Mohon tunggu...
Zahra Vee
Zahra Vee Mohon Tunggu... -

Nasib kita ialah akibat, tidak semata menunjuk pada takdir. Karena kita adalah sebab. Blog pribadi: bilikzahra.WordPress.com zahra2508.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Bukan Cinta Gadis Biasa

1 Januari 2017   11:16 Diperbarui: 1 Januari 2017   11:46 280
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

BUKAN CINTA GADIS BIASA

Jerit mobil ambulans yang melintasi taman kampus siang itu, seketika membuatku terbangun dari lamunan. Tapi tak cukup sendu untuk mengajakku ingin tahu. 'Ah, paling ada orang gila yang kabur,' pikirku tak acuh.

Selang beberapa menit, dari arah yang berlainan kudengar teriakan meminta tolong. Kuedar pandangan, tertegun. 'Ini tidak bisa dibiarkan,' batinku. Dan mendadak insting kelelakianku berontak, berlari gagah menghampiri tempat kejadian.

Melihat si korban hampir menangis karena tarikan paksa dua lelaki bertubuh besar, kujulurkan tangan menunjuk tepat ke muka salah satu lelaki, sambil berteriak, "hei, Kalian! Lepaskan gadis itu!" Tapi jangankan menggubris ucapanku, menoleh saja mereka enggan. 'Mungkin ini saatnya dunia tahu siapa Mukidi yang sebenarnya.'

Kupasang kuda-kuda, posisi tangan di depan dada, mengepal. "Sudah jelek, budek lagi!" 

Kali ini pancinganku berhasil. Salah satu lelaki itu menoleh, menatap emosi. "Menyingkirlah anak muda, sebelum...." Segera kutarik tangan lelaki berkulit gelap itu一sebelum ia sempat menamatkan kalimat, dengan gerakan memutar, kutendang kedua lutut belakang dan menguncinya. Lelaki itu mengerang, kemudian kutambah bonus satu pukulan di tengkuk, seketika ia tumbang menyeruduk tanah.


Rahang si lelaki kedua mengeras melihat temannya babak belur, menatapku garang, sampai gigi-giginya terdengar bergelatuk menahan emosi.  Kedua tangan mengepal, berniat meninju. Tapi sebelum gerakannya menyentuh kulitku, dengan gaya berputar kutangkis, lalu meninju balik tepat di rahang. Lelaki itu mengaduh. Persis seperti pada lelaki pertama, kuraih kedua tangan lalu kuputar ke belakang, dan mengunci gerakan. Ia tak bisa berkutik. Tak sia-sia ilmu kanuraganku dari Eyang.

"Pergi sekarang, atau...?" Dan akhirnya kedua lelaki tersebut lari terpincang-pincang, menghilang di tikungan. Aku menyeringai puas. "Cucu Eyang Karwo dilawan!"

"Terima kasih ya!" Tiba-tiba saja, gadis yang kuselamatkan tadi sudah berhambur di dadaku.

 

***

"Maaf ya, aku sudah merepotkanmu."

"Tidak apa-apa. Tapi, sampai kapan kamu akan bersembunyi?"

"Aku tidak tahu. Apa kamu keberatan aku berada di sini?"

"Eh, bukan masalah itu. Tapi apa tak sebaiknya kamu pulang agar keluargamu tak khawatir?"

"Mereka takkan khawatir padaku. Selama ini yang mereka pikirkan hanya harta, bahkan perjodohan ini."

"Harusnya kamu senang, setidaknya orang yang dijodohkan denganmu ialah golongan bangsawan sepertimu."

"Kamu tidak akan mengerti. Kadang, aku ingin sekali seperti gadis-gadis pada umumnya. Bebas bermain, bebas memilih teman, dan jatuh cinta. Hidup di keluaga kaya, membuatku seperti seekor burung sangkar emas. Seindah-indahnya sangkarku, aku tak bisa bahagia."

"Tapi kamu juga tidak tahu bukan, bahwa hidup bebas tak sebahagia yang kamu pikirkan?"

"Maukah kamu mengajariku bahagia?"

"Maksudnya?"

"Aku kenal banyak pemuda dari kalangan bangawan, tapi tak pernah menemukan yang sepertimu. Dan aku sudah jatuh cinta sejak kamu menyelamatkanku dua hari yang lalu."

***

Sore itu aku kaget ketika didatangi dua orang laki-laki berseragam putih, dan seorang perempuan berpakaian sama di kampus. Kutelan ludah saat mengenali satu laki-laki tersebut. Dengan langkah hati-hati kuhampiri mereka. 

"Jadi, maksudnya...?"

"Benar, Mas Mukidi. Gadis itu adalah salah satu pasien kami yang kabur."

Tiba-tiba sebuah mobil ambulans melintas, dan dari balik kaca jendela... kulihat gadis itu melambai padaku. Mendadak dadaku terasa begitu sesak.

#Vee, Hongkong 2016-2017

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun