Mohon tunggu...
Yusuf Adytiya
Yusuf Adytiya Mohon Tunggu... Mahasiswa Hubungan Internasional Universitas Islam Negeri Surabaya

Mahasiswa prodi Hubungan Internasional. tertarik pada kegiatan jurnalistik dan menulis. suka berdiskusi mengenai isu sosial-politik

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Merampakkan Pulang dan Wahyu

7 Agustus 2025   20:32 Diperbarui: 7 Agustus 2025   20:32 43
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ramah dan Kita

"Ramah" datang dalam waktu yang diinginkan, dia tidak datang karena ditakdirkan.

Meski begitu, "Ramah" adalah hal yang baik, dan hal yang baik harus ditakdirkan.

Manusia bukan tuhan yang kuasa atas takdir, tapi takdir harusnya bisa diramu.

Meramu diri untuk menerima, Meramu diri untuk tak takut berbeda, dan Meramu "ingin" untuk saling menjamu.

Bukan "baik"  jika  kita hidup menutup diri, Maka itu "biak" tuhan ciptakan untuk kita.

Tuhan ingin "plural" bukan sekadar omong kosong peradaban.

Tuhan ingin setiap kekasih nya tak takut akan perbedaan, maka itu tuhan ciptakan aku, kau, dan kalian semua berbeda.

Kalaupun aku, kau, dan kalian semua sama, Ingatlah, Tuhan benci pada iblis saat adam diciptakan.

Rama dan Shinta

Siang itu, Kau biarkan Hasrat menodai kebersamaan kita yang suci,

Suci nan budi yang jadi cahaya pada sudra hingga brahmana.

Dengan pedih kusaksikan tamak menelanmu,

Dengan marah kusaksikan sombong jadi belenggumu.

Aku marah ini bukan maumu, Mengapa kau membiarkannya ?!

Selamat hati tiba wahyu Ilahi, walau benci tak sudi-ku kau mati.

Aku datang dengan ridha-Nya menyangsang obong dengan gagah.

Aku tak sudi walaupun itu hanya satu dasamuka yang menodai.

Kau bukan hanya pasanganku, kebersamaan kita tak sederhana.

Pikirkanlah mereka yang menggantung hidup pada cahaya,

Dengannya cinta dan harap lahir sekalipun itu mati.

Dengan kau dan aku bersama, Dharma kan lahir ke dunia; menjelma hidup, mengalir air, melebur tanah, memancar cahaya, untuk raga yang dengannya bumi berpegang.

Hanya dosa yang tak lahir dari kebersamaan ini.

Rumah dan Dusta

Manusia hidup dalam hubungan yang rumit, cukup rumit untuk membangun pulang bagi yang nihil.

Dalam rumit, manusia saling berbohong untuk pulang.

Pulangpun tersentak tahu dirinya hidup diatas tipu daya.

Tipu yang jadikannya rapuh tatkala disapu angin,

Tipu yang jadikannya dingin tatkala diguyur hujan,

Dan tipu yang jadikannya pulang tanpa pintu, yang tinggalkan sesal bagi sesiapa yang nihil.

Air kan terus mengguyur, Udara kan terus menyapu, dan bersama akan tetap rumit selama nihil jadi topeng tukang tipu.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun