Mohon tunggu...
yogi prasetya
yogi prasetya Mohon Tunggu... Penulis lepas, Lepas dalam menulis

Bekerja dan bermanfaat

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Generasi Cemas: Memahami dan Mengatasi Krisis Mental Remaja di Era Digital

30 Agustus 2025   11:32 Diperbarui: 30 Agustus 2025   11:32 54
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kesehatan Mental Remaja ( sumber: https://www.pexels.com/)

Kerusakan Keempat: Kecanduan Perilaku

Platform media sosial dan game mobile tidak dirancang secara tidak sengaja menjadi adiktif. Tim desainer dan psikolog dari perusahaan-perusahaan teknologi terbesar dunia menggunakan prinsip-prinsip psikologi yang sama dengan yang digunakan kasino untuk membuat mesin slot: sistem imbalan variabel yang tidak dapat diprediksi.

Pengguna tidak pernah tahu kapan mereka akan mendapatkan "hadiah"---like, komentar, pesan, atau kemenangan dalam game. Ketidakpastian ini menyebabkan otak melepaskan dopamin tidak hanya ketika hadiah diterima, tetapi juga dalam antisipasi hadiah. Ini menciptakan lingkaran setan di mana otak terus-menerus menginginkan stimulasi berikutnya, mendorong pengguna untuk terus kembali ke aplikasi.

Kecanduan perilaku ini sama seriusnya dengan kecanduan kimia. Studi brain imaging menunjukkan bahwa otak remaja yang mengalami kecanduan media sosial menunjukkan pola aktivasi yang mirip dengan pola yang terlihat pada pecandu kokain.

Dampak Khusus pada Anak Perempuan: Mesin Perbandingan Sosial

Meskipun keempat kerusakan di atas berlaku untuk semua remaja, anak perempuan mengalami dampak yang secara proporsi lebih parah, terutama dari media sosial. Hal ini terjadi karena beberapa faktor biologis dan sosial yang membuat mereka lebih rentan.

Platform visual seperti Instagram dan TikTok pada dasarnya adalah "mesin perbandingan sosial" yang sangat kuat. Anak perempuan, yang secara biologis dan budaya cenderung lebih sensitif terhadap penerimaan sosial dan penampilan, terjebak dalam siklus perbandingan yang tidak pernah berakhir. Mereka terus-menerus membandingkan diri mereka dengan versi yang dipoles, difilter, dan tidak realistis dari teman-teman dan influencer mereka.

Perbandingan konstan ini tidak hanya menurunkan harga diri, tetapi juga memicu perfeksionisme yang beracun. Anak perempuan merasa bahwa mereka harus tampil sempurna dalam setiap aspek kehidupan mereka---penampilan, prestasi akademik, popularitas sosial---dan ini menciptakan tingkat stres yang tidak berkelanjutan.

Media sosial juga memperkuat bentuk agresi yang secara khusus merusak bagi anak perempuan: agresi relasional. Berbeda dengan anak laki-laki yang cenderung menggunakan agresi fisik, anak perempuan menggunakan taktik seperti penyebaran gosip, pengucilan sosial, dan manipulation reputasi. Platform digital mengamplifikasi agresi relasional ini secara eksponensial---satu posting dapat menghancurkan reputasi seseorang di seluruh jaringan sosial mereka dalam hitungan menit, dan cyberbullying dapat mengikuti korban 24/7 tanpa ada tempat untuk berlindung.

Dampak pada Anak Laki-laki: Penarikan Diri ke Dunia Maya

Jalan anak laki-laki menuju krisis berbeda dari anak perempuan, tetapi tidak kalah mengkhawatirkan. Jika anak perempuan cenderung mengalami internalisasi masalah (kecemasan, depresi), anak laki-laki lebih cenderung mengalami eksternalisasi melalui penarikan diri dari dunia nyata.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun