Mohon tunggu...
mort retardée
mort retardée Mohon Tunggu... Penulis

Menulis, membaca , rekreasi. Jika gagal jangan takut untuk mencoba kembali.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

ATM Diblokir, Tanah Disita Rakyat Diteror Sistem: Sampai Kapan Pemerintah Tutup Mata?

3 Agustus 2025   13:19 Diperbarui: 3 Agustus 2025   13:19 211
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber gambar dokumen Pribadi 

Ribuan rakyat Indonesia kembali dibuat sengsara oleh kebijakan sepihak lembaga keuangan dan aparat negara. Dalam dua bulan terakhir, laporan pemblokiran ATM dan penyitaan tanah semakin meningkat. Ironisnya, semua dilakukan atas nama "penertiban", namun kenyataannya justru menindas warga kecil. Negara lagi-lagi menunjukkan keberpihakannya: bukan pada rakyat, tapi pada kapital dan kekuasaan.

ATM Rakyat Diblokir: Uang Sendiri Tak Bisa Diakses

"Uang saya sendiri, tapi saya yang dipersulit. Apa negara ini masih waras?" keluh seorang pedagang kecil di Bekasi yang ATM-nya diblokir sepihak oleh bank karena verifikasi yang tidak masuk akal.

Kasus serupa terjadi di berbagai daerah. Alasan paling sering? "Adanya transaksi mencurigakan", padahal transaksi tersebut hanya pengiriman antar keluarga, atau hasil jualan online. Pemerintah, lewat OJK dan BI, diam seribu bahasa. Tidak ada aturan transparan, tidak ada pembelaan terhadap nasabah.

Yang menyakitkan: para koruptor dan pejabat yang menyimpan uang triliunan malah bebas keluar masuk bank, sementara rakyat kecil harus antri dan diblokir karena dianggap "berisiko".

Apa maksudnya? Rakyat dianggap kriminal sejak awal?

Tanah Disita, Rakyat Terusir di Negeri Sendiri

Tak hanya itu, gelombang penyitaan tanah oleh negara atas nama "pengembangan proyek strategis nasional" juga semakin brutal. Warga di Karawang, Kulon Progo, hingga Kalimantan Selatan tiba-tiba mendapat surat penggusuran. Tanah yang mereka tempati puluhan tahun, lengkap dengan bukti kepemilikan, kini diklaim sebagai tanah negara atau dijual ke investor asing.

Mirisnya, ganti rugi yang dijanjikan seringkali tak sepadan atau tidak dibayar sama sekali. Aparat bersenjata lengkap datang menggusur, tanpa negosiasi. Rumah-rumah dibongkar, lahan diratakan, dan masyarakat dipaksa pindah tanpa kepastian.

Apakah ini wajah pembangunan? Atau justru wajah penjajahan baru atas nama investasi?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun