Mohon tunggu...
Yun Tumur
Yun Tumur Mohon Tunggu... Wiraswasta - Kresensia Yunita Tumur

Nama lengkap Kresensia Yunita Tumur. Saya seorang pegawai swasta. Berdomisili di Kupang, NTT. Cp :081281339170 (wa)

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Cinta Sejati (Part 6)

20 September 2019   18:15 Diperbarui: 20 September 2019   18:56 34
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Novel. Sumber ilustrasi: PEXELS/Fotografierende

Saya mencium bau menyengat minyak angin. Perlahan-lahan mata saya terbuka. Saya melihat Ayah. Kepala saya pusing sekali rasanya. "Kamu sudah bangun, sayang? Bagaimana rasanya?", tanya Ayah. "Tolong tehnya, Ningsih. Ayo Lisa minum pelan-pelan", pinta Ayah saat saya bangun dan duduk bersandar di tempat tidur. Saya menyeruput sedikit teh itu. Saya melihat sekeliling. Ternyata di UGD rumah sakit. " Ayo makan bubur ini Lisa biar lekas sembuh", kata Ibu. "Saya tidak mau makan Ibu", jawab saya lemas. "Nah suster, pasang infus saja. Anak ini nggak mau makan", kata Ayah sedikit melirik ke suster perawat. "Ah ayah, saya tidak mau infus. Pasti sakit. Iya deh, saya makan", jawab saya terpaksa. Tidak bisa membayangkan ditusuk jarum infus. Aduh amit-amit takutnya.

Saya mendengar percakapan antara dokter dan kedua orangtua saya. Dokter menjelaskan bahwa saya terkena maag. Ibu tidak percaya dan mengatakan kepada dokter bahwa saya selalu makan teratur. 

"Anak ibu maagnya kambuh mungkin karena faktor lain. Yang paling utama mungkin faktor stres. Karena dia masih anak-anak, maka harus sebisa mungkin menciptakan suasana rileks terutama di rumah", jelas Dokter. Saya mulai memikirkan situasi selama pelajaran agama tadi. Memang saya stres memikirkan kedua orangtua saya. Hati kacau.

Setelah dua jam, akhirnya saya diijinkan pulang oleh dokter. Sepanjang perjalanan di dalam mobil suasananya sedikit horor. Hening. Saya mencoba memecah kesunyian itu. "Ibu, Ayah. Maafin Lisa. Sudah sakit dan buat khawatir". Ibu lantas mengusap rambut saya. "Ayah dan Ibu tidak mungkin marah. Sakit kan tidak diminta, sayang. Yang penting selalu berdoa, selalu dijauhkan dari sakit penyakit", jelas Ibu. "Tidak apa-apa, Lisa", nimbrung Ayah. Setelah itu diam lagi.

Sesampainya di rumah, saya langsung ke kamar dan tidur. Entah jam berapa itu, saya tersadar karena rasa ingin pipis. Saya keluar kamar dan ke toilet. Kamar mandi di samping kamar Ayah dan Ibu. Saya melihat pintu kamarnya sedikit terbuka. Ibu sedang berlutut memegangi kaki Ayah sambil menangis. Astaga. Ada apalagi ini, pikir saya. 

"Mas, saya salah apa sama kamu, sehingga kamu begini? Kamu mau ke mana malam-malam begini? Lisa sakit, kalau dia stres lihat kita begini, bagaimana Mas?", kata Ibu dengan suara pelan menahan tangis dan disambut dengan bentakan Ayah yang sangat keras. "Lepasin kaki saya. Kamu mau anak itu bangun? Hah? Saya muak lihat muka kamu, tahu nggak? Saya mau ke manapun itu urusan saya. Bukan urusan kamu".

Ayah. Saya benci Ayah. Saya langsung berlari ke kamar dan menutup seluruh badan dengan selimut. Mengambil bantal dan menutup muka saya. Tetapi suara Ayah tetap terdengar. Air mata saya mengalir deras. 

Saya merasakan sakit hati yang luar biasa. Saya protes dengan Tuhan. Kenapa saya dilahirkan di keluarga ini. Saya juga mau punya keluarga normal seperti teman-teman saya yang lain. Saya benci punya kehidupan seperti ini. Saya ingin teriak sekuat-kuatnya. Tapi saya tahan keinginan itu. Saya tidak mau Ibu tahu saya mendengar perkelahian mereka dan membuatnya khawatir.

"Dasar perempuan tidak berguna. Bisanya menangis saja. Saya tidak butuh kamu di hidup saya lagi. Kamu buat saya sama sekali tidak nyaman. Saya bertahan sama kamu cuma karena anak-anak. Kalau kita bukan katolik, saya sudah ceraikan kamu. Sekarang juga akan saya ceraikan kamu. Saya muak. Saya lebih memilih Nina. Paham kamu?", teriak Ayah. Dan malam itu, penuh kata-kata yang kasar yang menemani saya sampai terlelap.

Bersambung...

Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun