Jadi begitu ketemu yang sama-sama banyak waktu luangnya, bahan obrolan paling menarik cenderungnya adalah ngobrolin orang lain.
Ironisnya, orang yang diobrolin ini justru seringkali tidak cukup punya waktu luang seperti mereka yang menggunjingkannya.
Jadi, kalau ada orang yang menggunjingkan kita padahal kita tidak ada urusan apa-apa dengan mereka, salah satu kemungkinan besarnya adalah karena kita paling sibuk bin produktif diantara mereka. Jadi, bersyukurlah.
Ada yang bilang, orang yang paling sering dijadikan bahan gunjingan adalah orang yang paling tidak bisa diajak bergunjing. Karena untuk bergunjing selalu diperlukan obyek penderita, yaitu orang yang menjadi bahan gunjingan. Kan tidak mungkin bergunjing tentang orang yang diajak bergunjing, kalau itu namanya curhat.
Jadi marilah berdaya upaya mengisi waktu kita dengan hal-hal yang produktif, supaya tidak sempat memiliki waktu luang yang terlalu banyak sehingga tidak tergoda untuk ikut urusan gunjing menggunjing.
Alasan Kedua, Rasa Iri Kolektif
Beberapa hari lalu waktu saya sedang menyapu halaman depan rumah saya sendiri bukan rumah tetangga, ada mobil pick up yang melintas di depan rumah dengan tulisan menarik di bagian belakang bak-nya yang terbuka:
"Di balik sebuah kesuksesan, pasti ada tetangga yang rasan-rasan."
Kurang lebih begitulah tulisannya, karena saya ingat-ingat lupa. Rasan-rasan itu dalam bahasa Jawa yang artinya bergunjing atau menggunjingkan.
Saya sempat tertawa dalam hati saat membacanya, lucu sih tapi ada benarnya juga. Kegiatan menyapu saya pun jadi berbeda, kecepatannya jadi berlipat ganda karena mendadak isi kepala dipenuhi ide untuk menuliskannya meskipun baru terealisasi hari ini.
Tidak semua orang bahagia melihat kesuksesan orang lain, apalagi kalau orang itu dari jauh hari sudah sibuk membandingkan dirinya dengan orang yang sukses tersebut. Padahal tidak ada aturan manapun yang mengharuskan kita membandingkan diri kita dengan orang lain, tapi begitulah kita manusia.Â