Hartini hanya bisa menatap getir:
"Jadi sekarang anak-anakku jadi alat buat mengundang belas kasihan?"
"Aku bisa maklum kalau kamu menikah lagi karena cinta. Tapi karena kasihan?"
Anak-anak jadi alat eksploitasi emosi untuk narasi baru rumah tangga Andri. Ironi hidup yang terasa seperti skrip sinetron azab.
Tahun 2023 jadi titik balik. Satu per satu, anak-anak kembali ke rumah Hartini.
Namun mereka bukan lagi anak-anak yang dulu.
Anak kedua menjadi keras.
Si bungsu tak mau sekolah.
Yang sulung terlalu dewasa dan diam.
Mental mereka seperti bangunan yang diguncang gempa berkali-kali.
"Bu Hartini, anak-anak ibu trauma," kata psikolog sekolah.
"Mereka butuh waktu, bukan hanya cinta."
Hartini mengangguk.
"Saya bisa beri waktu seumur hidup saya. Asal mereka mau tinggal bersamaku."
Kepulangan anak-anak bukan akhir cerita bahagia. Tapi awal perjuangan panjang membenahi reruntuhan jiwa yang nyaris tak tersisa.