Mohon tunggu...
Yon Bayu
Yon Bayu Mohon Tunggu... Penulis - memaknai peristiwa dari sudut pandang berbeda | menolak kampanye kebencian atas nama agama

memaknai peristiwa dari sudut pandang berbeda | menolak kampanye kebencian atas nama agama

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Jika KPK Abaikan Rekomendasi Ombudsman, Ini Sanksinya

21 Juli 2021   16:20 Diperbarui: 21 Juli 2021   16:24 378
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ombudsman RI. Foto: kompas.com

Kegelapan yang menyelimuti proses alih status pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjadi aparatur sipil negara (ASN) belum berakhir meski telah ada rekomendasi Ombudsman RI yang menilai telah terjadi maladministrasi. Sebab rekomendasi Ombudsman tidak memiliki kewenangan eksekusi secara pemidanaan mapun administrasi.

Sebelum membahas sejauh mana konsekuensi jika rekomendasi Ombudsman diabaikan karena tidak memiliki hak eksekusi pemidanaan (legally binding) maupun administrasi, ada baiknya kita lihat dulu rekomendasi yang diberikan Ombudsman terkait 75 pegawai KPK yang dinyatakan gagal menjadi ASN karena tidak lulus mengikuti tes wawasan kebangsaan (TWK).

Dalam perkembangannya terdapat 24 pegawai yang diberi kesempatan mengikuti Diklat Bela Negara dan Wawasan Kebangsaan. Hasil diklat tersebut akan dijadikan rujukan apakah tetap gagal atau bisa diangkat menjadi ASN. Wakil Ketua KPK Nurul Gufron menyebut 18 dari 24 pegawai telah menyatakan bersedia mengikuti diklat yang akan dilaksanakan oleh KPK bersama Kementeri Pertahanan.

Dalam rekomendasi yang disampaikan Ketua Ombudsman RI Mokhamad Najih disebutkan temuan maladministrasi dalam proses alih status pegawai KPK  terjadi sejak pembentukan kebijakan, pelaksanaan TWK dan oenerapan hasil.

Secara garis besar disebutkan, klausul tentang TWK dengan melibatkan Badan Kepegawaian Negara (BKN) muncul dari internal KPK. Kedua, adanya penyisipan ayat terkait mekanisme asesmen TWK yang baru muncul di akhir proses harmonisasi aturan dengan lembaga lain. 

Ketiga, kehadiran pimpinan lembaga termasuk menteri Hukum dan HAM serta menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi yang tidak lazim dalam sebuah rapat harmonisasi. Terlebih mereka tidak menandatangani berita acara rapat. Keempat, KPK tidak menyebarkan info terkait TWK kepada pegawai di mana  hal itu bertentangan dengan Peraturan KPK Nomor 12 Tahun 2018.    

Hal paling memalukan adalah fakta adanya kontrak dengan tanggal mundur (backdate) terkait MoU pengadaan barang/jasa melalui swakelola antara Sekjen KPK dan Kepala BKN  yang ditandatangani tanggal 8 April 2021 dan kontrak swakelola antara KPK dan BKN yang ditandatangani tanggal 26 April 2021, dibuat dengan tanggal mundur menjadi 27 Janurai 2021.  

"Tanda tangan  di bulan April dibuat mundur 3 bulan yaitu 27 Januari 2021," ujar anggota Ombudsman RI Robert Na Endi Jaweng.

Dalam tindakan korektifnya kepada KPK, Ombudsman meminta agar TWK tidak dijadikan dasar pengangkatan pegawai KPK menjadi ASN. Oleh karenanya terhadap 75 pegawai yang sebelumnya dinyatakan tidak lulus TWK harus tetap diangkat menjadi ASN sebelum 30 Oktober 2021 sesuai ketentuan UU Nomor 19/2019 dan PP Nomor 41/2020.

Belum diketahui jawaban dari KPK dan BKN terkait rekomendasi Ombudsman. Namun mari kita berandai-andai kedua lembaga tersebut menolak atau mengabaikan rekomendasi Pmbudsman. Bagaimanakah konsekuensinya?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun