Mohon tunggu...
Yuni Retnowati
Yuni Retnowati Mohon Tunggu... Dosen - Biarkan jejakmu menginspirasi banyak orang

Dosen komunikasi penyuka film horor dan thriller , cat lover, single mom

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Mata Hati yang Terluka (Bagian 1)

27 Mei 2020   13:51 Diperbarui: 27 Mei 2020   13:42 97
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi : anak perempuan , Sumber : Pexels

      "Asal masih dalam batas kewajaran tidak apa-apa," pupus Bu Mencik pada akhirnya.

      "Barangkali pacarnya ini yang menjadi sumber masalah. Audrey sudah terbiasa dengan jadwal kegiatan yang padat sejak kecil. Dia setuju mengikuti kursus musik dan modelling  tapi  sekarang ini mulai sering membolos. Saya marah kalau dia tidak serius latihan. Pacarnya pun marah kalau Audrey tidak menurut padanya.  Dia tidak suka Audrey banyak kegiatan. Mungkin ini Bu yang membuatnya bingung antara mengikuti saya atau pacarnya. Dia menjadi   sering merasa pusing. Dia pikir dengan minum obat pereda sakit kepala semua masalahnya akan  selesai., " ungkapnya mengajukan kemungkinan yang paling  mendekati kebenaran untuk mengurai akar permasalahan yang membelit Audrey.

       "Benar, Bu. Saya kira juga begitu. ABG biasanya lebih percaya pada teman sebayanya.  Kita sebagai orang tua harus bisa dekat dan mengambil hatinya agar dia mau mendengarkan kita,"  nasehat Bu Mencik  menyudahi pertemuan siang itu.

       Sejak saat itu Santi selalu memeriksa tas Audrey. Setiap kali ditemukan tablet sakit kepala atau obat sesak napas, dia mengambilnya diam-diam. Audrey tak pernah menanyakannya meskipun berulangkali kehilangan obat-obatnya.  Pernah ketika Santi menyita obat-obatnya itu, Audrey mencoba merebutnya tapi tak berhasil.

      "Jangan minum obat-obat ini lagi, Drey! Kamu tidak sakit  !" bentaknya keras sambil menatap tajam ke mata Audrey.

     "Aku sering pusing , Ma. Sesak napas juga,"  suaranya memelas.

      "Bukan obat-obat ini yang kamu butuhkan. Kamu hanya perlu menjadi dirimu sendiri. Nggak usah bingung. Jangan ikut-ikutan teman. Nanti kamu nggak pusing lagi. Nggak sesak lagi. "

       Wajah gadis belasan tahun itu tertunduk lesu. Membiarkan Santi membuang tablet-tablet yang dijadikan penebus rasa sakitnya. Entah sakit fisik atau psikis  yang tengah dialaminya. Audrey menatap kosong ke kejauhan ketika dirasakan pelan-pelan tangan Mamanya membelai rambutnya.

"Apakah Rama membuat kamu tertekan?" selidiknya hati-hati.

"Nggak, Ma. Biasa saja," sanggahnya yang pasti bagi Santi terdengar sebagai kebohongan.  Belum saatnya Audrey  terbuka tentang Rama kepadanya.

Sambil menahan geram, Santi berbicara pelan, "Kamu jangan membiarkan dia seenaknya memakimu. Mama tidak suka.  Kalau dia masih selalu merendahkanmu lebih baik kalian berpisah saja. Nggak usah pacaran dulu. Dia bukan laki-laki yang baik buatmu."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun