Mohon tunggu...
Yossie Fadlila Susanti
Yossie Fadlila Susanti Mohon Tunggu... Guru - Pendidik PAUD

Travelling susur tempat bersejarah seperti candi-candi peninggalan nenek moyang, bangunan kuno, dan mengulik sejarahnya adalah hal yang sangat saya sukai disamping profesi sebagai pendidik anak usia dini.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Subuh Berdarah di Bulan Ramadan, Sebuah Catatan Pilu Masa Lalu

16 Mei 2023   19:57 Diperbarui: 20 Mei 2023   14:08 330
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber gambar : Freepik

            Mereka berdua saling berpelukan, saling melepas rindu, bagai ayah dan anak yang sudah lama tak bersua.  Rasa yang sungguh mengharu biru membekap keduanya.  Darmawan merasakan sesak di dadanya, matanya mulai sembab oleh air mata yang tak mampu dibendungnya. Dan Septia, ia tak mampu berkata apa-apa menyaksikannya.

            "Oh, ternyata beliau ini yang pernah diceritakan oleh Mas Wawan," ucap Septia dalam hati yang sejak tadi berada di belakang Darmawan, suaminya.

            "Oh, maaf Pak, ini ... ini istri saya, Septia," ucap Darmawan seraya melepas pelukannya dan memperkenalkan istrinya.

            "Mas Wawan dulu pernah bercerita banyak tentang Bapak," ucap Septia pelan seraya menjabat tangan Pak Karnadi.

Sesaat kemudian, terdengar suara adzan dhuhur berkumandang. Para jamaah shalat dhuhur  pun mulai berdatangan.

            "Mas Wawan, Mbak Septi, kalau berkenan, bagaimana kalau kita ngobrol di gubug saya, tapi mohon maaf sebelumnya, sebaiknya kita melaksanakan shalat dhuhur dulu ya," ucap Pak Karnadi sambil menangkupkan kedua tangan di depan dadanya.

            Mereka pun bergegas bersiap-siap ke tempat wudhu, pun  Darmawan beserta istrinya. Shalat jamaah siang itu diimami oleh Pak Karnadi. Beliau dari dulu dipercaya untuk mengurus masjid ini. Tidak hanya menjadi Imam  masjid, tapi bahkan beliau bersedia ikut merawat dan membersihkan masjid.

            Usai shalat,  Darmawan jauh merasa lebih tenang dari pada ketika ia mulai memasuki desa ini. Ya, sebuah kenangan kelam tak terlupakan seumur hidupnya itu, sempat membuatnya harus menjalani konseling selama hampir 10 tahun lamanya!

***

            Waktu itu, malam, selepas shalat tarawih seperti biasa 7 sahabat itu berjalan pulang sambil bersenda gurau. Mereka adalah Prio, Sholeh, Dullah, Asnawi, Hamdani, Reno, dan Wawan. Usia mereka hampir sama dan mereka sama-sama duduk dibangku sekolah menengah di desa itu. Meskipun kelas mereka berbeda, namun itu tak menghalangi persahabatan di antara mereka.

            "Nda, besok beneran ya, kita lanjut jalan-jalan setelah sahur dan subuhan," ucap Asnawi kepada para sahabatnya. Nda, adalah panggilan yang tren saat itu untuk  mereka ber tujuh yang menunjukkan keakraban mereka.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun