Mohon tunggu...
Yogi Pradana
Yogi Pradana Mohon Tunggu... -

besar di Mojokerto, penggemar sastra, wayang dan tinggalan masalalu, rajin melaksanakan nilai2 luhur termasuk cuci kaki sebelum berangkat ke warung kopi. lulusan arkeologi UGM

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Data Arkeologi Itu Sudah Pasti Mengalami Bias

13 Juni 2017   05:15 Diperbarui: 13 Juni 2017   05:18 2271
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Data arkeologi seperti ini sudah pasti mengandung bias

Arkeologi sebagai cabang ilmu tentang manusia (humaniora), mencoba mempelajari kronologi, corak dan proses kehidupan manusia pada suatu tempat menggunakan hasil budaya manusia yang berupa benda atau materi. Dalam konteks masa sekarang, hasil budaya manusia masa lampau adalah sisa-sisa kehidupan dan aktivitas manusia yang ditemukan lagi. Baik itu secara tidak sengaja maupun dalam rangka penelitian. Sisa-sisa kehidupan dan aktivitas manusia masa lampau itulah yang disebut sebagai data arkeologi.

Data Arkeologi yang dikumpulkan digolongkan menjadi artefak, ekofak, fitur, konteks dan sebaran. Artefak adalah objek yang pernah diubah, dibentuk dan digunakan oleh manusia atau sekelompok manusia untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Artefak dapat berupa relik dan monumen. Relik bersifat kecil dan mudah dipindahkan, sedangkan monumen bersifat monumental dan tidak mungkin untuk dipindah. 

Ekofak adalah objek alam yang tidak digunakan dan tidak dibuat oleh manusia tetapi dapat memberikan informasi tentang kehidupan dan aktifitas manusia. Aktifitas yang dimaksud adalah hubungan manusia dan alam. Jadi ekofak juga memiliki nilai kultural yang penting dalam analisis. Misalnya fosil hewan yang dapat memberikan informasi kondisi lingkungan dan pola diet (makan) manusia. 

Fitur adalah gejala di permukaan tanah ataupun di dalam tanah yang tidak mungkin diambil, dirubah atau dipindahkan tanpa merusak atau merubah bentuk aslinya. Fitur dapat dibuat dengan memanfaatkan gejala alam. Contohnya bekas perapian, tumpukan sampah, kuburan, jalan dll. Kuburan masuk dalam fitur tetapi nisan tergolong dalam artefak.

Konteks adalah data yang sangat penting karena menentukan mutu data. Semakin jelas konteks sebuah data arkeologi semakin banyak pula hal yang dapat diungkapkan dalam rangka memahami kehidupan dan aktifitas manusia lampau. 

Konteks diartikan sebagai suatu deposisi (keadaan setelah ditinggalkan manusia) data dalam matrix (tanah), provenience (keletakan vertical maupun horizontal) dan asosiasi (hubungan dengan objek lain disekitar). Konteks inilah data arkeologi yang sering hilang, susah diketahui dengan jelas. Untuk itulah muncul konteks asli dan konteks yang telah berubah, untuk mengetahuinya dibutuhkan interpretasi yang membutuhkan data, metode dan teori.


Sebaran merupakan data arkeologi yang terkait dengan keruangan (spatial), mulai dari yang paling mikro muncul dalam satu spit (20 cm) dalam kotak ekskavasi hingga pada sebuah kawasan luas. Sebaran juga merupakan data arkeologi yang penting, sebuah temuan yang memiliki informasi keruangan yang jelas akan mnempati posisi penting dalam analisis. 

Sebaran data arkeologi dalam wilayah yang luas dapat digunakan untuk melihat proses budaya secara lebih luas. Misalnya hierarki keruangan, pengaruh budaya, migrasi, cakupan wilayah sebuah kelompok masyarakat, perdagangan, difusi (persebaran komunitas budaya) dan hubungan antar wilayah pada masa lampau.

Sisa-sisa kehidupan dan aktivitas manusia masa lampau (data arkeologi) yang ditemukan kembali pada masa sekarang bersifat fragmentaris, tidak lengkap dan banyak terdapat bias. Data arkeologi yang ditemukan kembali pada masa sekarang tidak langsung dapat memberikan informasi kepada kita secara lengkap. Data tersebut telah mengalami puluhan bahkan jutaan tahun ditinggalkan oleh manusia pendukungnya dengan melalui proses transformasi yang dapat disebabkan oleh aktifitaas manusia maupun alam. 

Terjadinya bias pada data arkeologi merupakan sesautu yang tidak dapat dihindari, pasti. Untuk itulah diperlukan pemahaman tentang akumulasi bias yang terjadi, seperti apa proses yang terjadi pada data arkeologi yang kita dapati sekarang sehingga tampak seperti apa yang terlihat sekarang. Tanpa pemahaman mengenai hal ini tidak akan diperoleh simpulan yang memuaskan dan dapat diterima, karenanya pemahaman ini tidak boleh sedikitpun terlewatkan.

Yang terjadi pada 'data arkeologi':

Dipakai--Ditinggalkan--Ditemukan

Bias pada data arkeologi terjadi berdasarkan skema di atas. Selama proses ditinggalkan sampai ditemukan itulah terjadi apa yang dinamakan proses tafonomi dan perubahan yang diuraikan kemudian dalam transformasi data. Bias juga terjadi pada saat data arkeologi ditemukan kembali yang banyak diakibatkan oleh faktor peneliti dan masyarakat. Karena pada hakekatnya data arkeologi berada di tengah-tengah masyarakat, masyarakat mempunyai pengaruh terhadap kondisi data arkeologi atau benda warisan budaya disekitar mereka.

Daniels (1972) lebih jelas membagi bias yang terjadi dalam masing-masing tahapan yang dialami pada data arkeologi yang ia sebut sebagai historical factors, post-depositional factors dan research factors. Ketiga faktor tersebut pada dasarnya sama dengan skema di atas, hanya saja pada research factors, Daniels tidak memasukkan peran masyarakat dalam menemukan data arkeologi yang pasti juga berpengaruh terhadap bias yang terjadi.

Bias yang dapat terjadi pada data arkeologi :

1. Tidak semua tingkah laku manusia (budaya) menghasilkan bentuk materi/benda. Seperti diketahui bersama bentuk budaya selain bendawi dapat berupa ide, gagasan dan perilaku. Arkeologi mencoba menelusuri kehidupan manusia masalampau tidak mungkin mendapatkan data berupa ide, gagasan dan perilakunya, karena tidak ada yang dapat menjangkau masa lampau. Hanya tinggalan benda yang mampu bertahan dan berhasil ditemukan kembali. Harapan untuk merekonstruksi kehidupan masa lampau secara menyeluruh dari salah satu produk hasil budaya yang berupa bendawi saja sudah merupakan bias yang luar biasa. 

2. Diantara budaya materi/bendawi yang terbentuk tidak semuanya masuk dalam konteks arkeologi. Maksudnya tidak semua hasil budaya bendawi terawetkan hingga dapat ditemukan kembali pada masa kini. Benda-benda itu kemungkinan sudah musnah ketika manusia pendukungnya masih hidup. Barang tersebut mungkin digantikan barang lain yang lebih maju secara teknologi, jadi hal ini terjadi bersamaan dengan perkembangan budaya manusianya. 

Ketika telah ditinggalkan, bias pada data arkeologi semakin susah untuk dihindari. Terjadinya bias yang berupa: 

3. Tidak semuanya benda itu terawetkan saat proses ditinggalkan (deposisi) adalah salah satunya. Contohnya kita jarang menemukan komponen pendukung bangunan masa klasik yang terbuat dari bahan organik seperti kayu atau bambu. Selanjutnya, 

4. Tidak semua yang terawetkan memiliki konteks yang jelas. Konteks menjadi sebuah data yang penting dalam analisis arkeologi, benda yang tanpa konteks akan sulit untuk diajak menjelaskan kejadian dan kehidupan masa lampau manusia. Pengaburan konteks pada data arkeologi banyak sekali terjadi, paling utama diakibatkan oleh faktor manusia. Manusia dapat melakukan pemindahan, perusakan dan pengambilan data arkeologi. Untuk itulah pemahaman terhadap warisan budaya untuk masyarakat perlu digiatkan dalam rangka pelestarian benda atau data arkeologi juga kajian arkeologi kedepannya.

5. Tidak semua benda / data arkeologi yang terawetkan dapat ditemukan oleh arkeolog, terbatasnya kemampuan dan jumlah sumber daya manusia arkeologi mungkin salah menjadis alah satu faktor hal ini terjadi khususnya di Indonesia. Meskipun begitu, sebanyak apapun arkeolog yang ada pasti saja masih ada data arkeologi yang belum ditemukan. 

6. Diantara data yang ditemukan tidak semuanya dapat diungkap oleh arkeolog, terbatasnya kemampuan dan referensi dalam sebuah kajian ilmu terpaksa membatasi kajian itu sendiri. Seiring berjalannya waktu muncul banyak teori oleh para ahli yang bermanfaat untuk menjawab sebuah fenomena arkeologi. Tetapi meskipun begitu ada saja kasus yang masih sulit untuk dipecahkan, ditambah lagi dewasa ini arkeologi lebih menunjukkan kajiannya tampak lebih luas. Seperti pengelolaan heritage dan public yang lebih dekat pada kajian kebijakan dan fenomena sosial. Dan,

7. Diantara pola-pola budaya materi yang ada tidak semuanya dapat ditangani dan diidentifikasi dengan tepat.
Itulah beberapa bias yang pasti terjadi pada data arkeologi dalam kapasitasnya untuk mencoba mengetahui kehidupan dan aktifitas manusia masa lampau. Pemahaman akan bias yang pasti terjadi dan proses-proses transformasi yang terjadi pada data arkeologi sangat penting untuk diketahui dan berpeluang menjadi kajian tersendiri.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun