Mohon tunggu...
Zuhdy Tafqihan
Zuhdy Tafqihan Mohon Tunggu... Tukang Cerita -

I was born in Ponorogo East Java, love blogging and friendship..\r\n\r\n

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Andai Aku Presiden RI Episode 18 –“Hanya Mabuk”

17 Desember 2009   16:50 Diperbarui: 26 Juni 2015   18:54 152
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Aku tidak benar-benar pingsan. Hanya mabuk dan kepala nyut-nyutan, pandangan mata berkunang-kunang. Sepertinya, mungkin sedikit alergi terhadap makanan.. atau terhadap suatu pernyataan. Pernyataan siapa lagi kalau bukan pernyataan eyang buyut Rahadjeng yang terlalu aneh itu. Terngiang ditelingaku: “orang ini tak boleh kawin dengan Rahadjeng”. Siapaaa lho mbah.. yang mau kawin dengan Rahadjeng itu. Siapa coba!! Dengar aku. Aku hanya ingin bersahabat baik. Lain tidak. Walaupun.. ah.. nggak jadi dech.Pokoknya.. bersahabat saja. Titik.

Dan keluarga besar Rahadjeng semakin hiruk pikuk. Kudengar mereka berteriak-teriak. Aku memang bias mendengar mereka karena aku tidak benar-benar pingsan.

“Aduh.. gimana ini..?”

“Pokoknya jangan sampai ajudan dan para pengawal tahu!”

“Kita papah saja ke kamar..!”

“Dan nanti biar dikompres air hangat sama Rahadjeng!!!”

Mendengar teriakan terakhir itu, hatiku langsung berteriak keraaassss sekali. UUUHHUUUUIIIII HHOOOOORRREEEEEEEEEE DDdIIIKOOMMPRREESSS AAEER HHHAAANNGGTT RRRHHJJEENNGG..

**

Aku telah berbaring di kamar tamu. Walaupun mataku tertutup, aku sedikit membukanya. Sedikit sekali membukanya. Dan terlihat Rahadjeng membawa sebaskom kecil air hangat.. uapnya.. kedhul-kedhul.. Rahadjeeng.. Wooww.. mengapa aku tadi tidak berusaha berpura-pura bernafas tersengal-sengal.. sehingga harus diberi bantuan pernafasan buatan.. tapi.. kalo demikian adanya.. ah tidak. Iya kalau Rahadjeng.. kalau Mbah buyut nya yang ngasih pernafasan buatan.. aku kan malah muntah dan berak..!

Perlahan Rahadjeng mengompres pipi.. dahi.. mulut.. sekitar telinga.. dan memijit-mijit dahiku. Demi Kiamat 2012 Hollywood!!! Perasaan bergetarnya hati ketika saat ini.. tak akan mungkin bisa kembali.

**

Aku siuman (ya sebenarnya sejak tadi) dan kusungging senyuman paling edan yang bisa kubuat untuk Rahadjeng yang duduk manis di dekatku.

“Terima kasih atas semuanya..” kataku padanya dan ia hanya tersenyum dan terus-terusan memandangiku.

“Maafkan kami sekeluarga…” dia berkata lirih.. penuh kelembutan..

**

Kata-katanya adalah kekuatan. Senyumannya adalah kebangkitan. Tatapan matanya adalah semangat.

“Maukah kamu bersahabat denganku.. sampai nanti..” tanyaku.

Rahadjeng tersipu.

“Kamu tidak bosan membalas smsku, kan?” tanyaku lagi.

Dan Rahadjeng kembali tersipu. Tanpa sepatah katapun. Ini sisi kecantikan lain di belahan bumi ini.

“Dan kamu mau menolongku disaat aku membutuhkan tongkat untuk melangkah, kan?”

Rahadjeng menatapku.

“Jika ada yang bisa saya perbuat.. apapun itu.. saya akan melakukannya untuk panjenengan..” katanya semakin syahdu.

[ Model kayak gini ini di nopel manapun nggak ada, coy.. hanya di sini.. Kalau aku ini orang yang nakal.. tentu aku sudah meminta dia mengunci pintu kamar.. dan aku minta yang macam-macam.. ya nggak?? ]

**

“Kabarnya.. kamu terbaik di kampus.. “ aku mulai memujinya.

“Ah.. terlalu berlebihan kalau menganggap saya yang terbaik. Masih banyak yang lain yang berprestasi..” jawabnya.

Nah.. ini kan rendah hati.. semakin mengkilap.

“Dan soal ekonomi makro.. RAPBN.. dan lain-lainnya.. kabarnya kamu juga pintar..” aku terus memuji.

“Itu yang saya angkat untuk skripsi..” jawabnya kalem.

**

“Katanya.. kamu juga pintar buat sambel terasi nich..?” tanyaku kemudian.

Rahadjeng tersipu lagi.

Sambel terasi itu.. enaknya terasinya di bakar atau digoreng?” tanyaku lagi.

Rahadjeng masih diam.

“Kalau cabenya ada 15 biji, enaknya bawangnya berapa siung yang harus di campurkan.. sekalian digongso, apa bawangnya mentah saja. Enakan mana? Bawangnya ikut digongso, atau dibiarkan mentah..?” tanyaku lagi.

Speechless..

“Memangnya.. Anda suka mencoba-coba masak sambel terasi ya Pak?” Tanya Rahadjeng penuh keingintahuan.

Belum sempat kujawab, pasukan patwal dan ajudanku telah masuk ke kamar itu.

“Maaf, Mr. President. Agenda Anda hari ini masih banyak. Kami mengingatkan bahwa agenda saat ini adalah menghadiri dan membuka Munas Organisasi Pemuda se Republik Ini. Setelah itu.. ada pertemuan dengan Duta Besar Perancis.. “ teriak ajudanku.

Aku berdiri.. dan melanjutkan tugasku sebagai Presiden Republik Ini. Melupakan Rahadjeng.. Melupakan Sambel terasi..[ salam sayang buat yang baca ini.. ]

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun