Mohon tunggu...
Zabidi Mutiullah
Zabidi Mutiullah Mohon Tunggu... Wiraswasta - Concern pada soal etika sosial politik

Sebaik-baik manusia, adalah yang bermanfaat bagi orang lain

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Muncul Kembali Wacana Pemilu 2024 Ditunda, Relevankah?

9 Desember 2022   09:49 Diperbarui: 27 Desember 2022   17:41 277
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bambang Soesatyo Wacanakan Tunda Pemilu, Sumber Foto Kompas.com

Mengingat terdapat sejumlah potensi yang perlu diwaspadai, muncul kembali wacana pemilu serentak 2024 ditunda. Tentu yang dimaksud baik pilkada, pileg maupun pilpres. Cuma akan timbul masalah lain. Kalau benar ditunda, lalu bagaimana legalitas anggota legislatif..? Juga jabatan presiden dan wakil presiden. Bukankah hanya berakhir pada tahun 2024..? Ini tentu wajib dibereskan.

Sebenarnya, wacana penundaan bukan barang baru. Sebelumnya pernah dilontarkan oleh Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar atau Cak Imin. Kalau tidak salah sekitar bulan Pebruari 2022. Argumen Cak Imin ketika itu karena alasan pemulihan ekonomi pasca covid-19. Juga untuk antisipasi dampak masa transisi pemerintahan dan menghindari konflik di masyarakat.

Namun usulan Cak Imin tak mendapat sambutan positif. Baik dari kalangan partai politik, para politisi, pengamat dan terutama masyarakat luas. Meski ketika itu sempat jadi wacana yang menyedot perhatian cukup besar, pada akhirnya hilang dengan sendirinya. Terlebih setelah Presiden Jokowi keluarkan pendapat menolak. Presiden ingin skedul dan tahapan pemilu tetap jalan sebagaimana telah di jadwalkan.

Kini wacana penundaan muncul kembali. Di lontarkan oleh Ketua MPR RI yang juga kader Golkar Bambang Soesatyo atau Bamsoet. Alasannya mirip Cak Imin. Yaitu kaitan dengan tingginya tensi suhu politik. Baik menjelang, selama dan pasca pemilu. Juga adanya ancaman kepada bangsa Indonesia yang datang dari situasi global dimasa mendatang.

Tapi ada tambahan dibanding alasan Cak Imin. Bambang Soesatyo menyodorkan faktor tingginya tingkat kepuasaan masyarakat atas kinerja pemerintahan presiden Jokowi. Yang didasarkan pada hasil survei Poltracking. Baru-baru ini lembaga yang dipimpin oleh Hanta Yudha memang rilis penemuan terbaru. Dimana tingkat kepuasan publik atas kinerja duet Jokowi-Makruf Amin mencapai hingga 73.2 persen (Kompas.com, 08/12/2022).

Meski begitu, ambil sikap menunda sebagaimana usulan Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar dan Ketua MPR RI Bambang Soesatyo, bagi saya kurang relevan. Memang benar, faktor stabilitas ekonomi dan keamanan menjadi salah satu pertimbangan. Cuma bukan yang utama. Tingkatannya masih kalah jauh. Jika dibanding maksud dan tujuan ideal diselenggarakannya pemilu.

Anda tahu, yang namanya pemilu diadakan bukan hanya sekedar untuk rebutan vox pop. Main banyak-banyakan jumlah suara yang berhasil diraih oleh partai, calon anggota legislatif dari pusat hingga daerah maupun kandidat capres-cawapres. Untuk pada akhirnya menang pemilihan dan masing-masing dilantik jadi pejabat. Bagi saya, pemilu bukan hanya sekedar tujuan pragmatis seperti itu.

Ada tujuan yang lebih besar, utama dan paling mulia. Yakni mendidik kedewasaan berpikir serta sikap politik warga negara. Pendidikan demikian, jelas punya tingkat kepentingan yang jauh lebih tinggi. Terutama kalau di ukur dari sekedar pencapaian duduk di kursi empuk sebagai penguasa. Sambil menikmati fasilitas dan gaji yang diambil dari uang rakyat lewat pajak. Apalagi ditambah main perintah staf atau bawahan misalnya.

Penyelenggaraan pemilu yang dilaksanakan secara konstan dan konsisten tanpa jeda, juga mendidik mental rakyat. Makin dewasa menyikapi hasil kontestasi. Dan tak mudah emosi ketika sang jagoan kalah. Istilah kerennya, legowo menerima fakta yang ada di lapangan. Sehingga, gesekan yang mungkin timbul akibat perbedaan sikap politik, dapat terminimalisir demikian rupa.

Sebaliknya bagi yang menang. Akan terdidik bersikap wajar. Baik kandidat serta terutama para pendukung, tidak terlalu berlebihan ketika melihat kekalahan lawan. Atau tak jumawa mendapati kemenangan. Bukan seperti kenyataan yang sering muncul selama ini. Menang lalu jadi sombong. Yang tak pelak memantik reaksi sakit hati. Lalu muncul permusuhan dari kubu lawan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun