Mohon tunggu...
Yosep Efendi
Yosep Efendi Mohon Tunggu... Dosen - Penikmat Otomotif

Selalu berusaha menjadi murid yang "baik" [@yosepefendi1] [www.otonasional.com]

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Sudah Bijakkah Kita Bermedia Sosial?

3 Agustus 2017   23:48 Diperbarui: 13 September 2017   05:35 1457
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Divhumas Polri Mengkampanyekan Budaya Positif Dalam Bermedia Sosial, 26 Juli 2017, Di Yogyakarta | foto dok. pribadi

Punya akun Facebook, Twitter, Instagram, Path dan media sosial lainnya? Jika punya, Sudah Bijakkah Anda  menggunakannya? Jujur saja, saya kesulitan menjawab pertanyaan itu. Disamping indikator "bijak" berlaku hukum relatifitas dan beragam, yang terpenting adalah dampak. Jika yang Kita unggah atau kirim melalui media sosial dapat berdampak positif untuk diri sendiri dan orang lain, mungkin itu bisa dikatakan bijak. Mungkin.

Ngapain Aja Di Media Sosial?

 

Ragam dan Manfaat Media Sosial | Materi Ditjen Aplikasi Informatika Kemenkominfo
Ragam dan Manfaat Media Sosial | Materi Ditjen Aplikasi Informatika Kemenkominfo

Meski belum bisa dianggap sebagai kebutuhan pokok, Media sosial sangat digemari. Banyak faktor yang membuat orang aktif di media sosial, misalnya eksistensi diri, bisnis/promosi usaha, menjalin komunikasi dengan teman dan saudara, atau sekedar mengisi waktu luang.

Kalau saya, yang setiap hari membuka akun media sosial saya --terutama Facebook-, aktifitas lebih banyak untuk menghimpun informasi/berita  yang sedang "hits". Sebab, akun saya mengikuti atau "like" berbagai portal media online yang selalu update, yang memudahkan saya untuk mendapat informasi "satu atap". Tanpa harus membuka satu per satu laman media tersebut.

Tujuan kedua aktif di media sosial adalah untuk menjalin interaksi dengan teman-teman, terutama teman "jauh". Soal interaksi dengan teman di media sosial, saya memang kurang aktif. Sangat jarang mengomentari update status teman-teman, hanya memantau saja. Kecuali komentar yang masuk ke postingan saya,saya selalu berusaha membalas. Saya bukan tidak mau berkomentar "di lapak" teman, hanya takut salah memahami. Sebab, terkadang pemahaman terhadap tulisan-tulisan bisa berbeda, misalnya perubahan makna karena bahasa lisan diolah menjadi bahasa tulisan yang menimbulkan tafsir ganda. Apalagi jika tanda baca dan pemenggalan kalimatnya "kurang pas", jadi sulit untuk memahami maksudnya. Daripada salah paham saat komentar, mending "like". Tapi gak sembarang "like" kok,hehehe...

Atau, kesalahan menafsirkan kondisi. Contohnya, update status yang saya anggap bercanda, tetapi ternyata serius. Sebaliknya, tampaknya serius ternyata bercanda. Kan repot juga jika salah paham seperti itu. Tapi itulah dunia maya, itulah media sosial, yang penuh dengan "misteri".

Think Twice Before You Post

Dari berbagai akun media sosial yang saya miliki, saya hanya aktif di Facebook dan Instagram. Sebelum posting, saya biasanya terlebih dahulu membuat di catatan HP. Saya baca dan edit berulang, baru kemudian posting. Bukan perfectionis, hanya tak ingin postingan tersebut dimaknai berbeda, yang kemudian berdampak negatif. Bahkan, saat ingin posting hal-hal yang candaan pun harus tetap hati-hati. Bayangkan, postingan candaan saja harus dipikirkan serius, apalagi postingan yang serius?

Berpikir berulang kali sebelum posting dapat menyelamatkan Kita dari dampak negatif media sosial. Juga dapat menyelamatkan anak-anak yang sudah "ketagihan" media sosial. Bahkan, anak usia 10 tahun sudah banyak yang menggunakan medsos. Menurut data Kemenkominfo, 75,5% masyarakat usia 10 -24 tahun aktif menggunakan medsos. Tertinggi setelah masyarakat usia 25-34 tahun. Tidak bermaksud meremehkan pola pikir anak usia 10 atau belasan tahun, tetapi faktanya memang banyak anak yang "terjerat" dalam ruang negatif medsos, akibat tidak bijak menggunakannya.

Dalam sebuah acara bertajuk "Membangun Budaya Positif Dalam Bermedia Sosial" di Rich Hotel Yogyakarta, Brigjend Ahmad Dofiri Msi, selaku Kapolda DIY menyampaikan bahwa banyak yang tidak bijak menggunakan media sosial, terutama anak-anak. Beliau menceritakan kasus yang baru-baru ini terjadi di wilayah "kekuasannya", dimana ada anak usia 15 tahun yang harus berurusan dengan polisi, akibat postingan Facebook yang menghina pihak kepolisian. Pada kasus tersebut, polisi sudah berusaha berkomunikasi lewat pesan Facebook, guna menanyakan sebab dari "kemarahan" anak itu pada polisi. Namun, bukan mendapat respon positif, anak tersebut justru semakin mengeluarkan kalimat yang kasar dan tak pantas. Terpaksa, polisi menjemput anak tersbeut dikediamannya.

Menjadi Teladan Untuk Anak-anak

Memang, secara nyata anak tersebut salah dan layak mendapat pembinaan. Tetapi, yang terpenting adalah "mengapa ia berani menghina di ruang publik?". Bisa saja Ia berani posting kasar karena terbiasa membaca postingan kasar dari  teman-teman di beranda Facebooknya. Akibatnya, anak tersebut mungkin menganggap postingannya itu biasa saja, tidak ada yang aneh dan tidak berdampak negatif. Oleh sebab itu, mari bijak menggunakan media sosial, percaya atau tidak -- disadari atau tidak, postingan Kita bisa saja "dicontoh" oleh anak-anak.

"Ah, Kita kan dimedia sosial untuk seneng-seneng, ngapain mikirin anak orang lain?"

"Siapa suruh anak-anak bikin media sosial? Apa orangtuanya tidak mengawasi?"

Pertanyaan itu tidak sepenuhnya salah, memang orangtua wajib mengontrol/mengawasi aktifitas anak. Orangtua pun hendaknya berfikir berulang-ulang sebelum memberikan gadget dan akses internet untuk anak. Sebagaimana yang diungkapkan oleh Rusmini Supriadi, seorang aktifis perlindungan anak dan perempuan, yang intinya menyatakan bahwa tak sedikit orangtua yang cenderung memberikan gadget namun kurang bijak dalam mengotrol aktifitas anak di dunia maya.

Rusmini Supriadi (tengah) sedang menyampaikan materi
Rusmini Supriadi (tengah) sedang menyampaikan materi
Mengontrol aktifitas anak di duniamaya memang tidak mudah. Namun, Rusmini Supriadi yang telah lama bergelut menyelesaikan permasalahan anak-anak  tersebut punya solusi agar anak terhindar dari dampak negatif dunia maya. Berikut ini adalah solusi yang Beliau tawarkan:

Solusi Yang ditawarkan oleh Rusmini Supriadi
Solusi Yang ditawarkan oleh Rusmini Supriadi
Jika Anda adalah orangtua yang anaknya sudah "pandai" bemain media sosial dan internet pada umumnya, silakan menerapkan solusi di atas. Agar anak-anak --genarasi penerus- terselamatkan dari dampak negatif dunia maya. Pepatah sudah mulai bergesar: "media sosialmu, harimaumu". Pun dengan "media sosial lebih tajam daripada pedang". Mari bijak menggunakan media sosial.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun