Mohon tunggu...
Yustinus Sapto Hardjanto
Yustinus Sapto Hardjanto Mohon Tunggu... lainnya -

Pekerja akar rumput, gemar menulis dan mendokumentasikan berbagai peristiwa dengan kamera video. Pembelajar di Universitas Gang 11 (UNGGAS)

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Catatan Paska Rekapitulasi 02 : Plesetan atau Kepleset

15 April 2014   17:36 Diperbarui: 23 Juni 2015   23:39 101
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Di jaman orde baru, salah satu cara perlawanan terhadap regim dilakukan dengan cara membuat plesetan. Kebiasaan ini dilakukan oleh pelakon, entah itu di panggung lawak, ketoprak atau wayang orang. Seniman-seniman yang dikenal jago membuat plesetan kebanyakan berasal dari Yogyakarta. Salah satunya adalah Butet Kertarajasa dengan Teater Gandriknya.

Ketika jaman semakin terbuka, situasi politik semakin bebas, kebiasaan membuat plesetan semakin berkembang. Orang tak lagi takut menyebut UUD sebagai Ujung Ujungnya Duit, atau KUHP sebagai Kasih Uang Habis Perkara.

Dalam pemilu 2014 muncul juga plesetan-plesetan. Seperti ICMI yang diartikan sebagai Ikatan Caleg Miskin. NPWP yang diartikan sebagai Nomor Piro Wani Piro atau Golput yang kemudian diartikan sebagai Golongan penerima uang tunai. Plesetan bisa jadi merupakan olok-olok, tapi bisa juga menandakan adanya ironi dalam perilaku terkait pemilu baik oleh peserta maupun pemilih.

Namun jika melihat hasil perhitungan pemilu 2014, sesungguhnya ada yang benar-benar kepleset. Partai Demokrat dan PKS misalnya perolehan suaranya jelas-jelas kepleset. Rebah sebagai dampak dari kasus-kasus korupsi yang menimpa para pimpinan dan kadernya sebelum pemilu. Hanura sebagai partai yang rajin beriklan di Televisi nampaknya juga terpleset, karena kuis dan realiti show yang membagi-bagikan hadiah uang atau barang ternyata tidak mendongkrak perolehan suara mereka. jadi walau sejak jauh-jauh hari sudah mengiklankan WIN – HT, nampaknya pasangan capres dan wapres Hanura ini akan menjadi pasangan di iklan saja.

Ada lagi partai yang terpeleset bukan hanya karena hasil tapi karena ‘skandal’ dalam kampanye. Semalam fungsionaris dari beberapa DPW PPP mengadakan konperensi pers, dan menuduh Ketua Umum PPP sebagai biang jebloknya perolehan suara mereka. Para fungsionaris PPP menganggap ketua umum mereka, Suryadarma Ali memelesetkan diri dalam kampanye akbar partai Gerindra.

Suryadarma Ali berkilah bahwa kehadirannya di kampanye itu karena kedekatannya dengan Prabowo tokoh utama partai Gerindra. Tapi alasan seperti itu tidak diterima oleh para fungsionaris. Pasalnya Suryadarma Ali dianggap aktif dalam kampanye itu, menyatakan dukungan pada Prabowo sebagai calon presiden pada pemilu 2014.

Dalam analisis para fungsionaris PPP, sikap ini dianggap membingungkan konstituen PPP. Dan kemudian berdampak pada pilihan para konstituen. Di benak para fungsionaris, kalau Ketua Umumnya saja sudah menyerah dan lebih mendukung partai lain, maka pemilihnya juga akan bersikap yang sama. “Untuk apa memilih partai yang tersubordasi oleh partai lain”, begitu kata seorang fungsionaris PPP.

Dunia politik memang licin dan butuh kelicinan. Tak heran jika kemudian politisi ulung kerap dijuluki sebagai politisi licin karena berkali-kali mampu meloloskan diri dari situasi yang krusial. Politisi licin itu ibarat belut yang disiram oli sehingga susah untuk ditangkap, selalu bisa menghindar.

Oleh karenanya mudah sekali seseorang atau sekelompok orang atau bahkan partai secara kolektif terpeleset. Manuver Suryadarma Ali misalnya tidak dianggap sebagai pemelesetan partai oleh Ketua Umumnya jika saja hasilnya bagus. Misalnya saja muncul kesepakatan bahwa Gerindra akan menyandingkan Suryadarma Ali sebagai Capresnya. Tapi karena signal seperti itu tidak muncul dan kemudian suara PPP juga jeblok, maka murkalah para fungsionaris lainnya.

Cerita plesetan ini masih akan panjang. Dari perhitungan suara sampai dengan penetapan perolehan kursi masih cukup panjang. Dan pasti masih banyak kisah-kisah lain yang akan muncul menjadi bumbu penghias demokrasi dan kepemiluan di negeri ini.

Pesan saya, karena masih musim penghujan, hati hatilah kalau berkendaraan. Pakailah helm standard dan jangan ngebut. Sebab kalau anda terpeleset di jalanan sungguh akan berbahaya. Jalanan berbeda dengan politik, di jalanan andai terpeleset anda tak mungkin untuk ngeles. Namun di dunia politik, meski anda jatuh dalam sebuah skandal, selalu saja ada sejuta alasan untuk mencari pembenaran.

Pondok Wiraguna, 14 April 2014

@yustinus_esha

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun