Mohon tunggu...
Yuanita Pratomo
Yuanita Pratomo Mohon Tunggu... Freelancer - Mommy

Give a mom a break and she will conquer the world!

Selanjutnya

Tutup

Parenting Artikel Utama

Ibu Mertua, ASI dan Perjalanan yang Terjal

7 Oktober 2022   12:57 Diperbarui: 7 Oktober 2022   14:28 654
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi seorang ibu sedang memberi ASI untuk buah hati (Sumber: shutterstcok)

Waktu saya mengumumkan secara resmi ke forum keluarga suami bahwa saya sedang hamil, adik ipar saya langsung wanti-wanti, "Nanti harus ASI eksklusif lho, mbak."

Segitu pentingnya ya? Emang gak ada pilihan lain?

Adik ipar saya ini rupanya menganggap sangat serius masalah ini. Dia bahkan memberi saya buku tentang ASI eksklusif. 

Aduh, saya benar-benar lupa banget judulnya apa, tapi itu memang buku yang sangat bagus dan mencerahkan wawasan saya.

Saya pun menurut. 

Bukan karena tercerahkan oleh bukunya, tetapi karena istri adik ipar saya juga baru melahirkan, jadi saran yang diberikan sudah terbukti kebenarannya secara empiris. Selain itu, karena profesi adik ipar adalah dokter. Saya takut kualat saja dengan ilmunya.

Jadilah selama hamil saya berusaha keras mempersiapkan diri supaya ASI saya lancar jaya. 

Saya ikut senam hamil supaya proses lahiran alami berjalan lancar karena konon sangat berpengaruh terhadap produksi ASI. Kalau proses lahiran tidak lancar akan menimbulkan stres pada ibu yang berpotensi menghambat produksi ASI. 

Selain itu saya juga rutin minum susu kedelai dan mengikuti terapi supaya ASI lancar.

Ceritanya sih sudah optimis banget bakal bisa memberikan ASI eksklusif tanpa banyak kendala, karena merasa persiapan saya sudah all-out. Jadi, saya tidak pernah menyangka kalau perjalanan ASI eksklusif saya dikemudian hari ternyata cukup terjal.

Singkat cerita, pada kontrol kehamilan terakhir, Pak Dokter memvonis harus segera lahiran hari itu juga, karena air ketuban keruh. Padahal due date-nya harusnya masih dua minggu lagi.

Saya bertanya seberapa urgent, apakah bisa ditunda besok. Pak dokter setuju besok saja. Selain butuh waktu untuk menyiapkan mental, saya juga ingin menuntaskan bucket list saya dulu sebelum lahiran, seperti ke salon, nonton film dan dinner romantis dengan suami. 

Pertimbangannya, nanti pasca lahiran pasti tidak sempat melakukan hal-hal tersebut dan supaya baby saya nanti setelah lahir gak ngileran (berliur) karena keinginan ibunya belum kesampaian. Hehe oke alasan kedua memang terlalu mengada-ada dan mitos belaka.

Hari itu juga, sepulang dari dokter, saya dan suami pun ngebut menuntaskan semua yang terdapat dalam bucket list saya. 

Ilustrasi. Sumber : freepik.com
Ilustrasi. Sumber : freepik.com

Di kemudian hari, saya menyadari ini adalah keputusan terbaik yang pernah kami buat. 

Percayalah, setelah menjadi orang tua, apalagi kalau tinggal sangat jauh dari keluarga, mencari waktu dinner berdua saja susahnya luar biasa, kalau tidak mau dibilang mustahil. 

Esok harinya, waktu masuk lift menuju ruang lahiran, masih optimis donk. Karena saya keukeuh lahiran alami, jadinya di induksi untuk merangsang bukaan jalan lahir.

Delapan jam kemudian karena mempertimbangkan resiko yang ada, akhirnya dilakukan tindakan operasi caesar.

Pasca operasi sampai hari ketiga, ASI saya belum keluar juga. Mungkin karena lahir lebih awal dari jadwal sehingga hormon-hormonnya juga belum siap atau belum terlalu sempurna terbentuk, termasuk hormon untuk memproduksi ASI. Itu dugaan saya. Tolong dikoreksi kalau saya salah ya.

Si cantik pun diberi sufor oleh suster. Saya down. Belum lagi ditambah saya sempat mengalami alergi obat selama pemulihan pasca operasi.

Pulang ke rumah, saya dibekali sufor oleh pihak Rumah Sakit beserta tata cara dan aturan pemberiannya, karena ASI saya tak kunjung keluar. Mungkin memberi ASI memang bukan bagian hidup saya, begitu pikir saya. Semangat saya pun mulai menurun.

Tapi saya masih tetap berusaha donk. Kakak saya datang membawa bengkoang dan mengupaskannya untuk saya. Konon, bengkoang sangat berguna untuk merangsang produksi ASI.

Dan benar, setelah makan beberapa pas diperas keluar...Tes...tes...tes...

Kolostrum pertama saya untuk si Cantik. 

Hanya beberapa tetes, sayangnya. Hiks. Produksi masih tersendat.

Terus terang pada saat itu, seluruh anggota keluarga saya termasuk ibu saya pun juga tidak terlalu paham mengapa masalah ASI sebegitu pentingnya buat saya. Kalau ASI gak keluar, khan masih ada sufor. Kok ribet banget?

Saya benar-benar pada titik akan menyerah karena tidak punya support system dalam dunia per-ASI-an, kecuali suami. 

Suami sendiri sebenarnya tidak terlalu yang fanatik ASI eksklusif juga, realistis saja mana yang lebih masuk akal dan praktis. Tipikal bapak-bapak gitu deh.

Keadaan berbalik ketika Ibu mertua yang tinggal diluar kota, berkunjung ke rumah kami. Bukan sekedar menengok cucu, ternyata ibu mertua saya juga membawa misi untuk menyukseskan program ASI eksklusif saya. Titipan misi dari adik ipar saya.

Secara ilmu dan pengalaman, ibu mertua saya jelas mumpuni, terutama karena enam bulan sebelumnya cucu yang lain juga baru lahir. Iya, anak dari adik ipar saya itu. Baby ASI eksklusif. Karena saat itu mereka tinggal serumah, jadi Ibu mertua juga ikut turun tangan membantu mengurus cucu pertamanya itu.

Dengan support ibu mertua inilah, pelan-pelan saya pun kembali ke jalan yang benar. 

Beliau melakukan segala cara untuk melancarkan produksi ASI saya dan lebih penting lagi, memompa semangat saya yang sudah mulai turun dititik terendah.

Ibu mertua menyingkirkan kaleng-kaleng sufor yang kami bawa dari Rumah Sakit, padahal produksi ASI saya masih senin kamis. 

Demi menggenjot produksi susu, menu utama saya berkutat seputar sayuran hijau, susu kedelai, dan kacang-kacangan. Tidak lupa, bengkoang. Tentu saja didampingi ikan, daging dan lain-lain karena saya masih bergaya hidup omnivora.

Saya sempat khawatir takut putri saya kelaparan karena ASI saya tidak cukup. Tapi ibu mertua terus menyemangati, tidak ketinggalan istri dari adik ipar saya pun berbagi pengalamannya sendiri yang juga berjuang memberikan ASI eksklusif.

Karena termotivasi, produksi ASI saya pun mulai lancar, membuat percaya diri saya bangkit kembali.

Setelah misi berhasil dan produksi ASI saya cukup aman, ibu mertua pun kondur alias pulang kembali ke rumah beliau.

Tetapi mungkin karena kecapekan, stres dan kesakitan yang tidak juga mereda ditambah tidak ada support system lagi, produksi ASI saya pun kembali tersendat. Dokter anak menyarankan didampingi sufor saja, karena BB si cantik tidak sesuai kurva.

Saya dan suami bimbang. Masak iya perjuangan yang sudah setengah mati ini harus terhenti di tengah jalan? 

Saya menyadari dengan produksi ASI yang agak macet saat itu, kalau sampai di dampingi sufor pasti terancam macet total, karena kurang stimulasi.

Kami pun akhirnya menghubungi konsultan laktasi terdekat. Mbak Rizka, apa kabar? Beliau yang tak pernah surut memberikan supportnya.

Enam bulan kemudian, saat saya dan si cantik menempuh perjalanan udara 15 jam, saya pun sangat bersyukur dianugerahi kesempatan untuk bisa berjuang memberikan ASI untuk si cantik, walaupun jalannya terjal dan naik turun seperti roller coaster.

Kalau tidak, waduh...

Tidak terbayangkan bagaimana repotnya menyeduh sufor dalam pesawat, belum lagi ketika baby rewel terutama saat take-off dan landing karena rasa tidak nyaman di telinganya.

Bagaimana cara efektif menenangkannya dan mengusir rasa bosannya terperangkap dalam ruangan terbatas berjam-jam lamanya? Belum lagi, tentengan yang pasti banyak dan ribet.

Saya bisa menarik nafas lega di sepanjang perjalanan yang melelahkan itu, karena hanya perlu mendekap dan menyusui putri saya.

Si Cantik pun tenang selama perjalanan. Tidak rewel dan senang-senang saja, bahkan sibuk mengamati tato di lengan bapak-bapak di sebelah kami dengan mata bulatnya yang penuh rasa ingin tahu. 

Sesekali menyentuhnya dengan jari-jari mungilnya, membuat si bapak tertawa-tawa dan pas landing ikut membantu membawakan koper-koper kabin kami.

Manfaat ASI tidak hanya saya rasakan selama perjalanan di udara saat itu, tapi juga dikemudian hari, baik di keseharian maupun diperjalanan-perjalanan berikutnya.

Menenangkan baby ASI pun relatif lebih mudah, karena ketika proses menyusui, bukan hanya nutrisi yang ia dapatkan, tapi juga rasa aman, nyaman, dan disayangi.

Ikatan batin antara ibu dan anak pun terjalin dengan lebih erat. Selain itu baby ASI daya imunnya relatif lebih bagus, lebih tahan banting. Satu lagi, lebih cerdas.

Dari sisi ibu, jelas manfaatnya sangat luar biasa, apalagi kalau mau pergi-pergi. Gembolan tidak perlu banyak, praktis dan ringkas. Tinggal membawa bekal makan sebanyak-sebanyaknya untuk si ibu yang selalu kelaparan. Dan yang jelas lebih ekonomis dibandingkan kalau harus mengalokasikan budget untuk membeli sufor.

Saya akhirnya bisa menuntaskan 2.5 tahun memberikan ASI untuk si cantik, termasuk 6 bulan ASI eksklusif.

Saya bersyukur Tuhan memberikan support system yang luar biasa. 

Suami, tentu saja, yang walaupun sedikit apatis tapi rela wira wiri membelikan segala macam tipe pompa untuk merangsang produksi ASI. 

Kemudian Ibu mertua,  adik ipar dan istrinya, kakak yang membawakan bengkoang, mbak Rizka teman curhat dan konsultan laktasi saya.

Terima kasih tak terhingga untuk mereka.

Tapi rasa terima kasih terdalam saya haturkan terutama untuk Ibu mertua saya.

Tidak mudah menyerah. Tidak mengenal kata tidak bisa. Motivasi dan jiwa kepemimpinan beliau yang kuat yang terasah selama bertahun-tahun karena profesi beliau semasa masih aktif bekerja memang seringkali menimbulkan gesekan dalam komunikasi kami karena saya juga punya bakat keras kepala.

Akan tetapi, justru gemblengan itulah membuat saya tidak menyerah memberikan ASI untuk putri saya dan merasakan manfaatnya hingga hari ini.

Maturnuwun, buk.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Parenting Selengkapnya
Lihat Parenting Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun