Mohon tunggu...
Dr. Yupiter Gulo
Dr. Yupiter Gulo Mohon Tunggu... Dosen - Dosen, peneliti, instruktur dan penulis

|Belajar, Mengajar dan Menulis mengantar Pikiran dan Hati selalu Baru dan Segar|

Selanjutnya

Tutup

Worklife Artikel Utama

"Share-Loc" sebagai Ukuran Kinerja Karyawan ketika WFH

9 Juni 2020   15:19 Diperbarui: 10 Juni 2020   09:44 1959
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Google Mpas | Gambar oleh Tobias Albers-Heinemann dari Pixabay

"Sebentar-sebentar minta share-loc mulai pagi, siang hingga sore hari. Bahkan dalam satu hari bisa lima kali share-loc kepada manajer".

Itulah salah satu kalimat dari seorang karyawan sebuah bank yang mengeluh selama Work from Home sejak bulan Maret 2020 merasa tidak nyaman bekerja sepanjang hari. Penyebabnya, ia selalu diminta untuk Shareloc kepada bosnya.

Bahkan ia dibuat kesal dan menjadi tidak produktif lantaran merasa tidak dipercaya oleh bosnya itu bahwa ia sedang bekerja di rumah sepanjang hari. Padahal yang dikerjakannya mempunyai target yang harus dipenuhi sesuai jadual.

Sebagai dampak dari pandemi Covid-19 "memaksa" penerapan WfH bagi sebagian besar karyawan. Lalu, bagaimana menilai kinerja karyawan saat mereka bekerja di rumah?

Ini menjadi persoalan baru yang dihadapi dalam ranah Manajemen Sumber Daya Manusia, khususnya performance management dan performance appraisal.

Harus diakui, tidak mudah untuk mengubah kebiasaan lama yaitu menilai karyawan secara langsung, dilihat oleh mata dan dirasakan langsung.

Walaupun ada begitu banyak metode dan teknik yang tersedia untuk performance appraisal, namun paradigma WfH menjadi kegelisahan tersendiri bagi manajemen.

Lalu, apakah dengan seorang karyawan share location-nya, sudah cukup bagi sang bos untuk menilai kinerja anak buah nya?

Bisakah "Share-Loc" sebagai Ukuran Kinerja?

Share-Loc merupakan singkatan dari kata lengkap yaitu "Share Location" yang artinya "bagikan lokasi" atau tunjukan tempat Anda saat ini dimana, melalui fasilitas yang ada di smartphone.

Dengan "share-loc" maka orang yang meminta atau kita kirimkan, akan mengetahui posisi kita di mana saat itu secara real time.

Share-loc merupakan fitur yang paling banyak digunakan untuk memberitahukan alamat yang akan dituju atau dicari misalnya.

Di dalam pesan share-loc akan nampak dalam bentuk "maps" atau peta posisi seseorang berada dalam waktu tertentu.

Pertanyaannya, apakah dengan seorang karyawan share-loc nya kepada bos  atau atasannya sudah mencukupi menilai pekerjaan si karyawan?

Ini pertanyaan menarik untuk didiskusikan. Sangat mungkin bagi seorang atasan cukup baginya untuk mengetahui bahwa karyawannya sedang berada di rumah, di tempat yang benar sesuai dengan "pakem WfH", dan itu artinya dia sedang melakukan pekerjaanya sesuai rules game dari perusahaan yang mempekerjakan si karyawan itu.

Apakah si karywan melakukan pekerjaan dengan baik dan benar, nampaknya itu menjadi persoalan lain yang harus dijawab dalam melakukan performance appraisal.

Poin ini akan menjadi krusial, apabila penilaian kinerja itu akan mempengaruhi keputusan nasib si karyawan. Misalnya, apakah ada promosi jabatan, kenaikan gaji, pemberian insentif dan bonus atau yang lain. Di sini dituntut keakuratan yang tinggi dalam memberikan score atau nilai kinerja si pekerja.

Paradigma Penilaian Kinerja saat WFH

Penilaian kinerja karyawan baik pada level operasional maupun tingkat manajerial telah menjadi simpul kritis dalam wilayah ilmu manajemen sumber daya manusia. Terutama dalam konteks performance management system maupun performance appraisal.

Richard Rudman dalam bukunya berjudul Performance Planning & Review, 2nd Edition (2014) menyentil dengan mengatakann "apakah performance management and appraisal itu obat atau Penyakit?".

Ada satu jangka waktu yang panjang menempatkan penilaian kinerja sebagai sebuah rutinitas belaka saja sehingga lama kelamaan menjadi beban dan menggangu dalam pengelolaan sumber daya manusia. Dan tentu saja di anggap sebagai penyakit ketimbang obat atau penyelesaian masalah.

Akan tetapi, di sisi lain penilaian kinerja menjadi sangat penting karena menyangkut seberapa efektif tujuan perusahaan tercapai. Juga menjadi dasar dalam menentukan arah pengembangan karyawan dalam segala hal. Artinya, tanpa hasil penilaian kinerja harusnya tidak mungkin ada kesimpulan seberapa jauh tujuan perusahaan telah tercapai.

Menilai kinerja secara kuantitatif mungkin tidak terlalu sulit dan juga tidak ribet. Sebab, ukurannya bisa langsung dilihat dan dihitung. Misalnya memproduksi barang dalam satuan unit, menjual produk satuan terukur, dan melakukan delivery produk.

Hal yang berbeda kalau kinerjanya bentuknya kualitatif maupun tidak langsung. Terutama karyawan pada posisi supporting unit, back office atau sejenisnya. Bahkan kinerja level manajerial maupun CEO pun sifatnya kualitatif, dan karenanya tidak mudah mengukurnya begitu saja.

WfH bagi karyawan yang kinerjanya kualitatif akan menjadi sangat sulit untuk menentukannya. Dan karenanya dibutuhkan instrumen yang benar dan tepat agar diketahui bahwa apa yang dikerjakan oleh si karyawan dari rumah nya pada office-hour benar-benar sesuai dengan harapan.

Bisa saja si karyawan memberikan informasi yang tidak benar sesuai yang diharapkan. Seharusnya dia bekerja, tetapi bisa saja dia sedang tidak melakukannya, karena sedang tidur, sedang ngobrool atau bahkan sedang berjalan-jalan di luar rumah. Dan hal ini tidak diinginkan oleh si bos atau si manajer bagi karyawan nya.

Paradigma baru harus dibangun agar situasi tidak semakin sulit, baik bagi si bos maupun bagi si karyawan itu sendiri. Dan paradigma itu adalah building trust diantara karyawan dengan perusahaan.

Artinya, manajer harus mempercayai karyawan melakukan pekerjaan dengan benar dan baik, dan karyawan harus meyakinkan manajernya kalau dia bekerja dengan penuh tanggungjawab.

Ini tidak mudah, tetapi hanya itu yang bisa dilakukan karena tidak berada dalam lokasi yang sama pada saat yang sama. Dan karenanya, simpul-simpul kinerja, baik yang utama maupun yang bukan harus dirumuskan secara SMART (Specific, Measureble, Agreed, Realistic, and Time-framed)

Ragam Teknik Penilaian Kinerja Karyawan

Beragam teknik penilian kinerja karywan tersedia sesuai dengan kebutuhan masing-masing perusahaan, atau kepentingan penilaian yang akan dilakukan. Mulai dari yang sangat sederhana maupun yang kompleks. Bisa dilakukan sendiri ataupun meminta jasa penilai tertentu.

Guru Besar Ilmu Manajemen Sumber Daya Manusia, Gary Dessler dalam buku terbarunya Human Resources Management (2020) mendaftarkan teknik penilaian kinerja karyawan ada 13 macam, yaitu :

  1. Graphic Rating Scale
  2. Alternation Ranking Method
  3. Paired Comparison Method
  4. Forced Distribution Method
  5. Critical Incident Method
  6. Narrative Forms
  7. Mixed Standard Scales
  8. Management by Objectives
  9. Computerized dan Web-Based Pwerformance Appaisal
  10. Electornic Performance Monitoring
  11. Bewhavorally Anchored Rating Scales
  12. Conversation Days
  13. Appraisal in Practice : Using Mulitiple Methodes

Dengan beragam metode penilaian kinerja yang tersedia, seharusnya para manajer atau atasan tidak terlalu sulit untuk menilai kinerja karyawan nya, kendati mereka Work from Home saja. Sesuaikan saja dengan kebutuhan perusahaan.

Dessler juga menawarkan cara untuk menjawab pertanyaan, sebaiknya siapa yang harus melakukan penilaian kinerja karyawan dalam perusahaan? Karena selama ini, seakan-akan hanya atasan saja yang mengerjakan hal itu. Pada sesungguhnya ada banyak pilihan yang bisa dipertimbangkan oleh seorang atasan atau manajer.

Ada 6 pilihan yang sangat popular bisa dipilih, yaitu :

  1. Peer Appraisals
  2. Rating Committees
  3. Self-Ratings
  4. Appraisal By Subordinates
  5. 360-Degree Feedback.

Dengan demikian, harusnya menilai kinerja karyawan yang sedang bekerja di rumah tidaklah sulit. Misalnya, bisa saja memilih self ratings, dimana karyawan sendiri yang menilai dengan memberikan rating bagi dirinya sendiri untuk diajukan kepada atasan atau bos nya.

Bila ini dipilih, tentu saja paradigma penilaian kinerja berbasis self-apprasial menjadi sangat kritis. Bisa sangat efektif tetapi bisa saja banyak menyimpang atau biasnya.

Memilih teknik ini memang menantang, tetapi memiliki kekuatan engagement bagi karyawan yang sangat tinggi.

Jadi, kalau atasan Anda sebentar-sebentar meminta "Share Loc" kepada Anda yang sedang WfH, percayalah bahwa bos Anda sedang memiliki nilai kepercayaan tersendiri kepada Anda dengan nilai pekerjaan yang dipercayakan kepada Anda.

Bisa saja dia sangat mempercayai Anda, atau sebaliknya dia sangat tidak mempercayai Anda sedemikian rupa sehingga bisa saja setiap jam diminta "Share-Loc".

Yupiter Gulo, 9 Juni 2020

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun