Mohon tunggu...
Yudaningsih
Yudaningsih Mohon Tunggu... Pemerhati Bidang Sosial Budaya, Pendidikan, Politik dan Keterbukaan Informasi Publik

Akademisi dan aktivis keterbukaan informasi publik. Tenaga Ahli Komisi Informasi (KI) Prov Jabar, mantan Komisioner KPU Kab Bandung dan KI Prov Jabar. Alumni IAIN Bandung dan S2 IKom Unpad ini juga seorang mediator bersertifikat, legal drafter dan penulis di media lokal dan nasional. Aktif di ICMI, Muhammadiyah, dan 'Aisyiyah Jabar. Aktifis Persma "Suaka" 1993-1999. Kini sedang menempuh S3 SAA Prodi Media dan Agama di UIN SGD Bandung. Menulis sebagai bentuk advokasi literasi kritis terhadap amnesia sosial, kontrol publik, dan komitmen terhadap transparansi, partisipasi publik, dan demokrasi yang substantif.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Tawa Yang Tertunda

1 Agustus 2025   04:00 Diperbarui: 31 Juli 2025   13:09 60
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Hartini hanya bisa menatap getir:

"Jadi sekarang anak-anakku jadi alat buat mengundang belas kasihan?"
"Aku bisa maklum kalau kamu menikah lagi karena cinta. Tapi karena kasihan?"

Anak-anak jadi alat eksploitasi emosi untuk narasi baru rumah tangga Andri. Ironi hidup yang terasa seperti skrip sinetron azab.

Tahun 2023 jadi titik balik. Satu per satu, anak-anak kembali ke rumah Hartini.

Namun mereka bukan lagi anak-anak yang dulu.

Anak kedua menjadi keras.
Si bungsu tak mau sekolah.
Yang sulung terlalu dewasa dan diam.

Mental mereka seperti bangunan yang diguncang gempa berkali-kali.

"Bu Hartini, anak-anak ibu trauma," kata psikolog sekolah.
"Mereka butuh waktu, bukan hanya cinta."

Hartini mengangguk.

"Saya bisa beri waktu seumur hidup saya. Asal mereka mau tinggal bersamaku."

Kepulangan anak-anak bukan akhir cerita bahagia. Tapi awal perjuangan panjang membenahi reruntuhan jiwa yang nyaris tak tersisa.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun