Mohon tunggu...
Yayuk CJ
Yayuk CJ Mohon Tunggu... Pembalap Baru

SOLI DEO GLORIA

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Gua Maria Sendangsono: Oase Rohani di Tengah Rimbun Angsana

2 Juli 2025   22:00 Diperbarui: 3 Juli 2025   12:24 585
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gua Maria Lourdes Sendangsono - Source: Keuskupan Agung Semarang via kas.or.id

Gua Maria ditetapkan oleh keuskupan sebagai lokasi Pintu Suci atau Porta Sancta, maka ziarah ke sana tidak sekadar devosi pribadi, tetapi menjadi bagian dari perayaan Tahun Yubileum Gereja Universal, di sepanjang tahun 2025 ini.

Di kaki Pegunungan Menoreh yang tenang dan sejuk, sebuah tempat sederhana namun sakral berdiri sebagai rumah doa dan perjumpaan rohani: Gua Maria Sendangsono, salah satu gua bagi peziarah harapan Tahun Yubelium.

Terletak di Dusun Semagung, Desa Banjaroya, Kecamatan Kalibawang, Kulonprogo, tempat ini bukan hanya menjadi destinasi ziarah umat Katolik, tetapi juga menyimpan narasi sejarah, budaya, dan spiritualitas lintas generasi.

Sendangsono, yang berarti “mata air di bawah pohon sono (angsana)”, menyimpan cerita panjang yang bermula dari mata air alami yang dikeramatkan masyarakat setempat. Di sanalah, di bawah naungan dua pohon sono yang teduh, air mengalir tanpa henti, menjadi lambang kehidupan dan keberkahan

Dahulu, para bhiksu Buddha kerap beristirahat di sini dalam perjalanan mereka menuju Borobudur, menandakan tempat ini telah lama menjadi ruang kontemplatif lintas iman.

Romo Van Lith, SJ - Source: kas.id
Romo Van Lith, SJ - Source: kas.id

Awal Mula Iman: Baptisan di Bawah Pohon Sono

Sejarah Sendangsono mencatat peristiwa penting pada 14 Desember 1904, saat Romo Franciscus Georgius Josephus Van Lith, SJ, seorang misionaris Jesuit asal Belanda, membaptis 173 orang pribumi di mata air Semagung. Momen ini menjadi tonggak lahirnya komunitas Katolik di wilayah Pegunungan Menoreh.

Salah satu tokoh sentral dalam kisah ini adalah Sariman Soerawirja, seorang muda pencari ilmu kejawen. Dalam penderitaannya karena sakit parah yang tak kunjung sembuh, ia bertapa dan menerima wangsit untuk pergi ke arah timur laut. 

Sariman Soerjawirja atau Barnabas Sarikrama - Source: id.m.wikipedia.org
Sariman Soerjawirja atau Barnabas Sarikrama - Source: id.m.wikipedia.org

Dengan ngesot karena tak bisa berjalan, ia menuju Muntilan dan bertemu dengan Bruder Kersten serta Romo Van Lith. Setelah dirawat hingga sembuh, ia tertarik pada ajaran Katolik dan dibaptis dengan nama Barnabas Sarikrama.

Kisah pertobatannya bukan hanya menyentuh, tapi juga membakar semangat pewartaan. Barnabas melanjutkan pewartaan Injil dengan penuh semangat, berkeliling kampung, mengajar, dan membimbing orang-orang mengenal Kristus. 

Makam Barnabas Sarikrama di komplek Sendangsono - Dok. Mo Jas Esvede
Makam Barnabas Sarikrama di komplek Sendangsono - Dok. Mo Jas Esvede

Dedikasi luar biasa ini membuatnya dianugerahi penghargaan Pro Ecclesia et Pontifice dari Paus Pius XI pada 1929. Semangatnya menjadi warisan iman yang hidup hingga kini.

