Mohon tunggu...
Yuanita Pratomo
Yuanita Pratomo Mohon Tunggu... Freelancer - Mommy

Give a mom a break and she will conquer the world!

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Artikel Utama

Alasan Sebenarnya Mengapa Orang Senang Bergunjing

30 Oktober 2021   07:19 Diperbarui: 31 Oktober 2021   23:07 944
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi bergunjing | Sumber: Shutterstock

Pagi hari sambil ngopi, menanti si cantik bangun pagi, mari kita ngobrol cantik dulu.

Hari Sabtu di tanggal muda, pasti lagi hebohnya menikmati waktu santai bersama keluarga yang serba sumringah. 

Sumringah karena untuk sesaat hati bahagia melihat rekening yang menggemuk, sebelum kembali melangsing di awal bulan karena terkuras untuk membayar tagihan-tagihan.

Lho, kok saya jadi curhat ya? Hehehe. Lupakan saja, mari kembali ke topiknya. Karena ini hari bahagia, jadi mari kita ngobrolin hal-hal yang ringan menyenangkan. Mari bergunjing, eh.

Setiap orang dalam hidupnya pasti pernah bergunjing atau digunjingkan, walaupun kadar, lingkup dan medianya berbeda-beda.

Ada yang kelas berat yang membuat kita seram kalau dekat-dekat, ada yang kelas ringan yang bergunjing hanya dengan pasangan. Ada yang lingkupnya sangat luas, sampai kampung eh grup WA tetangga, ada yang lingkupnya sebatas kamar tidur saja. Maksudnya, bergunjingnya ya sama pasangan saja saat mau tidur. Ngomong-ngomong, itu masuk kategori bergunjing atau sekadar pillow talk, ya? 

Medianya pun beraneka ragam, dari yang konvensional seperti berbisik bisik di balik pagar sampai yang menggunakan media digital seiring perkembangan zaman, bergunjing di grup-grup berwarna hijau yang lagi tenar.

Apapun itu, saya tak akan membahas satu-persatu hal di atas, saya hanya ingin ngobrolin tentang alasan orang menggunjing karena lebih saru eh seru.

Alasan Pertama, Kebanyakan Waktu Luang

Orang yang bergunjing sebenarnya belum tentu berniat buruk, tapi bisa jadi karena mereka terlalu banyak waktu luang. 

Jadi begitu ketemu yang sama-sama banyak waktu luangnya, bahan obrolan paling menarik cenderungnya adalah ngobrolin orang lain.

Ironisnya, orang yang diobrolin ini justru seringkali tidak cukup punya waktu luang seperti mereka yang menggunjingkannya.

Jadi, kalau ada orang yang menggunjingkan kita padahal kita tidak ada urusan apa-apa dengan mereka, salah satu kemungkinan besarnya adalah karena kita paling sibuk bin produktif diantara mereka. Jadi, bersyukurlah.

Ada yang bilang, orang yang paling sering dijadikan bahan gunjingan adalah orang yang paling tidak bisa diajak bergunjing. Karena untuk bergunjing selalu diperlukan obyek penderita, yaitu orang yang menjadi bahan gunjingan. Kan tidak mungkin bergunjing tentang orang yang diajak bergunjing, kalau itu namanya curhat.

Jadi marilah berdaya upaya mengisi waktu kita dengan hal-hal yang produktif, supaya tidak sempat memiliki waktu luang yang terlalu banyak sehingga tidak tergoda untuk ikut urusan gunjing menggunjing.

Alasan Kedua, Rasa Iri Kolektif

Beberapa hari lalu waktu saya sedang menyapu halaman depan rumah saya sendiri bukan rumah tetangga, ada mobil pick up yang melintas di depan rumah dengan tulisan menarik di bagian belakang bak-nya yang terbuka:

"Di balik sebuah kesuksesan, pasti ada tetangga yang rasan-rasan."

Kurang lebih begitulah tulisannya, karena saya ingat-ingat lupa. Rasan-rasan itu dalam bahasa Jawa yang artinya bergunjing atau menggunjingkan.

Saya sempat tertawa dalam hati saat membacanya, lucu sih tapi ada benarnya juga. Kegiatan menyapu saya pun jadi berbeda, kecepatannya jadi berlipat ganda karena mendadak isi kepala dipenuhi ide untuk menuliskannya meskipun baru terealisasi hari ini.

Tidak semua orang bahagia melihat kesuksesan orang lain, apalagi kalau orang itu dari jauh hari sudah sibuk membandingkan dirinya dengan orang yang sukses tersebut. Padahal tidak ada aturan manapun yang mengharuskan kita membandingkan diri kita dengan orang lain, tapi begitulah kita manusia. 

Termasuk saya yang juga pernah tergoda membandingkan diri dengan Agnes Monica. 

Untungnya saya tidak iri, justru saya merasa Agnes yang iri dengan saya, karena saya sudah berkeluarga sedangkan dia belum juga ketemu jodohnya. Ah sudahlah, sebenarnya itu cara saya menghibur diri sendiri saja.

Intinya, iri hati itu bisa menyapa siapa saja. Hanya bedanya ada yang sambil lalu, ada yang hinggap selamanya. 

Masalah timbul ketika mereka yang punya rasa iri itu tidak sendiri, tapi punya teman-teman senasib yang menyimpan rasa yang sama. Godaan untuk menggunjing pun semakin tak terbendung. Semakin banyak peserta, semakin menggelora.

Jadi kalau ada rasa iri hati terselip, namanya juga manusia, curhat saja dengan yang terpercaya seperti pasangan, orang tua, saudara kandung atau saudara spiritual kita, karena mereka yang sayang dan peduli dengan kita biasanya akan mengingatkan kita kembali ke perasaan yang semestinya, bukan malah mengobarkannya.

Hindari mencari-cari teman senasib dan asoy geboy bergunjing. Karena senasib saat ini belum tentu senasib nanti. Sekarang menjadi teman bergunjing, esok hari mungkin kita yang menjadi obyek pergunjingan.

Seperti dalam dunia politik, dunia pergunjingan juga tidak mengenal kawan ataupun lawan. Hanya satu yang abadi dan menjadi pusat perhatian, kepentingan.

Tentu saja, saya juga pernah melakukan kesalahan yang sama. Jadi sebenarnya tulisan ini, seperti tulisan-tulisan saya yang lain, adalah self-reminder saya juga supaya tidak jatuh di lobang yang sama untuk kesekian kalinya.

Alasan Ketiga, Untuk Melupakan Masalah Sendiri

Orang bergunjing kadang-kadang hanya dipicu oleh kebutuhan untuk melupakan masalahnya sendiri yang sudah membubung tinggi. 

Saking suntuk dan stresnya memikirkan gunungan masalah yang tanpa solusi, mereka pun melampiaskannya dengan membicarakan masalah orang lain dalam kancah pergunjingan.

Pergunjingan karena alasan ini tidak lagi mempertimbangkan fakta yang berat sebelah atau informasi yang timpang, boro-boro mikirin versi both side cover-nya, kalau bisa bahkan ditambahi berbagai bumbu dari garam sampai merica supaya lebih keluar rasa sensasinya. Semakin heboh, semakin lupa masalah sendiri.

Begitulah obrolan singkat kita tentang pergunjingan kali ini.

Sekali lagi tulisan ini dibuat bukan dalam rangka menghakimi. Mengutip artikel dari kompasianer Rudy Subagio, bahwasanya kita semua adalah orang-orang yang berutang, jadi apalah hak kita menghakimi sesama? Oleh sebab itu, tulisan ini ditujukan sebagai sarana untuk mawas diri dan relaksasi.

Mawas diri supaya kita sebisa mungkin tidak kepleset atau dengan sengaja menjerumuskan diri dalam lembah pergunjingan, yang sekarang tidak lagi identik dengan ibu-ibu seperti di gambar ilustrasi, tapi juga bapak-bapak, kakek-nenek, remaja, pemuda dan siapa saja yang senang ngobrolin si gunjing dengan dua jempolnya.

Relaks saja ketika ada yang menggunjingkan kita baik di dunia nyata maupun maya, apalagi kalau gunjingannya hanya didasarkan pada cerita satu sisi saja. Selama kita juga tidak menyalahi norma dan etika serta tidak mengganggu ketertiban umum, tidak perlu risau.

"Betjik ketitik, ala ketara," begitu kata orang Jawa. Lagipula, masih ada kompasiana yang mencerdaskan kehidupan bangsa.

Ignore the noise, focus on HIS voice!

Selamat menikmati hari Sabtu yang ceria dengan penuh sukacita bersama siapapun yang sudah seharusnya dekat di hati kita.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun