Beberapa hari lalu istri sedikit kawatir mengenai kondisi anak pertama kami, ada sedikit gejala memerah di badan. Kita berdua terutama istri diliputi dengan kekawatiran, wajar karena ini adalah anak pertama. Namun kekawatiran lebih besar muncul ketika kita mulai berpikir bahwa fasilitas kesehatan adalah tempat pertama yang orang kunjungi ketika mengalami tidak enak badan, termasuk dengan gejala COVID-19.
Saya rasa kekhawatiran di atas tidak hanya kami yang mengalami, akan tetapi banyak calon pasien yang berpikiran sama. Saat ini seluruh faskes berjuang untuk menghadapi wabah pandemi ini, mulai dari tingkat terendah yaitu puskesmas.
Faskes sebagai tempat yang akan dikunjungi pertama ketika seseorang merasakan gejala menyerupai COVID-19, meski saat ini sudah ada protokol tersendiri untuk penanganan pasien dengan gejala COVID-19. Pemisahan dari tahap screening sudah dilakukan, pasien yang jujur menjadikan protokol ini berjalan dengan baik. Kekhawatiran terjadi ketika terdapat pasien yang tidak jujur dan meremehkan gejala yang muncul, sehingga tidak ada protokol yang diikuti.
Pasien COVID-19 masuk antrian non-protokol
Kondisi faskes umum seperti puskesmas dan terutama rumah sakit rujukan tidak menunjukkan tanda-tanda penurunan pengunjung, sehingga sering terlihat kepadatan di ruang tunggu. Memang tidak ada pilihan lain bagi orang yang merasa kurang sehat, harus segera mendapatkan pemeriksaan dan tindakan.
Setiap faskes telah mempersiapkan protokolnya tersendiri pada ruang tunggu pasien umum untuk mencegah adanya penularan COVID-19, menyediakan banyak handsanitizer dan membatasi tempat duduk. Namun resiko tetap ada jika ada pasien COVID-19 memasuki ruang tunggu pasien umum, karena ada level protokol tersendiri untuk menangani mereka.
Ketidaktahuan atau bahkan ketidakjujuran pasien dengan gejala COVID-19, selanjutnya memasuki alur pasien umum. Mengambil nomor antrian pada mesin antrian yang sama dengan pasien umum. Jika tidak ada kedisiplinan dalam menjaga kontak fisik, tata cara batuk dan bersin yang salah serta tidak menjaga kebersihan satu sama lain akan meningkatkan resiko penularan.
Mesin antrian dengan push notification
Melihat cepatnya penyebaran COVID-19 ini tidak bisa dianggap remeh, diperlukan perbaikan pada manajemen pelayanan faskes. Menjaga jarak sudah disarankan banyak pihak, tetapi kondisi faskes tidak semua dapat menerapkan dengan maksimal, banyak faktornya. Seperti ruang tunggu yang kecil, sehingga tidak mampu menampung jumlah pasien datang. Berakhir dengan gagalnya penerapan physical distancing, yang menambah resiko penularan.
Mesin antrian dengan push notification akan sangat membantu manajemen pada pelayanan faskes. Di lapangan pasien berkumpulnya pada satu titik dikarenakan mereka ragu untuk meninggalkan ruang tunggu yang dekat dengan informasi antrian.
Push notification pada mesin antrian akan membantu mengurangi jumlah pasien di ruang tunggu dengan mendekatkan informasi pada smartphone pasien. Memiliki informasi pada genggaman tangan dipastikan pasien tidak harus berada di ruang tunggu, mereka akan mendapatkan informasi berapa antrian lagi sebelum gilirannya. Tidak hanya melalui aplikasi, mesin antrian dengan push notification dapat melalui SMS memberitahu kepada pasien gilirannya untuk mendapatkan pelayanan.
Kita semua tidak berharap wabah pandemi ini terus bertambah seperti apa yang terjadi di China, Italia dan Amerika, tetapi persiapan dengan menyediakan sistem untuk mengakomodir lonjakan pasien adalah kewajiban. Mesin antrian dengan push notification dapat membantu penerapan physical distancing, dengan pasien tetap dirumah hingga mendekati giliran pelayanan.