Kompleks Sendangsono ditata seperti rumah tradisional Jawa: ada pelataran depan, ruang tengah, dan ruang belakang yang masing-masing punya fungsi spiritual. Bangunan-bangunan itu menyatu dengan alam, mengikuti kontur tanah, dinaungi pohon rindang, dan tak banyak ornamen mencolok semuanya mendukung pengalaman batin yang mendalam.
Arsitektur ini bukan sekadar estetika, tapi juga menjadi sarana untuk membantu peziarah menyelami makna ziarah sebagai perjalanan jiwa. Tak heran, Sendangsono mendapat penghargaan dari Ikatan Arsitek Indonesia dan dinobatkan sebagai situs cagar budaya.
Oase Rohani di Tengah Zaman
Romo Aloysius Triyanto, pastor paroki Promasan pada waktu itu, menyebut Sendangsono sebagai “oase rohani”. Ia melihat tempat ini sebagai ruang di mana orang dapat menemukan kembali jati diri rohaninya, terlepas dari latar belakang dan problem hidup. Pemandangan alam yang asri, udara yang segar, dan aliran air sendang yang jernih menciptakan atmosfer hening untuk berdoa dan merenung.
Bukan hanya umat Katolik yang datang ke sini. Terkadang, umat agama lain juga singgah, duduk diam, atau sekadar mencuci muka dari air sendang. Dalam sunyi yang sakral itu, manusia merasa dekat dengan Tuhan, melalui kehadiran Bunda Maria yang senantiasa menjadi ibu yang mengasihi, mendoakan, dan menemani.
Iman yang Bertumbuh dan Budaya yang Dihidupkan
Sendangsono tidak pernah sepi. Bulan Mei dan Oktober, yang dikenal sebagai Bulan Maria, selalu dipadati peziarah dari seluruh Indonesia. Tak hanya berdoa, mereka juga membawa pulang air sendang dalam botol kecil, percaya akan daya sembuh dan berkatnya.
Air suci Sendangsono yang digunakan untuk membabtis terletak di bawah pohon Sono di dekat sumber air Semagung. Saat ini sumur tempat air suci ini ditutup kaca, tetapi umat masih bisa mengambil airnya dari kran-kran yang ada di sekitar gua Maria.
Namun Sendangsono bukan hanya tempat untuk pribadi yang bersyukur atau memohon. Ia juga tempat belajar, tempat berkumpul, tempat tumbuhnya benih-benih panggilan. Banyak imam, bruder, dan suster berasal dari komunitas sekitar Sendangsono, sebuah bukti nyata bagaimana tempat ini menumbuhkan iman dan panggilan hidup rohani.
Suasana yang syahdu untuk berdoa dan bermeditasi - Source: Mo Jas Esvede

Ziarah, Ekologi, dan Dialog Lintas Iman
Selama hampir dua dekade, Yohanes Setiyanto, S.S. telah menjadi Manajer Area Sendangsono. Baginya, bekerja di tempat ini adalah bentuk cinta kepada Gereja. Ia aktif dalam membina karyawan, merawat bangunan, berdialog lintas iman, serta menjaga agar peziarah dari latar belakang apa pun merasa diterima dan dicerahkan.