Membangun Tempat Doa: Dari Sendang Menjadi Gua Maria

Romo JB Prennhaler, SJ penggagas Gua Maria Sendangsono - Dok. aureliaangelalobo.com
Romo JB Prennhaler, SJ penggagas Gua Maria Sendangsono - Dok. aureliaangelalobo.com

Pada 1923, seorang imam Jesuit, Romo JB Prennthaler, SJ, menggagas pembangunan tempat doa di lokasi baptisan pertama tersebut. Patung Bunda Maria didatangkan dari Swiss dan diangkut sejauh 30 kilometer dari Sentolo. Tiga tahun kemudian, pada 8 Desember 1929, Gua Maria Sendangsono resmi diberkati dan dibuka sebagai tempat ziarah.

Gua Maria Sendangsono jaman dahulu, sudah penuh peziarah - Source: omahsinausite.wordpress.com
Gua Maria Sendangsono jaman dahulu, sudah penuh peziarah - Source: omahsinausite.wordpress.com

Gua ini dibangun sebagai ungkapan syukur umat Kalibawang atas iman yang mereka terima. Di tempat inilah, umat datang dengan hati hening, membawa harapan, luka, syukur, dan doa. Lonceng berdentang tiga kali sehari, pukul 6 pagi, 12 siang, dan 6 sore, mengundang umat masuk dalam keheningan doa Angelus.

Tahun 1958, dibangun 14 stasi Jalan Salib, dan pada tahun 2000 berdiri Salib Milenium sebagai simbol iman umat di zaman baru. Di antara bangunan spiritual lainnya, terdapat Kapel Tritunggal Mahakudus, Kapel Para Rasul, dan Kapel Maria Bunda Segala Bangsa; semuanya menjadi titik-titik peziarahan yang menggugah permenungan.

Stasi Jalan Salib - Source: kas.id
Stasi Jalan Salib - Source: kas.id

Romo Mangun dan Arsitektur yang Menyatu dengan Jiwa Jawa

Pada 1969, Gua Maria Sendangsono mengalami penataan ulang oleh Romo Yusuf Bilyarta Mangunwijaya, imam sekaligus arsitek yang dikenal memiliki kepedulian tinggi terhadap budaya dan spiritualitas lokal. Ia menerapkan konsep Wastu Citra, yakni filosofi bangunan yang tidak hanya indah dilihat, tetapi mengandung makna jiwa budaya.

Romo Y.B. Mangunwijaya arsitektur bangunan di Gua Maria Sendangsono - Source: yogyakarta.kompas.com
Romo Y.B. Mangunwijaya arsitektur bangunan di Gua Maria Sendangsono - Source: yogyakarta.kompas.com

Kompleks Sendangsono ditata seperti rumah tradisional Jawa: ada pelataran depan, ruang tengah, dan ruang belakang yang masing-masing punya fungsi spiritual. Bangunan-bangunan itu menyatu dengan alam, mengikuti kontur tanah, dinaungi pohon rindang, dan tak banyak ornamen mencolok semuanya mendukung pengalaman batin yang mendalam.

Misa di Gua Maria dalam upacara penerimaan bintang kepausan bagi umat Katolik pertama oleh Barnabas Sarikrama 1932 - Source: IG @katolik.indo.heritage
Misa di Gua Maria dalam upacara penerimaan bintang kepausan bagi umat Katolik pertama oleh Barnabas Sarikrama 1932 - Source: IG @katolik.indo.heritage

Arsitektur ini bukan sekadar estetika, tapi juga menjadi sarana untuk membantu peziarah menyelami makna ziarah sebagai perjalanan jiwa. Tak heran, Sendangsono mendapat penghargaan dari Ikatan Arsitek Indonesia dan dinobatkan sebagai situs cagar budaya.

Oase Rohani di Tengah Zaman

Romo Aloysius Triyanto, pastor paroki Promasan pada waktu itu, menyebut Sendangsono sebagai “oase rohani”. Ia melihat tempat ini sebagai ruang di mana orang dapat menemukan kembali jati diri rohaninya, terlepas dari latar belakang dan problem hidup. Pemandangan alam yang asri, udara yang segar, dan aliran air sendang yang jernih menciptakan atmosfer hening untuk berdoa dan merenung.

Bukan hanya umat Katolik yang datang ke sini. Terkadang, umat agama lain juga singgah, duduk diam, atau sekadar mencuci muka dari air sendang. Dalam sunyi yang sakral itu, manusia merasa dekat dengan Tuhan, melalui kehadiran Bunda Maria yang senantiasa menjadi ibu yang mengasihi, mendoakan, dan menemani.

Relief gambar Romo Van Lith, SJ membabtis Barnabas Sarikrama dan umat Katolik pertama - Source: Shutterstock 
Relief gambar Romo Van Lith, SJ membabtis Barnabas Sarikrama dan umat Katolik pertama - Source: Shutterstock 

Iman yang Bertumbuh dan Budaya yang Dihidupkan

Sendangsono tidak pernah sepi. Bulan Mei dan Oktober, yang dikenal sebagai Bulan Maria, selalu dipadati peziarah dari seluruh Indonesia. Tak hanya berdoa, mereka juga membawa pulang air sendang dalam botol kecil, percaya akan daya sembuh dan berkatnya.

Sumur sumber air Sendangsono - Dok. hidupkatolik.com
Sumur sumber air Sendangsono - Dok. hidupkatolik.com

Air suci Sendangsono yang digunakan untuk membabtis terletak di bawah pohon Sono di dekat sumber air Semagung. Saat ini sumur tempat air suci ini ditutup kaca, tetapi umat masih bisa mengambil airnya dari kran-kran yang ada di sekitar gua Maria.

Namun Sendangsono bukan hanya tempat untuk pribadi yang bersyukur atau memohon. Ia juga tempat belajar, tempat berkumpul, tempat tumbuhnya benih-benih panggilan. Banyak imam, bruder, dan suster berasal dari komunitas sekitar Sendangsono, sebuah bukti nyata bagaimana tempat ini menumbuhkan iman dan panggilan hidup rohani.

Suasana yang syahdu untuk berdoa dan bermeditasi - Source: Mo Jas Esvede 
Suasana yang syahdu untuk berdoa dan bermeditasi - Source: Mo Jas Esvede 

Ziarah, Ekologi, dan Dialog Lintas Iman

Selama hampir dua dekade, Yohanes Setiyanto, S.S. telah menjadi Manajer Area Sendangsono. Baginya, bekerja di tempat ini adalah bentuk cinta kepada Gereja. Ia aktif dalam membina karyawan, merawat bangunan, berdialog lintas iman, serta menjaga agar peziarah dari latar belakang apa pun merasa diterima dan dicerahkan.

Penebaran benih ikan pada peringatan 118 tahun baptisan pertama oleh vikjen dan tokoh umat - Dok. hidupkatolik.com
Penebaran benih ikan pada peringatan 118 tahun baptisan pertama oleh vikjen dan tokoh umat - Dok. hidupkatolik.com

Sendangsono juga menjadi contoh tempat ziarah yang peduli pada lingkungan. Dalam peringatan 118 tahun baptisan pertama, dilakukan penebaran benih ikan dan pembagian bibit Indigofera untuk mencegah tanah longsor. Ada pula gerakan menghidupkan keanekaragaman hayati, mengurangi pupuk kimia, dan membina kelompok tani yang ramah alam.

Lingkungan di sekitar Sendangsono memang rawan longsor. Namun justru dari tantangan itu lahir semangat kolektif untuk merawat bumi—sebuah ajaran iman yang diterjemahkan dalam tindakan nyata.

Gua Maria Lourdes Sendangsono - Dok. Mo Jas Esvede 
Gua Maria Lourdes Sendangsono - Dok. Mo Jas Esvede 

Menjaga Warisan, Menumbuhkan Harapan

Ziarah bukan hanya perjalanan menuju tempat suci. Ia adalah perjalanan ke dalam hati. Sendangsono menghadirkan ruang untuk itu: keheningan yang memberi jawaban, keteduhan yang menenangkan, dan kisah sejarah yang menginspirasi.

Sebagai ruang spiritual, Sendangsono terus hidup dari waktu ke waktu. Di tengah dunia yang cepat dan bising, tempat ini menjadi titik hening yang meneduhkan. Di bawah pohon sono, di antara aliran air jernih, umat masih datang. Mereka menyalakan lilin, berlutut, berdoa.

Dan dalam hening itulah, suara Tuhan pelan-pelan terdengar: melalui doa Maria, melalui alam, melalui iman yang diwariskan para leluhur, melalui cinta yang tak pernah lekang oleh waktu.

Salam Lestari! (Yy)

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun