Mohon tunggu...
Yusya Rahmansyah
Yusya Rahmansyah Mohon Tunggu... Freelancer - Mahasiswa Ilmu Politik Universitas Siliwangi

Seorang mahasiswa yang besar di dua pulau di Indonesia sumatera dan jawa

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Kebebasan Pers, Nyata atau Ilusi?

7 April 2020   14:20 Diperbarui: 3 Mei 2021   07:50 1269
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Kebebasan Pers (abcnews)

Sejak era Reformasi sampai saat ini, pers di Indonesia mendapat perlindungan hukum yang cukup kuat. Dengan adanya Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 menjadikan alasan kebebasan Pers di Indonesia menjadi semakin kuat, tapi apakah sudah beriringan dengan keadaan yang ada? 

Menurut data Aliansi Jurnalis Independen dikutip dari Tempo.co dalam satu tahun terakhir ini AJI Indonesia mencatat setidaknya ada 64 kasus kekerasan terhadap jurnalis. 

Peristiwa yang dikategorikan sebagai kekerasan itu meliputi pengusiran, kekerasan fisik, hingga pemidanaan terkait karya jurnalistik. 

Salah satu kasus yang mencuat menjadi suatu luka bagi Pers di Indonesia adalah pembebasan pelaku pembunuhan wartawan Radar Bali Gde Bagus Narendea Prabangsa. 

Pelaku pembunuhan I Nyoman Susrama diberikan kebebasan atas kasus pembunuhan berencana yang merenggut nyawa Prabangsa selaku wartawan Radar Bali.

Pada awalnya kasus Prabangsa sudah diusut dan menjadi suatu tanda penegakan kebebasan Pers di Indonesia. Namun, berujung pada pembebasan pelaku yang belum selesai menjalankan hukuman, yang seharusnya masih berjalan.

Kasus pelanggaran kebebasan Pers sendiri menjadi masalah yang kompleks dan terhitung sering tidak berlanjut ke meja hukum. Kasus kekerasan, intimidasi dan persekusi masih dihadapi oleh jurnalis-jurnalis yang bertugas dilapangan. 

Pada peliputan aksi di sekitar Gedung Bawaslu, Jakarta (22/5) yang berujung ricuh. Terdapat kekerasan terhadap jurnalis yang melakukan peliputan aksi. Berdasarkan tim verifikasi AJI Jakarta, setidaknya terdapat 20 jurnalis yang mengalami kekerasan, intimidasi, dan persekusi. 

Berdasarkan pasal 18 dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999. Di mana, setiap orang yang menghalangi kebebasan pers diancam penjara maksimal dua tahun, dan denda maksimal Rp500 juta. 

Kasus-kasus tersebut terjadi ketika peliputan sedang berlangsung. Pengusutan kasus-kasus tersebut sampai saat ini belum terdengar titik terangnya. Seakan-akan aturan yang ada hanya menjadi sebuah angan-angan akan keamanan jurnalis di lapangan.

Kasus-kasus tersebut membuat bertambah miris ketika melihat keadaan jurnalistik di Indonesia. Pemerintah mengeluarkan aturan yang bahkan dapat dikatakan belum berguna apabila melihat proses hukum yang terjadi di kasus-kasus kekerasan pers di Indonesia, banyak kasus yang berakhir dengan "kata damai". 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun