Mohon tunggu...
Yose Revela
Yose Revela Mohon Tunggu... Freelancer - Freelance

YNWA. Wonosobo, 14 Juli 1992 yoserevela@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Bola Pilihan

Saat Provokasi Menjadi Kata Kunci

15 April 2022   07:48 Diperbarui: 15 April 2022   07:49 337
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Momen kisruh pemain Atletico Madrid dan Manchester City di perempatfinal Liga Champions (Marca.com)

Inilah alasan, mengapa para pemain Atletico kadang hanya mengincar satu-dua pemain lawan sebagai target utama provokasi, dengan melakukan tekel-tekel kasar atau minimal "nakal", sambil sesekali menampilkan aksi teatrikal saat dilanggar.

Jika si pemain tersulut emosi dan membalasnya, itu bukan perkara sulit. Tapi, sekali cedera atau dapat kartu kuning, dia akan dipaksa bermain hati-hati. Akibatnya, performa si pemain akan melempem.

Situasi akan semakin kacau, andai ternyata ada beberapa pemain lawan yang jadi target provokasi dan termakan provokasi itu.

Pada titik paling ekstrem, suasana akan memanas, dan bisa jadi ajang baku hantam, seperti yang kita lihat di akhir pertandingan leg kedua melawan Manchester City.

Seperti diketahui, duel yang berakhir tanpa gol ini berlangsung panas, dengan bumbu aksi baku hantam sampai ke lorong pemain.

Di lapangan sendiri, tekel-tekel kasar dan nakal, plus provokasi kepada pemain lawan sukses membuat wasit memberikan kartu kuning kepada Joao Cancelo dan Rodri. Bukan cuma itu, Phil Foden juga harus diperban kepalanya, sementara kondisi Kyle Walker dan Kevin De Bruyne meragukan untuk pertandingan selanjutnya.

Di sisi lain, strategi provokatif ini juga ikut menyasar wasit. Hampir setiap kali ada pelanggaran, Antoine Griezmann dkk kompak mengerumuni dan terus berargumentasi dengan wasit, supaya wasit bisa dibuat ragu, dan membuat keputusan yang menguntungkan.

Strategi ini memang cukup merusak permainan, sehingga kerap disebut sebagai "anti-football", yang memang sudah ada sejak lama, bahkan sempat membudaya di beberapa negara.

Pada masa lalu, Italia punya "furbizia", yang sukses membuat seorang Zinedine Zidane menyundul Materazzi, sementara Uruguay sempat menampilkan versi sangar dari "Garra Charrua", yakni permainan keras menjurus kasar.

Bentuknya memang menyebalkan, tapi, ini menjadi strategi umum, untuk mengimbangi, bahkan melemahkan lawan yang lebih kuat.

Tujuannya jelas: menang. Kalaupun akhirnya kalah, lawan akan dibuat menang dalam kondisi babak belur, sehingga akan sedikit kesulitan di pertandingan atau babak selanjutnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun