Mohon tunggu...
Yudaningsih
Yudaningsih Mohon Tunggu... Pemerhati Bidang Sosial Budaya, Pendidikan, Politik dan Keterbukaan Informasi Publik

Akademisi dan aktivis keterbukaan informasi publik. Tenaga Ahli Komisi Informasi (KI) Prov Jabar, mantan Komisioner KPU Kab Bandung dan KI Prov Jabar. Alumni IAIN Bandung dan S2 IKom Unpad ini juga seorang mediator bersertifikat, legal drafter dan penulis di media lokal dan nasional. Aktif di ICMI, Muhammadiyah, dan 'Aisyiyah Jabar. Aktifis Persma "Suaka" 1993-1999. Kini sedang menempuh S3 SAA Prodi Media dan Agama di UIN SGD Bandung. Menulis sebagai bentuk advokasi literasi kritis terhadap amnesia sosial, kontrol publik, dan komitmen terhadap transparansi, partisipasi publik, dan demokrasi yang substantif.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Tawa Yang Tertunda

1 Agustus 2025   04:00 Diperbarui: 31 Juli 2025   13:09 60
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Beberapa luka sembuh perlahan. Tapi yang dibiarkan tumbuh di luar nalar---justru terus membusuk diam-diam.

Kia, sang sahabat yang menusuk dengan mulus, kini tak hanya hilang dari radar. Ia membangun versi cerita sendiri. Di arisan. Di chat grup alumni. Di telinga-telinga yang senang mendengar gosip daripada kebenaran.

"Hartini itu banyak utang, makanya Andri gak tahan."
"Jangan percaya, dia itu pinter main peran aja."

Kia menyebarkan fitnah dengan gaya klasik: satu kalimat manis, dua sisipan racun.

Bukan hanya karena ia pernah mencuri Andri,
Tapi karena ia tak pernah benar-benar memilikinya secara utuh.

Yang ia dapatkan hanyalah tubuh lelah Andri di malam-malam sunyi,
Sebagai pelarian.
Sebagai pelampiasan.
Sebatas kesepian yang bersalin rupa jadi pengkhianatan.

Kia dendam. Karena Hartini---yang konon ditinggalkan---justru tetap berdiri. Bahkan lebih utuh dari sebelumnya.

Kia bukan hanya pengkhianat, tapi juga penulis ulang narasi palsu. Karena perempuan yang menyesal telah menjadi selingkuhan---sering kali jadi perusak reputasi, agar luka mereka tampak lebih suci.

Hartini tak pernah berusaha membantah semua cerita yang beredar. Tak mencoba meluruskan gosip yang berputar dari grup WA hingga arisan RT.

"Kalian mau percaya dengan semua ceritaku, silakan. Tidak percaya pun tidak apa-apa. Karena kalian kan dengarnya dari aku, dan itu versiku."

"Kalau kalian dengar dari pihak sana, tentu aku tampak berbeda. Tapi aku tidak menulis ini untuk membela. Aku hanya bercerita.
Dan cerita ini... adalah milikku."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun