur insentif dan sanksi, serta menunjuk otoritas yang bertanggung jawab mengawasi---baik melalui audit berkala maupun mekanisme respons insiden, terutama untuk sistem yang menyentuh layanan publik.

Ketiga, bagaimana desain pembaruan regulasi? AI berubah lebih cepat dibanding siklus kebijakan. Perpres perlu menyediakan mekanisme "update by reference" terhadap standar teknis dan pedoman etika yang berkembang, agar tidak usang menjelang ditandatangani. Di banyak negara, celah ini ditutup lewat rujukan ke standar internasional dan forum multi-pihak yang diperbarui berkala.

Ketiganya tak bisa berdiri sendiri. Akuntabilitas butuh pengawasan, dan pengawasan butuh kapasitas teknis: talenta, anggaran, dan infrastruktur uji. Di sini, kolaborasi dengan kampus dan komunitas riset bisa menjadi pengungkit---sebagaimana terlihat dalam rangkaian konsultasi publik peta jalan dan penekanan literasi AI yang dibangun pemerintah bersama mitra akademik. 

Ruang Publik: Dari Antusiasme ke Kecemasan

Di ruang publik, AI disambut antusias---dari otomatisasi layanan pelanggan sampai analitik kesehatan---namun juga memantik kecemasan. Praktik deepfake, disinformasi berbasis model generatif, hingga potensi diskriminasi algoritmik menjadi sorotan. Perpres AI akan diuji oleh kemampuannya melindungi warga tanpa menghentikan laju inovasi. Pengalaman dua tahun terakhir menunjukkan, ketika arahan etik tak diikuti perangkat pengawasan, celah penyalahgunaan mudah membesar. Dengan Perpres, publik berharap standar etik naik kelas menjadi kewajiban yang dapat diuji---melalui audit independen, uji dampak, atau kewajiban notifikasi pada insiden besar. 

Politik Regulasi dan Momentum

Tata kelola AI bukan hanya teknokrasi; ia juga politik kebijakan. Kementerian dan lembaga memiliki mandat berbeda, bahkan kadang saling beririsan. Harmonisasi karenanya membutuhkan arbitrase kebijakan yang tegas. Di sinilah kepemimpinan Menkomdigi Meutya Hafid dan jajaran kabinet menjadi penentu: apakah proses lintas lembaga bisa dipadatkan tanpa mengorbankan kualitas, atau kembali terurai dalam rapat-rapat yang berjalan panjang. Komdigi telah mengirim sinyal siap masuk pembahasan prinsip legal; yang ditunggu kini adalah percepatan "green light" administrasi. 

Jika Target Meleset, Apa Konsekuensinya?

Keterlambatan bukan sekadar soal reputasi pemerintah terhadap jadwalnya sendiri. Di tingkat industri, ketidakpastian regulasi membuat perencanaan investasi sulit diputuskan; di sisi publik, ketidakpastian perlindungan memperlebar ruang risiko. Sinyal dari pejabat teknis bahwa penyelesaian mungkin bergeser ke Oktober patut dibaca sebagai ajakan realistis: lebih baik melambat sejenak demi kualitas, daripada tergesa dan menyisakan lubang hukum yang sulit ditambal. Tentu, komunikasi yang transparan ke publik menjadi penting agar proses ini tidak menimbulkan kebingungan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun