Bagaimana kita menilai kelelahan kerja sebagai bentuk dari indikator produktifitas? Mari kita ulas bersama:
Pertama: standar kinerja adalah satuan ukuran kerja yang ditetapkan perusahaan sesuai dengan target optimal akan estimasi pendapatan bisnis perusahaan.
Pada titik ini, efektifitas dalam pencapaian tujuan menjadi penentu, yakni memproduksi hasil sesuai dengan sumberdaya yang tersedia. Sementara efiiensi adalah target selanjutnya pasca proses produksi stabil dan berlangsung efektif.
Kedua: waktu kerja adalah durasi bekerja yang dianggap signifikan dan cukup dalam melaksanakan aktifitas fisik.Â
Harus dipahami bahwa manusia pada hakikatnya aadalah mahluk sosial yang secara umum memiliki titik jenuh kelelahan (fatique) sehingga harus diseimbangkan dengan waktu istirahat dan keluarga.
Ketiga: harus menjadi catatan bagi departemen produksi dan ketenagaan dalam mencermati tingkat lembur akibat overwork.
Apakah lembur berkontrusi pada pencapaian melebihi standart yang ditetapkan? Bila tidak, maka ada konsepsi yang salah dalam aspek cara bekerja maupun terdapat kebutuhan akan tambahan sumberdaya, akibat beban kerja serta pemetaan ketenagaan yang tidak tepat.
Keempat: overwork pada prinsipnya adalah waste karena terjadi misalokasi waktu dan tenaga dari estimasi produksi yang telah ditetapkan.
Dibutuhkan pengaturan yang ketat, khususnya bila kerja tambahan atau lembur tersebut datang sebagai inisiatif pribadi dan bukan berdasarkan instruksi.
Kelima: kelelahan bekerja secara akumulatif justru akan menurunkan produktifitas, karena dampak kesehatan yang ditimbulkan.Â
Ditinjau dalam sudut pandang finansial perusahaan juga akan semakin menambah pembiayaan, karena dibutuhkan extra cost biaya kesehatan karyawan.