Mohon tunggu...
Yeni Sahnaz
Yeni Sahnaz Mohon Tunggu... Penulis - Junior

Seorang lansia yang senang bertualang di belantara kata-kata dan tidak suka pakai kacamata kuda dalam menyelami makna kehidupan.

Selanjutnya

Tutup

Travel Story

Reuni dan Ironi Kehidupan di Rangkasbitung

18 Maret 2018   23:40 Diperbarui: 21 April 2018   04:55 626
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Travel. Sumber ilustrasi: PEXELS/Jcomp

Rumah temanku terbuat dari anyaman bambu, berlantai tanah, tanpa listrik dan luasnya tak lebih dari duapuluh lima meter persegi. Hampir tak ada perabot yang berarti kecuali balai-balai untuk ditiduri oleh delapan orang penghuni yang terbuat dari bambu pula. Di rumahnya aku betah nongkrong sambil mengamati kehangatan sikap mereka yang nyaris jarang bertikai. 

Dari temanku itulah aku banyak belajar tentang ketabahan menjalani hidup. Sepulang sekolah Ia biasa menjajakan penganan titipan tetangganya sambil berkeliling kampung. Tak jarang ada orang-orang iseng yang memanggilnya seolah mau membeli namun setelah didekati orangnya kabur. Mendapat perlakuan seperti itu Ia tak pernah marah. Ia akan tersenyum dan melangkah pergi untuk berkeliling lagi. 

Dulu aku tidak paham makna dari peribahasa 'Hati seluas samudera,' kini baru tersadar bahwa dialah pemiliknya. Layakkah kehidupan seperti itu disandang oleh keluarga koruptor? Bandingkan dengan ulah koruptor sungguhan yang mengemplang dana BLBI trilyunan rupiah, mereka bebas berkeliaran tanpa pernah disentuh oleh Lembaga Peradilan.

Belum puas bernostalgia aku bergegas ke tempat reuni berlangsung karena sudah waktunya hadir. Banyak motif yang mendorong seseorang untuk datang ke acara reuni; Selain untuk menjalin tali silaturahim, temu kangen juga untuk unjuk diri. Menit demi menit berlalu saat peserta reuni berdatangan satu persatu. Degup, harap dan takjub berbaur saat bertemu dengan teman lama yang telah bermetamorfosis. 

Sungguh aku terpana oleh penampilan teman-teman yang 'manglingi.' Banyak yang rambut hitamnya sudah diselingi uban yang menjalar, gigi banyak yang tidak utuh lagi, kulit pun mulai mengeriput, adapula teman yang dulu tubuhnya kurus kini nampak membengkak dan sebaliknya, semuanya seolah menyadarkan diri kalau usia tidak muda lagi. Tidak terasa waktu begitu cepat berlalu padahal menurut perasaan baru kemarinnya tampang mereka masih imut-imut.

Bermacam sikap yang ditampilkan oleh teman-teman yang sekian lama tidak bersua. Ada teman yang seolah menjaga jarak, namun masih ada beberapa teman yang nampak tidak berubah sikap karena dari dulu sampai kini masih tetap 'ngocol abis.' Yang mengenaskan saat aku menjabat tangan seseorang yang dulu kusuka secara diam-diam, ternyata Ia tak mengenaliku lagi. Berulang kali namaku kusebut, Ia tetap lupa.

Ada ironi terjadi saat obrolan mulai bergulir mengulas eksistensi diri masing-masing. Si A sudah punya cucu, si B sudah jadi janda, Si C sudah almarhum, si D sudah melarat, si E sudah jadi pejabat, si F berpoligami, si G sudah jadi dai dan seterusnya. Ada lagi komentar dari si Z: " Tidak disangka ya si H yang dulu juara di sekolah sekarang cuma jadi anu ...sementara si I yang dulu tidak berprestasi wah...hebat ..sudah sukses ...jadi pejabat dan kaya lagi...!"

Makna Sukses

" Sukses, " itulah tujuan hidup setiap insan;. Namun sepertinya tidak ada pola yang pasti untuk meraih kesuksesan, begitu juga tidak ada parameter yang pas untuk mengukur derajat kesuksesan seseorang. Selama ini ada kecenderungan penilaian kesuksesan hanya dilihat dari pencapaian finansial; Mengapa demikian? Karena materi dianggap ornamen terpenting yang turut mewarnai kehidupan, mudah dilihat dan diperlihatkan. Materi pun kerap dijadikan alat untuk menggapai impian seperti meraih jabatan, jenjang pendidikan, pasangan hidup idaman dan yang lainnya. 

Tak heran bila sekarang orang terobsesi mengejar materi dan berbagai atribut duniawi demi meningkatkan citra diri dan meraih 'martabat yang tinggi' di tengah masyarakat dengan cara yang kadang membuat bulu roma berdiri. Hal inilah yang membahayakan karena semua ingin didapat dengan cara instan. Lahirnya para koruptor dan manipulator karena dikonstruksikan oleh masyarakat yang menjunjung tinggi budaya materialisme. Lalu bagaimana bila kita melihat orang-orang yang hidup dalam kesederhanaan?

Biasanya orang tersebut akan segera mendapat cap 'tidak sukses.' Sungguh ironi di tengah budaya materialisme yang sudah menguasai berbagai sendi kehidupan yang kerap menumpulkan nurani dan mempengaruhi kita untuk menjadi hedonis ternyata masih ada orang yang mau hidup dalam 'ketidak suksesan' demi menjunjung tinggi nilai-nilai kebajikan. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun