Mohon tunggu...
Yuni Retnowati
Yuni Retnowati Mohon Tunggu... Dosen - Biarkan jejakmu menginspirasi banyak orang

Dosen komunikasi penyuka film horor dan thriller , cat lover, single mom

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Mata Hati yang Terluka (Bagian 1)

27 Mei 2020   13:51 Diperbarui: 27 Mei 2020   13:42 97
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

         Rama  ternyata sangat posesif. Selalu ingin tahu apa yang dilakukan Audrey. Selalu mengatur dan mengontrol setiap kegiatan Audrey. Baginya Audrey adalah miliknya yang harus tunduk pada aturan-aturannya. Tidak boleh berteman dengan anak laki-laki lain. Wajib melaporkan setiap kegiatannya dari bangun tidur sampai mau tidur lagi.  Terlambat menjawab SMS akan berujung pertengkaran. Kalau sudah bertengkar, sumpah serapah dimuntahkan lewat SMS  yang tak kunjung henti sepanjang hari.

         Kata-kata yang tidak pantas itu sepertinya sudah menjadi makanan sehari-hari Audrey selama berhubungan dengan Rama. Entah kenapa gadisnya itu tetap bertahan meskipun mendapatkan kekerasan verbal seperti itu. Beberapa kali Santi mendapati SMS dengan caci makian di HP Audrey. Beberapa ucapan tak pantas yang ditujukan kepada Papa Audrey dan juga dirinya sebagai Mama pun muncul dalam SMS Rama untuk Audrey. Bara amarah  berkobar di hatinya. Hanya saja Santi mencoba menahan kemarahan agar tak terpancing untuk balik mengutuki  Rama. Pelan-pelan ia membujuk Audrey agar mau berpisah dengan Rama. Namun usahanya sia-sia karena Rama selalu punya cara untuk menarik simpati Audrey kembali. Padahal ketika kemarahannya memuncak, Rama mulai  mengancam untuk mencelakai Audrey.  Minta ganti rugi untuk semua uang yang pernah dikeluarkannya. Minta dikembalikan semua benda pemberiannya. Sungguh memuakkan tingkahnya.

        Ternyata guru-guru di sekolah tidak tahu kalau Audrey berpacaran dengan Rama. Barangkali mereka tidak menunjukkan kedekatannya secara menyolok di sekolah. Tapi apa yang membuat para guru merasa perlu bertemu dengan Santi sebagai orang tua Audrey?

        "Saya khawatir dengan kondisi psikisnya, Bu," ujar Bu Mencik mengawali percakapan siang itu di ruang BK. Kedatangan Santi pun tak diketahui Audrey karena memang sengaja disembunyikan agar anak itu tak tahu.

        "Ada apa ya , Bu ?" tanya Santi penasaran.

        "Menurut cerita teman-temannya Audrey sering minum obat . Dia selalu membawa tablet sakit kepala di saku baju atau roknya. Kemarin waktu dia pingsan itu dia juga habis minum obat. Dia nyuruh Rinta, temannya minum tablet itu juga tapi  Rinta nggak mau, "   Bu Mencik  memaparkan permasalahan yang sebenarnya dihadapi Audrey.

       "Aduh, obat apa ya Bu?" gumamnya merasa bersalah. Kenapa sebagai orang tua dia kurang mengawasi Audrey.

       "Itu obat bebas, Bu tapi saya kuatir kalau nanti menjadi ketergantungan dan berefek buruk bagi kesehatannya," keluhnya. "Saya kurang paham tapi saya kira  dalam komposisi suatu obat itu ada zat yang bisa membuat ketagihan atau merasa tenang setelah mengkonsumsinya. "

       "Saya tidak tahu kenapa dia berubah menjadi seperti ini ya Bu. Dulu Audrey anak yang sangat aktif dan banyak kegiatan," ucapan Santi lirih dan mengandung sesal. " Apa karena dia sekarang sudah mulai pacaran?  Pacarnya itu sangat mendominasinya."

       "Siapa pacarnya? Teman satu sekolah di sini juga?" desak Bu Mencik sambil mengernyitkan dahinya.

       "Iya, Bu. Teman sekelasnya, " jawabnya pendek.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun