Mohon tunggu...
Yuli D A
Yuli D A Mohon Tunggu... Lainnya - Hanya Aku

Diam tanpa Ekspresi

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Tiga Sekawan "Kelas Ekstra" Part 1

18 Juni 2022   07:00 Diperbarui: 18 Juni 2022   07:11 400
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

'Setinggi-tingginya bangau terbang, akhirnya ke kubang juga.'   

Mungkin itu pepatah yang cocok dengan apa yang dialami Lee, Zilong dan Donald, mereka bertiga harus mengikuti kelas ekstra, karena mereka memiliki ilmu panglimun (menghilang) ketika ada pelajaran Matematika dan Biologi, entah itu tiba-tiba di kantin, toilet atau ruang olahraga.

Sudah beberapa kali ditegur oleh guru BP, namun kelakuan tidak pernah berubah, hingga wali kelas mereka Pak Ilham terpaksa memberi pilihan antara tidak naik kelas atau ikut kelas ekstra. Setelah menimbang-nimbang baik buruknya dari kedua pilihan tersebut, akhirnya keputusan jatuh pada kelas ekstra.

Hari itu, Zilong tidak masuk sekolah, berdasarkan kabar yang beredar dia sedang sakit, akibat salah makan. Kabar itu Lee dengar dari Donald, karena mereka berdua selalu berangkat sekolah bersama-sama.

Saat itu jam dinding jarum pendek sudah menunjuk di antara angka 4 dan 5, sedangkan jarum panjang berada tepat di angka 6. Mereka berdua mulai gelisah karena yang di tunggu-tunggu belum datang juga. Biasanya jam 4 pak Ilham sudah duduk manis di singasananya tapi tidak dengan hari itu. Sesekali mereka melihat ke arah pintu yang menganga lebar, tetapi Pak Ilham tetap tak kunjung nampak. Duduk mereka pun mulai tidak tenang, bak bisul yang susah merah merekah terparti di birit. Geser kanan, geser kiri, berdiri, lihat jam lalu duduk lagi, ulangi.

"Nal, balek yuk!" ajak Lee yang mulai tak sabar menunggu kedatangan wali tercinta.

"Tunggu lima menit lagi! kalau pak Ilham nggak kesini kita cabut," sahut Donald.

"Emmm ..." Lee mengangguk setuju.

Tampak Lee kembali membuka buku paket sehelai demi sehelai hingga helaian terakhir dan ditutup dengan menghela nafas panjang. Tatapan Lee beralih kepada sepasang makhluk berkaki empat yang menempel di atas tembok tepat di belakang kursi guru.

'Mereka sepertinya lagi asyik bergunjing.' pikir Lee.

'Apa yang mereka gunjingkan? Apa mereka menertawakan aku? kurang asem!'

Reflek bolpioin yang dari tadi digunakan Lee mengukir goresan tak bermakna di buku paket, terbang melesat menyerang kedua makhuk itu, namun sayang serangan itu meleset 5,5 centimeter dari target, hingga kedua target dengan mudah melarikan diri dan bersembunyi di baik papan tulis berwarna hitam pudar.

Donald menoleh ke arah Lee yang membuat kesunyian ruangan itu terkoyak.

"Ngapain? Gabut?"

"He... he," Lee nyengir mengiyakan.

Donald menggelengkan kepalannya beberapa kali, kemudian mengalihkan pandangannya kembali ke arah semula, sebuah pintu yang masih menunggu kedatangan sang guru.

Kembali Lee melirik dua makhluk menjengkelkan itu, sekarang mereka berdua mengintip di balik papan tulis, suara tawa mereka nyaring hingga membuat hati Lee tambah nggak mood.

Cekk...cekk...cekk... cekk... cekk...

"Nal, sampai kapan kita di sini?" Lee mulai merajuk.

"Tunggu sebentar lagi." ujarnya.

"Sudahlah, aku nggak kuat Nal. Kita ke kantor yuk! tanya Pak Ilham, hari ini ada ekstra nggak," belum sempat Lee berhenti bicara, terdengar suara nyaring berasal dari perut Lee.

Krucuk...

Maklumah, pas waktu istirahat Lee nggak sempat makan, bukannya nggak punya uang, tapi uang pembayaran SPP bulan ini tertinggal di rumah, sehingga dia menggunakan uang sakunya untuk pengganti sebab hari itu adalah hari terakhir pembayaran.

"Tadi siang belum makan?" tanya Donald sambil melirik perut Lee. Lee menjawab dengan anggukan. Kembali Donal mengelengkan kepalanya, kemudian merogoh tas untuk menemukan sesuatu di dalamnya.

"Nih, makan dulu. Nggak kenyang sih tapi cukuplah buat perut kecil mu," Donald menyodorkan sebungkus biscuit kepada Lee.

Setelah selesai merekapun segera menuju ruang guru, namun di tengah perjalanan mereka baru tersadar. Tak nampak ada seorangpun mulai dari kelas sampai di sepanjang koridor menuju ruang guru.

"Nal, kok sepi?" bisik Lee lirih.

"Iya, kok udah gelap, ya.” sahut Donald

Donald mengambil HP yang ada disaku bajunya. Namun, ekspresinya beda sekali dengan yang tadi, mukanya tambah tegang, matanya melotot, mulutnya mengangah lebar, untung nggak ada lalat yang terbang dekat dia, bisa-bisa ditelan mentah-mentah.

"Ada apa Nal?" tanya Lee heran.

"Gila ... Ini udah jam setengah tujuh!" katanya tak percaya.

"Jadi kita disini udah 2 jaman, oh my God!" Lee ikut kaget dibuatnya.

Tak beberapa lama kemudian, terdengar lolongan anjing malam dari kejauhan.

Aaauuuuuuuuuwwwww....

Angin dingin berhembus tipis, membelai tengkuk mereka berdua. Satu-persatu bulu kuduk mulai berdiri.

"Anjing, Nal. Aku, kok merinding ya!" bisik Lee sambil memegang tengkuknya.

"Jangan ngomong sembarangan!" balas Donald, mencoba menghalau letupan-letupan rasa yang mulai menjalar menyerang keberanian menjadi was-was ditambah sedikit kengerian malam tanpa di temani sang rembuan.

Thuk... Thuk... Thuk...

Terdengar suara langkah kaki menghampiri.

Thuk... Thuk... Thuk...

Suaranya semakin lama, semakin terdengar jelas. Bulu kuduk mulai siap siaga, berdiri dengan was-was. Tanpa sengaja tangan kanan Lee mencengkeram pergelangan tangan Donald dengan kuat.

"Auuuu... Lee, sakit!" teriaknya sambil menghempaskan genggaman Lee.

"Sorry..."

"Kamu dengar suara nggak?" Lee berbisik lirih. Donald mengangguk dan bergeser merapat.

"Suaranya berhenti, setelah kamu teriak," tambah Lee. Donald mengangguk lagi, geser lagi.

"Orang apa setan?" bisik Lee kembali. Donald menggeleng pasrah.

Suara itu kembali terdengar mendekat.

Thuk... Thuk... Thuk...

Lee dan Donald saling berpandangan dan makin merapat, kemudian terasa pundak kanan Lee terasa berat seakan ada yang mencengkeram dari belakang.

Dan...

"Woiiiii.... Ngapain jam segini belum pulang?" suaranya memecah kesunyian sore itu.

Mereka terperanjat kaget dan reflek menoleh kebelakang.

"Pak Ilham!" kata mereka hampir bersamaan.

"Ngapain kalian belum pulang? ini sudah larut!" katanya.

"Kita lagi nungguin bapak. Hari inikan ada kelas ekstra, apa bapak nggak ingat?" kata Lee menyadarkannya.

"Oh iya...bapak lupa. Maaf, tadi bapak sibuk. Kepala sekolah minta laporan hasil studi besok pagi diserahkan, jadi bapak harus menyelesaikan hari ini," kata Pak Ilham sambil menghela nafas panjang.

"Pak, wajah bapak kok pucat. Kayak kurang tidur, pasti habis begadang ya pak? Istirahat dulu pak! biar fresh," kata Lee saat melihat kepenatan diwajah Pak Ilham yang gantengnya mulai sedikit memudar.

"Nggak apa-apa, bapak sudah terbiasa. Oh iya di rumah ada acara selamatan. Kalian datang ya!" undang Pak Ilham.

"Kapan pak?" tanya Donald.

"Wah, makan makan nih!" bisik Lee pada Donald.

Pak Ilham tersenyum, mendengar bisikan yang terdengar jelas, karen memang keadaan sangat sepi, suara nyamuk saja kedengaran apalagi suara Lee yang serak-serak banjir.

"Sekarang," jawab Pak Ilham.

"Siap pak, kalau begitu mereka pamit pulang dulu pak," kata Lee lantang.

"Okey, bapak juga harus pulang, sampai ketemu besok!"

"Loh, Kok besok pak? kita nanti ketemu di rumah bapak, kan?" kata Lee polos.

Pak Ilham tidak menjawab, dia hanya tersenyum, melambai dan berlalu pergi.

Beberapa detik kemudian...

"Weh.... Sudah sepi, tinggal kita berdua," Lee dan Donald berpandangan beberapa saat, dan sebelum makhluk lain berdatangan, mereka langsung ngacir pulang, ganti baju dan lanjut menuju rumah pak Ilham.

Sesampainya di rumah Pak Ilham...

Di sana banyak sekali orang yang datang. Tapi entah mengapa Lee dan Donald merasa sedikit aneh. Semuanya memakai baju hitam-hitam hanya mereka berdua yang masih menggunakan baju santai berwarna cerah, merah hijau.

"Brooo, kita salah kostum!" bisik Donald.

"Iya, tadi Pak Ilham nggak ngomong kalau harus pakaian hitam," balas Lee sedikit manyun.

"Trus g'mana, kita masuk?" tanyanya ragu.

"Masuk aja, entar kalau kita balik, pasti sudah kehabisan makanan," bisik Lee.

Donald mengangguk setuju.

Kemudian merekapun masuk dan bersalaman dengan beberapa orang disana. Beberapa detik kemudian… Kembali hati Lee merasa aneh. Semua yang hadir memasang muka sedih, bahkan ada yang menangis terisak-isak.

‘Kenapa pada nangis, acara apa ini?’ pikir Lee.

Lee memandang Donald dan Lee merasa mereka memikirkan hal yang sama.

"Mungkin keluarga Pak Ilham ada yang meninggal dunia. Coba lihat semua pakai baju hitam, dan lihat tuh ada yang berbaring ditutupi sama kain batik, dan semua pada nangis. Bisa disimpulkan kalau ada yang meninggal dunia," bisik Donald pada Lee.

"Inalillahi wa innailaihi roji'un," kata mereka hampir bersamaan.

"Tumben hari ini kamu pinter Nal!" puji Lee.

"He.. he.. aku kan emang pinter...kau aja belum tau," katanya sombong.

Kemudian mereka duduk di sebelah Lola. Lee memandangi sekeliling ruangan mencari keberadaan Pak Ilham, namun tak tampak bayangannya sekalipun, kemudian Lee bertanya pada Lola.

"Lol, dari tadi kok Pak Ilham nggak kelihatan, ya?"

Lola menoleh pada Lee dan tangannya menunjuk kearah tubuh yang ditutupi dengan kain batik dan disampingnya ada beberapa orang laki-laki yang berkomat-kamit. Mata Lee tertujuh kearah yang ditunjukkan Lola, tapi tetap Lee tak bisa menemukan pak Ilham disana.

"Yang mana Lol, aku nggak lihat," kata Lee pada Lola.

"Yang terbaring ditutupi kain," jelas Lola.

"Yang bener !" mulut Lee menganga lebar, tak percaya, mulut Donald menyusul kemudian.

"Tadi sore jam setengah lima pak Ilham kena serangan jantung, waktu di kamar mandi, nggak ada yang tau, trus kepalanya terbentur wastafel dan akhirnya beliau meninggal di tempat," kata Lola sambil menghapus air matanya.

"Hahhhh..."

Mereka berdua saling menatap tak percaya, atas apa yang baru saja mereka dengar.

"Jadi yang kita temui di sekolah, Arwah Pak Ilham," bisik Donald pada Lee. Muka mereka memucat.

Lee menelan ludah kering, dia teringat saat di toilet sedang mengeluarkan hajat yang sangat sukar untuk dikeluarkan. Saat Lee berkonsentrasi penuh, terdengar suara gaduh dari arah luar.

Bruakkk....

Seperti benda jatuh sangat keras. Lee yang di dalam saat itu tak mampu keluar karena belum saatnya keluar, jadi dia diam saja di dalam toilet. Tak berapa lama terdengar dari luar suara ribut-ribut. Lee masih diam tak bersuara, setelah suasana kembali lengang dan terkendali, Lee pun beranjak dari tempatnya berada.

Membuka pintu dan didapatinya pak bon yang sedang mengepel lantai sekitar wastafel. Tampak olehnya warna merah menggenang disana.

'Mungkin tadi ada yang minum sirup cocopandan dan botolnya terjatuh disana,' pikirnya saat itu. 

Dan sekarang Lee baru sadar ternyata genangan warna merah itu adalah darah dari kepala pak Ilham yang terbentur wastafel. Tubuhnya lemas tak berselera makan, walau perutku menggeliat-geliat melihat nasi rames yang tersenyum manis merayunya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun