Mohon tunggu...
Yudhi Hertanto
Yudhi Hertanto Mohon Tunggu... Penulis - Simple, Cool and Calm just an Ordinary Man

Peminat Komunikasi, Politik dan Manajemen

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Artikel Utama

Media Sosial Minus Tanggung Jawab Sosial

4 Agustus 2020   14:58 Diperbarui: 5 Agustus 2020   14:32 1021
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi gambar: Agence France Press via New York Times

Di sisi lain, perusahaan digital memiliki tanggung jawab untuk melakukan pelurusan informasi yang benar. Perlu diperkuat dengan formulasi atas regulasi di jagat digital yang menjadi ruang publik baru, agar ada kemampuan bertanggung jawab dalam seluruh proses komunikasi, termasuk produksi dan distribusi informasi.

Dalam situasi pandemi, ketidakmenentuan terjadi, maka dibutuhkan kemampuan yang saling terkait -koheren, dalam meningkatkan aspek logis dan rasional publik. Bisa jadi pula publik tengah berada dalam periode kelelahan -fatique, di periode panjang perang melawan wabah. Maka figur-figur informal yang menjadi opinion leader kerap mendapatkan pemuja dan pengikut.

Gagal Membangun Trust

Menguatnya prasangka konspirasi, manipulasi dan kepentingan bisnis maupun media, yang menciptakan monster Covid19 tidak lain disebabkan kegagalan dalam menciptakan rasa percaya -trust. 

Para penganut teori konspirasi tidak memiliki kepercayaan kepada pihak lain, termasuk (i) pada otoritas pemangku kebijakan dan pengambil keputusan, serta (ii) pada para pakar di bidang keilmuan terkait.

Inilah periode pasca kebenaran -post truth, sebuah masa dimana kebenaran dan kebohongan bercampur, dalam konsentrasi yang pekat sehingga sulit dipisahkan. 

Kemampuan untuk terus melakukan reproduksi kebohongan, teramplifikasi melalui media sosial. Kelebihan media baru ini adalah jangkauan -coverage, sifatnya yang cepat dan seketika -realtime update serta kemampuan menjadi interaksi -dialogue.

Rekatan emosionalitas menjadi lebih dominan dari aspek rasionalitas. Kebohongan menghegemoni, benar dan salah menjadi sulit dibedakan. Butuh kemampuan untuk mencerahkan dan tercerahkan. Wilayah ini pula yang menjadi medan perang baru, dalam upaya menang melawan pandemi.

Dibutuhkan tidak hanya (i) intervensi medis, yang bertujuan untuk mengatasi problem fisik penyakit akibat wabah, tetapi juga diperlukan (ii) intervensi sosial, guna mengatasi kerusakan yang dihasilkan dari lingkaran kebohongan yang tidak berujung tersebut. Pemangku kebijakan harus dapat mengkombinasikan kedua model intervensi tersebut secara optimal.

Pandemi membuat wajah sosial kita semakin rapuh -fragile, saat para ilmuwan tengah sibuk di ruang penelitian, media sosial seharusnya menjadi sarana dalam menguatkan modal sosial berhadapan dengan situasi melawan makhluk tidak kasat mata tersebut. 

Media sosial justru memperlihatkan wajah bengisnya, membuka sisi kelam menciptakan jarak sosial serta potensi konflik yang dapat mengakibatkan bertambahnya beban berat menghadapi pandemi kali ini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun