Mohon tunggu...
mort retardée
mort retardée Mohon Tunggu... Penulis

Menulis, membaca , rekreasi. Jika gagal jangan takut untuk mencoba kembali.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Narasi sederhana dari anak Bangsa yang kecewa

3 Agustus 2025   18:51 Diperbarui: 3 Agustus 2025   18:51 59
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Negara yang gagal bukanlah sekadar tempat di mana ekonomi merosot atau hukum lumpuh. Ia adalah wajah dari pengkhianatan terhadap amanat rakyat. Sebuah tubuh besar bernama negara yang mestinya menjadi pelindung, justru menjelma menjadi penindas. Pemerintahan yang semestinya hadir sebagai tangan yang menolong, berubah menjadi tangan yang mencengkram leher rakyat kecil.

Kegagalan negara bukan semata soal angka defisit atau pertumbuhan negatif, melainkan ketika keadilan menjadi barang mewah. Ketika pendidikan hanya menjadi hak kaum berada, sementara anak-anak miskin belajar di kelas tanpa atap. Ketika rumah sakit menjadi tempat bisnis, bukan tempat sembuh. Ketika suara rakyat dibungkam, kritik dianggap ancaman, dan hukum hanya tunduk pada pemilik kekuasaan.

Negara gagal adalah ketika pejabat sibuk memperkaya diri, menumpuk proyek, dan bersolek untuk pemilu berikutnya---sementara rakyat mengais sisa-sisa harapan di bawah jembatan, di lorong-lorong kumuh, dan di ladang yang kering. Rakyat hanya dibutuhkan saat kampanye, lalu dilupakan saat suara telah dicoblos.

Korupsi merajalela, penegakan hukum tumpul ke atas, dan kebijakan publik didikte oleh oligarki. Dalam negara yang gagal, birokrasi menjadi labirin tak masuk akal, dan pemimpin hanyalah simbol kosong tanpa empati.

Negara yang gagal bukan tak punya sumber daya, tapi kehilangan nurani. Ia tetap berdiri megah, tapi jiwanya telah mati. Dan di tengah reruntuhan itu, hanya rakyat yang tersisa: terluka, kecewa, dan marah---tapi tak pernah sepenuhnya diam.

"Kami bukan musuh negara. Tapi kami menolak tunduk pada negara yang sudah melupakan siapa tuannya: rakyat."

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun