"Tidak Nem. Ayah ku marah waktu aku kasih tahu untuk beli buku pelajaran. Beliau bilang kalo sudah kerepotan untuk beli data internet buat aku, dan dua adik ku," ucap Agus.
"Lha terus gimana ntar kalo kita tidak beli buku dan LKS? Jangan-jangan kita tidak dapat nilai, Gus?"
"Biar saja Nem. Bapak/Ibu guru yang lain saja melakukan pembelajaran daring dengan baik kok. Masak Bu Sophie dan beberapa guru lainnya nyuruh kita beli buku, modul, dan LKS!"
"Ya, gimana lagi Gus. Wong kita ini kan murid dan wajib taat sama guru lah,"
"Ya lihat gurunya dulu lah Nem. Masak guru ini sudah sertifikasi dan berarti gajinya double. Lha kok masih nyuruh muridnya beli buku dan LKS? Tidak tahu apa kalo masa pandemi Covid gini sulit banget ayah dan ibu ku nyari uang. Kerjaannya lagi sepi, Nem!"
"Menurut kamu, gimana tindakan guru kita itu, Gus?"
"Ya jelas tak berkompeten. Gaji mau, tunjangan sertifikasi mau, tapi nglayani kebutuhan murid, sepertinya ogah-ogahan. Ujung-ujungnya juga hitungan materi," jawab Agus dengan bahasa sedikit culas.
"Kok gitu, Gus?"
"Gimana saya gak jengkel sih Nem. Guru lain ada yang pakai slide interaktif, belajar bersama dan berdiskusi pakai aplikasi zoom, dan bahkan guru kita yang kreatif malah pakai video di youtube. Padahal itu ada juga yang statusnya cuman GTT. Lha ini guru sertifikasi kok malah belajarnya model ndeso e, Nem,"
"Maksud kamu apa sih, Gus?"
"Guru kita yang satu ini aneh. Masak ngasih pelajaran dengan kalimat lewat grup WA saja. Contohnya, pelajari halaman 12 sampai 20. Setelah itu kerjakan soal latihannya. Bila sudah selesai, kirim file atau fotonya ke WA. Nah, alibinya biar dirinya bisa mulus nglakuin itu, makanya kita disuruh beli buku dan LKS mapelnya," jelas Agus