Mohon tunggu...
Yovianus Toni
Yovianus Toni Mohon Tunggu... Konsultan - Iklim berubah, saya juga

Lihat, tandai

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop Pilihan

Satu RT Satu Ruang Publik

30 September 2015   13:31 Diperbarui: 30 September 2015   14:26 192
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Jakarta memang punya banyak ruang publik yang luas, dengan berbagai fasilitas yang memadai. Sebut saja Taman Monas yang bukan saja luas tetapi dilengkapi berbagai fasilitas untuk aktivitas luar ruangan seperti berolahraga. Tetapi Monas tidak bisa diakses dengan mudah terutama bagi warga Jakarta yang tinggal di pinggiran. Warga yang tinggal di perbatasan Jakarta seperti Cakung, Cipayung, Cengkareng membutuhkan waktu setidaknya 1 jam perjalanan pergi dan 1 jam perjalanan pulang. Kita harus membuat persiapan matang untuk bisa menikmati taman kota.

Di tiap kelurahan juga sudah ada taman publik yang luasnya bisa 1000an m2 yang turut dilengkapi dengan berbagai wahana permainan anak-anak yang sederhana, bangku bahkan jogging track. Tetap saja masalahnya kurang lebih sama. Minimal harus menggunakan sepeda motor untuk menjangkau lokasi, yang akhirnya membuat masalah baru karena perlu tempat luas untuk parkir. Itu sebabnya saya sendiri lihat bahwa taman-taman lokal yang disediakan oleh Kelurahan lebih sering dinikmati oleh warga sekitar, yang bisa menjangkau lokasi dengan berjalan kaki.

Saya akhirnya memahami satu hal tentang masyarakat urban Jakarta. Walaupun sudah terbiasa dengan situasi mobilitas tinggi, warga butuh ruang terbuka yang bisa dijangkau dengan jalan kaki. Kita butuh pendekatan baru dalam memenuhi kebutuhan ruang publik.

Ruang publik langsung di masing-masing wilayah Rukun Tetangga (RT).

Di Jakarta, satu RT dihuni rata-rata 200 orang atau minimal 50 KK. Dengan berjalan kaki, sebuah RT sudah bisa dikelilingi dalam 5-10 menit. Kira-kira demikian luas sebuah RT. 10 – 15 RT menjadi sebuah RW dan sebuah Kelurahan punya rata-rata 10 RW. Angka-angka ini hanya kurang/lebih, tidak mutlak tentu saja.

Akhirnya  tidak mudah mendapatkan lahan kosong di kawasan yang sudah penuh sesak oleh penduduk.

Karena terbatas ruang, warga urban malah dapat inspirasi memanfaatkan ruang-ruang sempit secara maksimal. Rumah minimalis, urban farming, vertical agriculture adalah contoh yang bisa disebutkan untuk kreativitas memanfaatkan ruang sempit. Aspek fungsional lah yang dicari. Cara-cara kreatif itulah yang dipakai untuk mendapatkan ruang publik.

Bagaimana mendapatkan lokasi?

Ada sebuah fakta menarik di tingkat RT: setiap tahun, pada saat momen agustusan, setiap RT biasa menggelar berbagai lomba yang membutuhkan ruang. Sesempit-sempitnya lingkungan RT, selalu saja ada ruang yang bisa dipakai. Entah itu gang atau tempat parkiran sebuah kantor/gedung bahkan halaman rumah seorang warga yang luas.

Ruang publik di tingkat RT dibuat hanya untuk mengakomodasi warga se-RT bisa berinteraksi pada saat-saat tertentu. Mengobrol antar sesama warga, anak-anak bermain raket, atau permainan tradisional atau hanya sekedar berlarian atau bermain sepeda, ibu-ibu mempunyai ruang untuk membawa bayinya dengan kereta dorong.

Aktivitas seperti ini hanya membutuhkan ruang antara 200 – 500 m2. Pilihan paling mungkin adalah memanfaatkan jalan raya atau gang yang ada di dalam RT. Jika RT mempunyai jalan/gang selebar 4 meter kita bisa memanfaatkan jalan sepanjang 50 m saja.

Kita bisa mendapatkan itu dengan menutup jalan secara sementara, misalnya antara jam 4 – 6 sore atau pada akhir minggu ditambah antara jam 6 – 10 pagi. Karena jalan di dalam RT biasanya hanya melayani warga sekitar, penutupan sementara ini biasanya tidak terlalu berdampak bagi pengguna kendaraan. Pengalihan ke jalan alternatif disiapkan untuk hal tersebut.

Jarak tempuh dengan berjalan kaki

Pada umumnya warga menyukai jika jaraknya dapat ditempuh 5 menit saja dengan berjalan kaki. Tidak perlu membawa sepeda motor apalagi mobil. Berjalan 5 menit dengan santai itu hanya berjarak sekitar 200 meter dari rumah. Jarak yang dekat memungkinkan anak-anak bisa langsung menjangkau lokasi hanya dengan sepeda mereka, atau ibu-ibu bisa langsung mendorong kereta bayinya tanpa persiapan khusus sebagaimana kalau menikmati taman kota yang besar. Apalagi sudah menjadi kebiasaan warga kota untuk menyuapi anak-anak mereka makan sambil menikmati suasana luar ruangan.

Merencanakan dan mengelola secara partisipatif

Perencanaan yang dibuat secara partisipatif akan membangkitkan rasa kepemilikan warga, dan jika warga sudah merasa memiliki, warga bisa berkontribusi apa saja untuk membuat ruang publik tersebut menjadi lebih menarik dan nyaman. Warga sudah terbiasa dengan kerjabakti bulanan dan saya yakin warga senang jika diundang untuk hadir dalam pertemuan untuk merencanakan ini.

Untuk tahap awal, bisa dimulai dengan memilih jalan mana yang bisa dipakai. Hal-hal lain yang bisa disepakati seperti pengelola yang bergantian antar warga, waktu operasi, konsep ruangnya, perlengkapannya dan bagaimana sosialisasi ke seluruh warga. Karena ruang publik juga dinamis, konsep yang sempurna tidak perlu menjadi target di awal.

Untuk mempercantik lokasi sekaligus penanda, jalan beraspal bisa dicat berwarna warni. Serahkan urusan ini ke karang taruna atau warga yang memang punya ketrampilan dekorasi. Asal warga diajak, selalu saja ada yang bisa menangani hal-hal tersebut.

Pemerintah, misalnya di tingkat kelurahan cukup melakukan fungsi pembinaan dan dukungan anggaran, misalnya mendorong beberapa RT yang sudah siap untuk memulainya dan menjadikan itu pembelajaran untuk ditiru oleh RT lain. Jika pemerintah kota ingin mewujudkan kota yang layak huni, ini menjadi gerakan yang bisa mempercepatnya. Pada momen-momen tertentu,misalnya agustusan atau ulang tahun kota, dibuat lomba ruang publik antar RT.

Jenis aktivitas yang bisa dilakukan:

Karena letaknya yang terjepit di antara rumah dan permukiman padat, tentu saja aktivitasnya cenderung pasif seperti mengobrol atau pun bersepeda bagi anak-anak. Olahraga yang ringan seperti badminton bisa juga dilakukan. Rapat-rapat RT bisa juga dilakukan di tempat seperti itu, dan malah bisa menghadirkan peserta yang lebih banyak. Jika sudah dibenahi, arisan-arisan RT juga bisa langsung digelar di tempat tersebut. Bukan tidak mungkin, acara ulang tahun anak juga bisa langsung di lokasi tersebut. Jika ada warga yang mampu, dia bisa menyediakan hotspot gratis untuk dipakai oleh pengguna gadget.

Ruang publik yang sudah terkelola dengan baik dan partisipatif, bisa membuat lingkungan kita seperti rumah klaster. Warga menjadi saling kenal dan fungsi interaktif-nya dapat.

Manfaat yang tidak ditemukan di tempat lain:

Kehadiran ruang publik di tingkat RT ini tidak bisa dianggap sepele. Kelebihan yang dimilikinya, tidak diperoleh pada ruang publik besar seperti taman kota atau taman rekreasi yang paling lengkap sekalipun.

  1. Jaraknya dekat, hanya beberapa menit dari rumah. Tidak perlu mempersiapkan diri secara khusus sebagaimana kalau kita ke taman kota atau ke tempat rekreasi. Karenanya kita bisa menikmatinya setiap hari.
  2. Kita bisa berimprovisasi lebih lanjut. Tentu saja, karena kita punya kontribusi langsung dengan lokasi tersebut. Seiring makin terasanya manfaat ruang publik RT ini, selalu ada saja ide baru untuk membuatnya menjadi lebih cantik dan nyaman.
  3. Terjadi kontak sosial yang mendalam antar warga. Tidak dipungkiri bahwa kontak sosial membuat warga juga menjadi lebih sehat secara emosi dan ujung-ujungnya produktivitas kerja meningkat.
  4. Anak-anak juga bisa bertumbuh dan berkembang dengan baik karena berinteraksi sosial dengan anak-anak sebaya lainnya. Kita boleh punya mainan buat anak yang canggih, tetapi anak juga butuh teman sebaya untuk berinteraksi. Dengan demikian, anak-anak kota tidak tumbuh menjadi asosial.
  5. Menciptakan lingkungan sendiri menjadi lebih layak huni. Dengan kehadiran sebuah ruang publik kecil, warga juga menjadi semakin memperhatikan lingkungan sekitar, baik itu kebersihan maupun pencegahan kebakaran. Ini karena di ruang terbuka yang dinikmati oleh sesama tetangga, diskusi tentang problem sehari-hari di sekitar lingkungan RT.

Diakui bahwa ruang publik adalah lahan milik bersama yang dapat dipakai sebagai wadah berinteraksi warga. Bagian ini saya tekankan: wadah berinteraksi warga. Di ruang publik RT, itu kita berinteraksi secara langsung dan tanpa media. Ini bagian yang hampir hilang dari warga kota karena kesibukan dan hadirnya media sosial.

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun