Mohon tunggu...
Yonathan Christanto
Yonathan Christanto Mohon Tunggu... Penulis - Karyawan Swasta

Moviegoer | Best in Specific Interest Kompasiana Awards 2019

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Artikel Utama

Bioskop yang Tak Akan Mati Melawan Gempuran Konten Streaming

29 Oktober 2019   10:19 Diperbarui: 31 Oktober 2019   03:27 726
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar olahan pribadi menggunakan aplikasi edit gambar

"Menurutmu, bioskop bakal mati gak karena digempur layanan streaming film?," tanya temanku di sela-sela jam makan siang kantor.

Kemudian beberapa bulan lalu di sela-sela iklan sebelum film Koboy Kampus dimulai, kompasianer Dewi Puspa pun mengeluarkan statement yang kurang lebih hampir sama. Yaitu mengenai layanan streaming yang nyatanya tak mempengaruhi atau menghalangi orang untuk datang ke bioskop.

Menarik karena ternyata banyak hal yang bisa dikupas dari hubungan antara menjamurnya layanan streaming dan kebiasaan orang untuk menikmati film di bioskop. Menarik karena ternyata bioskop tak benar-benar mati, setidaknya untuk saat ini, meskipun layanan streaming yang tersedia sudah semakin banyak dan beragam.

Lantas, apa sih yang menyebabkan bioskop masih menjadi primadona para moviegoers?

1.Pengalaman Menonton yang Maksimal

britishcinematographer.co.uk
britishcinematographer.co.uk
Mengamini pernyataan pegiat industri film Hollywood, John Hersker, yang beranggapan bahwa biar bagaimanapun film tetaplah sebuah sajian yang hanya bisa dinikmati secara maksimal pada instalasi teater, dengan layar besar dan sound system maksimal serta bersama penonton lain tentunya. Tentu saja hal inilah yang menjadi diferensiasi utama antara bioskop dengan platform streaming.

Memang kita bisa melengkapi instalasi audio rumahan dengan berbagai variasinya yang membuat keluaran sound system di rumah makin menggelegar. Hanya saja hal tersebut tak akan benar-benar bisa menyaingi pengalaman menonton layaknya di dalam studio bioskop.

2.Film-film di Platform Streaming Masih Dianggap "Kelas 2"

Ilustrasi | cnet.com
Ilustrasi | cnet.com

Bukan, sub judul ini bukan bermaksud mendiskreditkan para pembuat film yang menggarap filmnya untuk diedarkan secara langsung melalui platform streaming. Karena sejatinya banyak juga film-film yang "direct to streaming platform" memiliki kualitas tak kalah baik bahkan beberapa di antaranya mampu melewati kualitas film-film bioskop. 

Sebut saja Roma, Okja, Bird Box dan The Night Comes For Us yang langsung ditayangkan di Netflix tanpa melewati tahapan tayang di bioskop. Kalaupun sempat ditayangkan di bioskop seperti Roma misalnya, itu hanya ditayangkan terbatas demi memenuhi syarat administrasi untuk penjurian di festival film.

Hanya saja berbeda dengan serial streaming yang memang dikenal banyak yang berkualitas, stereotip yang mengatakan bahwa film eksklusif di platform streaming adalah film "tolakan" bioskop sejatinya juga masih cukup tinggi. 

Tak salah memang, karena film-film seperti Mowgli, Annihilation dan The Cloverfield Paradox adalah beberapa contoh film-film yang sejatinya akan dirilis di bioskop namun kemudian berpindah haluan dengan langsung menayangkannya via Netflix karena diprediksi tidak akan mengeruk banyak penonton apabila ditayangkan di bioskop terkait materi yang dibawanya.

Untuk itulah, bioskop masih dianggap sebagai tolok ukur terkait menarik tidaknya sebuah film, meskipun Netflix, Prime Video dan layanan sejenis lainnya rutin memproduksi konten film original mereka. 

Tak heran jika kemudian film baru yang muncul di bioskop lah yang lebih dulu ditonton oleh para penikmat film, sebelum kemudian pulang dan menyaksikan film baru yang rilis di platform streaming andalannya.

3.Tempat Bertemunya Hobi dan Gaya Hidup

Ilustrasi bioskop | sumber: nst.com.my
Ilustrasi bioskop | sumber: nst.com.my
Satu hal yang membuat bioskop terus menjadi tempat favorit banyak orang adalah karena bioskop sendiri memfasilitasi hobi dan gaya hidup di dalam satu tempat.

Bagi para penikmat film garis keras, bioskop jelas merupakan tempat favorit untuk melampiaskan hobi nonton mereka. Sementara bagi para penikmat film dengan tipe kasual, bioskop juga bisa menjadi tempat bersosialisasi dengan teman atau mungkin hanya sekadar meeting point sebelum melanjutkan aktifitas lainnya.

Kumpul dengan sahabat lama, kumpul arisan ataupun sekadar mengajak gebetan kencan biasanya sering dimulai dari ajakan nonton di bioskop. Karena tak bisa dipungkiri, mengawali pertemuan dengan menyaksikan tayangan film di bioskop bisa mencairkan suasana yang sebelumnya kaku. Bahan obrolan pun akan lebih banyak dan tentunya sangat cair, berkat bahasan yang tercipta seselesainya menyaksikan sebuah film.

4.Menonton dengan Pengalaman

Ilustrasi bioskop 4D | sumber: y-oman.com
Ilustrasi bioskop 4D | sumber: y-oman.com
Saat ini kegiatan menonton film di bioskop tak terbatas dengan hanya duduk dan makan popcorn. Seperti sensasi minum kopi yang berbeda pada coffee shop yang di desain unik misalnya, bioskop pun demikian. Ada pengalaman yang saat ini juga dijual oleh penyedia jaringan bioskop, selain film itu sendiri.

Menyaksikan film pada layar lebih besar yang mensupport teknologi IMAX, menyaksikan film pada instalasi kursi studio yang lebih mewah dan nyaman, menyaksikan film dengan teknologi 4D yang tak hanya bisa menggoyangkan kursi namun juga memberikan cipratan air dan bau-bauan tertentu seiring dengan adegan tertentu di sebuah film, hingga menyaksikan film dengan layar bioskop yang terbagi tiga di kanan dan kiri, kini menjadi pilihan alternatif yang menarik bagi para penonton.

Tentu tak perlu menyebutkan fasilitas di bioskop apa itu, hanya saja hal-hal yang disebutkan di atas menjadi bukti bahwa bioskop kini menjual produk berupa pengalaman untuk memaksimalkan unsur hiburan yang dicari oleh para moviegoers. Yang mau nonton biasa ada, yang mau nonton dengan pengalaman unik dan berbeda pun instalasinya sudah tersedia.

5.Bioskop Sebagai Tolok Ukur Industri

Ilustrasi | sumber: verdict.co.uk
Ilustrasi | sumber: verdict.co.uk
Dari sisi industri perfilman, tak bisa dipungkiri bioskop berperan sebagai tolok ukur utama terkait baik atau tidaknya perkembangan industri ini. Karena tak bisa dipungkiri, biaya film yang begitu mahal membutuhkan semacam etalase atau showcase yang berperan untuk menampilkan hasil produksi film-film tersebut secara langsung.

Perhitungan bioskop lah yang paling jelas. Baik dari jumlah penonton, berapa banyak layar yang memutar suatu film, catatan box office hingga reaksi audiens, semua bisa tercatat rapi pada setiap film yang muncul di bioskop.

Itulah sebabnya di hollywood kita mengenal situs boxofficemojo.com dan di Indonesia lewat akun twitter @bicaraboxoffice yang sekarang sudah memiliki aplikasi sendiri bernama Cinepoint.

 Mereka memiliki peran mencatat pendapatan berbagai film yang rilis hingga kemudian publik pun bisa melihat hasilnya bahkan mengkalkulasi secara kasar mengenai berapa keuntungan yang bisa didapat rumah produksi dari sebuah film yang dirilis tersebut.

Tentu saja pencatatan ini belum bisa diterapkan pada film rilisan platform streaming. Selain jumlah penonton yang bias terkait 1 user bisa digunakan beberapa akun, jumlah yang benar-benar menonton pun belum tentu akurat. Karena bisa jadi, user hanya menyaksikan 2 menit kemudian mengakhiri filmnya karena tidak suka, namun sudah tercatat sebagai 1 user yang menyaksikan film tersebut secara utuh.

Jadi, masih perlu ada kajian mendalam terkait perhitungan ini di platform streaming. Masih sangat panjang jalan yang harus ditempuh untuk menjadikan platform streaming sebagai tolok ukur keberhasilan sebuah film layaknya bioskop. Bioskop masih diperlukan dan akan terus diperlukan industri perfilman.

Penutup

Ilustrasi | sumber: Joe.ie
Ilustrasi | sumber: Joe.ie
Dengan poin-poin yang sudah disebutkan penulis di atas, maka sedikit gambaran mengenai bioskop yang tak akan mati digempur platform streaming sudah bisa diperoleh. Namun tentu masih banyak faktor lainnya yang bisa semakin memperkuat alasan mengapa bioskop tak akan mati begitu saja. Komentar teman-teman pembaca jelas ditunggu penulis untuk menghasilkan diskusi yang menarik.

Selain itu, hal ini juga membuktikan bahwa bioskop masihlah berumur panjang. Bagi yang hobi ke bioskop seperti penulis, tentu tak perlu takut untuk kehilangan tempat favorit menyaksikan film bersama dengan moviegoers lainnya.

Streaming paltform(yang legal tentunya) memang akan menjadi tren yang luar biasa di masa depan. Hanya saja, saya rasa layanan streaming hanya berperan sebagai pelengkap dan bukan main course. Karena biar bagaimanapun, bioskop masih menjadi tempat paling mengasyikkan dalam menyaksikan film. 

Kecuali bioskop memang benar-benar mati karena kita yang lebih senang mengakses tontonan secara ilegal. Namun rasanya akses ke tontonan ilegal pun akan semakin berkurang, seiring menjamurnya platform streaming yang menawarkan harga ramah kocek di masa depan.

Karena biar bagaimanapun, effort kita untuk sedikit mengeluarkan kocek demi menyaksikan sebuah film di dalam bioskop dan mengakses streaming yang legal, akan turut serta membantu ekosistem perfilman yang sehat dan terus berkesinambungan. 

Karena pada akhirnya, bioskop dan platform streaming akan saling melengkapi sebagai bagian dari rantai hiburan yang kokoh hingga bertahun-tahun ke depan.

Salam Kompasiana.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun