Mohon tunggu...
Yon Bayu
Yon Bayu Mohon Tunggu... Penulis - memaknai peristiwa dari sudut pandang berbeda | menolak kampanye kebencian atas nama agama

memaknai peristiwa dari sudut pandang berbeda | menolak kampanye kebencian atas nama agama

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

Benarkah Kompasiana Sedang Krisis?

12 Agustus 2021   13:41 Diperbarui: 12 Agustus 2021   14:16 1163
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Logo Kompasiana/Ilustrasi. Sumber: kompasiana.com

Membaca tulisan Kompasianer Steven Chaniago, membuat lututku gemetar. Mungkin tadi terlambat sarapan. Satu hal yang akhirnya aku pahami,  Kompasiana telah memperbolehkan Kompasianer saling hujat. Aku senang dan mohon izin untuk ikutan sekaligus moratorium dari pamitku hanya untuk satu tulisan ini.

Membaca cerpen Steven Chaniago, aku menangkap kesan Desa Konoha pernah mengalami krisis yang diakibatkan oleh asupan tulisan selain anime dan manga.

Namikaze Steven adalah pahlawan bagi Konoha dengan asupan tulisan anime dan manga yang begitu epic, heroik, memiliki jutaan pembaca, mampu menarik pembaca dari negeri Youtube, Instagram, Facebook, dll. Luar biasa. Namikaze tentu makhluk pilihan dari ras teratas karena yang dilakukan sesuatu yang sangat-sangat brilian, cerdas, fantastis, erotis.

Aku akan mengawali tulisan ini dengan kisah anak kecil yang yang baru tahu ekor sapi, lalu teriak-teriak kegirangan sambil mengatakan bentuk sapi adalah bulat panjang. Aku ingin menganalogikan anak ingusan yang baru lepas dari gendongan emak lalu mengeklaim telah mengetehaui isi dunia.

Kompasiana adalah platform berbentuk blog berbasis user generated content (UGC). Ciri utama dari blog model ini adalah keterlibatan penulis dari luar. Artinya, ketika kita membuka blog berbasis UGC, secara otomatis kita sedang MENGUNDANG penulis luar. Tentu tanpa paksaan, tanpa intimidasi.

Etikanya, setelah para penulis luar dengan latar berbeda datang bergabung dan mengikuti aturan (S&K) yang telah ditentukan, mereka diperlakukan, mendapat  perlakuan, yang sama. Tidak dibeda-bedakan atas nama apa pun baik latar belakang (suku. agama, hingga pendidikan), dan jenis konten (kategori apa pun yang telah disediakan oleh penyelenggara/admin).

Aku termasuk yang sangat mnenghargai dan hormat pada admin, termasuk dalam memberikan label pada setiap tulisan terkhusus terkait label Artikel Utama atau Tren Pekan Ini.

Namun aku sungguh kecewa ketika admin secara sepihak "mengebiri" tulisan politik dengan memberlakukan embargo waktu dan peniadaan kesempatan untuk mendapatkan label Artikel Utama dan Tren Pekan Ini. Sepanjang pengamatan, sejak beberapa bulan terakhir tidak ada satu pun tulisan politik yang mendapat label demikian itu. Aku yakin sekali hal ini sudah menjadi kebijakan, bukan terkait kualitas tulisan.

Sebagai blog keroyokan Kompasiana memiliki kewajiban untuk menyediakan ruang yang sehat untuk bersaing antar penghuninya. Sebab seperti kita pahami bersama, tulisan apa pun, bahkan tulisan sampah, jika ditaruh di Tren Pekan Ini, pasti memiliki viewer tinggi tanpa repot-repot share atau undang komunitas.

Itu sudah hukumnya di Kompasiana. Tidak percaya? Silahkan taruh tulisan sampah ini (aku menganggap ini tulisan sampah karena bukan tulisan yang biasa aku bikin, dan sebenarnya aku sudah tidak mau menulis di Kompasiana sampai ada perubahan kebijakan), di rubrik Tren Pekan ini selama seminggu. Tanpa perlu aku ikuti teori tentang cara mendapatkan view, pasti (aku jamin itu) viewnya di atas 10.000.

Mengapa begitu? Ini terkait tampilan Kompasiana (front end) di mana halaman muka (home) selalu muncul pertama saat kita mmbukanya. Otomatis tulisan yang ada di rubrik/kolom Artikel Utara dan Tren Pekan Ini  yang berada di tampilan muka terbaca oleh semua pengguna dan memiliki kecenderungan lebih besar untuk dibuka dibanding tulisan yang tidak mendapat label itu, apalagi tidak mendapat label sama sekali.

Dibuka belum tentu dibaca. Ingat itu. Seseorang mungkin membuka karena  terbaca duluan, terkecoh judul atau terpencet tidak sengaja saat scroll. Sistem Kompasiana otomatis mencatat sebagai keterbacaan (view) dan tersemat pada indeks jumlah tulisan tersebut.

Kedua, klaim tulisan manga atau anime memiliki pangsa pembaca besar dan penulis cerpen Desa Konoha memiliki banyak penggemar, apa parameternya? Jika klaim demikian itu benar, mestinya, setiap tulisan tentang manga dan anime di Kompasiana selalu mendapat view tinggi. Jika penulisnya memang memiliki banyak penggemar, punya teori brilian tentang mendatang viewer, mestinya nulis apa pun mendapat view tinggi.

Faktanya?

Beberapa tulisan manga dan anime yang tidak mendapat label Trend Pekan Ini atau Artikel Utama, memiliki jumlah keterbacaan sangat rendah. Seperti tulisan topik lainnya.

Tulisan dari penulis yang meraih view terbanyak setiap bulan, ternyata juga banyak yang tidak mendapat keterbacaan tinggi. Artinya hanya beberapa tulisan yang DIMANJAKAN ADMIN dengan label Tren Pekan Ini dan Artikel Utama yang mendapat view tinggi. Bagaimana bisa mengeklaim dirinya sebagai penyelamat dengan ide-ide brilian, inovatif, jika faktanya seperti itu? Bagaimana bisa "tega" mengajari orang lain cara mendapatkan view sementara tulisan sendiri zonk?

Sebagai perbandingan, saat masih aktif, aku ambil tahun 2020, tulisanku yang berjudul 5 Sikap Warga Negara yang Baik Saat Pandemi Covid-19 dan diberi label Artikel Utama mampu meraih 60.518 views. Jangan lihat lebih ke belakang karena view tertinggi satu artikelku adalah 480 ribu lebih.

Ketiga, timbul pertanyaan dalam diriku. Benarkah Kompasiana sedang krisis? Benarkah para punggawa Kompasiana melihat tulisan senior (hanya ngikut istilah yang sudah dipapar penulis lain), sudah tidak laku? Benarkah tulisan politik yang menjadi penyebab krisis sehingga HANYA tulisan politik yang diedel-edel, dikurung berjam-jam sebelum boleh tayang? Jangankan label Artikel Utama atau Tren Pekan Ini, sekedar bebas tayang pun tidak diberikan.

Sebagai penulis kategori politik, aku mempertanyakan dengan sungguh-sungguh kebijakan penganaktirian tulisan politik dan penganakemasan tulisan lain. Jika benar tulisan politik penyebab krisis keuangan di Kompasiana, aku siap mengembalikan seluruh K-reward yang pernah saya terima, bahkan dengan hadiah lainnya.  

Bukan aku banyak duit, malah sedang krisis finansial akut akibat PPKM seperti (mungkin) yang lain juga. Tetapi itu bukan alasan tidak sanggup mengembalikan K-reward yang pernah diberikan demi mengatasi krisis Kompasiana karena aku tidak ingin blog kebanggaanku ini kolaps atau mengambil jalan "aneh" seperti yang dilakukan dalam beberapa bulan terakhir.

Salam @yb

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun