Strategi provokasi ini baru akan jadi senjata makan tuan, jika pemain lawan mampu bermain lebih cerdik, dan tidak termakan provokasi.
Disebut senjata makan tuan, karena lawan yang lebih cerdik akan "memaksa" intensitas permainan jadi lebih tinggi, dengan tekel-tekel atau keras pelanggaran keras jadi pemandangan umum.
Akibatnya, mereka jadi lepas kendali, dan ada pemain yang harus dikartu merah wasit. Pada laga melawan Manchester City, Atletico Madrid kehilangan Felipe yang dikartu merah, akibat aksi ribut-ribut di lapangan, saat masa injury time babak kedua.
Sebelumnya, tim penghuni Estadio Wanda Metropolitano ini juga tiga kali kali mendapat kartu merah di fase grup liga Champions. Dua kartu merah didapat saat bertemu Liverpool, sementara satu lagi saat bertemu FC Porto.
Dari tiga momen ini, dua kartu merah diantaranya terjadi karena pelanggaran keras kepada pemain lawan, sementara satu lagi muncul karena aksi kurang respek kepada wasit.Â
Secara total, tim juara bertahan Liga Spanyol telah mengantongi 4 kartu merah, atau terbanyak di Liga Champions musim ini. Sebuah catatan yang cukup sangar.
Jadi, kalau Atletico Madrid-nya Simeone bertemu tim kuat yang tidak mudah diprovokasi, dalam pertandingan dengan dipimpin wasit tak kenal kompromi, selesai sudah.
Strategi provokatif memang sah-sah saja diterapkan, karena itu memang jadi satu bagian dari permainan. Tapi, jika kadarnya terlalu berlebihan, strategi itu bisa jadi toksik, karena bisa merusak semangat "fair play", tim sendiri dan tim lawan.