Mohon tunggu...
Yogi Pradana
Yogi Pradana Mohon Tunggu... -

besar di Mojokerto, penggemar sastra, wayang dan tinggalan masalalu, rajin melaksanakan nilai2 luhur termasuk cuci kaki sebelum berangkat ke warung kopi. lulusan arkeologi UGM

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Data Arkeologi Itu Sudah Pasti Mengalami Bias

13 Juni 2017   05:15 Diperbarui: 13 Juni 2017   05:18 2271
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Data arkeologi seperti ini sudah pasti mengandung bias

Dipakai--Ditinggalkan--Ditemukan

Bias pada data arkeologi terjadi berdasarkan skema di atas. Selama proses ditinggalkan sampai ditemukan itulah terjadi apa yang dinamakan proses tafonomi dan perubahan yang diuraikan kemudian dalam transformasi data. Bias juga terjadi pada saat data arkeologi ditemukan kembali yang banyak diakibatkan oleh faktor peneliti dan masyarakat. Karena pada hakekatnya data arkeologi berada di tengah-tengah masyarakat, masyarakat mempunyai pengaruh terhadap kondisi data arkeologi atau benda warisan budaya disekitar mereka.

Daniels (1972) lebih jelas membagi bias yang terjadi dalam masing-masing tahapan yang dialami pada data arkeologi yang ia sebut sebagai historical factors, post-depositional factors dan research factors. Ketiga faktor tersebut pada dasarnya sama dengan skema di atas, hanya saja pada research factors, Daniels tidak memasukkan peran masyarakat dalam menemukan data arkeologi yang pasti juga berpengaruh terhadap bias yang terjadi.

Bias yang dapat terjadi pada data arkeologi :

1. Tidak semua tingkah laku manusia (budaya) menghasilkan bentuk materi/benda. Seperti diketahui bersama bentuk budaya selain bendawi dapat berupa ide, gagasan dan perilaku. Arkeologi mencoba menelusuri kehidupan manusia masalampau tidak mungkin mendapatkan data berupa ide, gagasan dan perilakunya, karena tidak ada yang dapat menjangkau masa lampau. Hanya tinggalan benda yang mampu bertahan dan berhasil ditemukan kembali. Harapan untuk merekonstruksi kehidupan masa lampau secara menyeluruh dari salah satu produk hasil budaya yang berupa bendawi saja sudah merupakan bias yang luar biasa. 

2. Diantara budaya materi/bendawi yang terbentuk tidak semuanya masuk dalam konteks arkeologi. Maksudnya tidak semua hasil budaya bendawi terawetkan hingga dapat ditemukan kembali pada masa kini. Benda-benda itu kemungkinan sudah musnah ketika manusia pendukungnya masih hidup. Barang tersebut mungkin digantikan barang lain yang lebih maju secara teknologi, jadi hal ini terjadi bersamaan dengan perkembangan budaya manusianya. 

Ketika telah ditinggalkan, bias pada data arkeologi semakin susah untuk dihindari. Terjadinya bias yang berupa: 

3. Tidak semuanya benda itu terawetkan saat proses ditinggalkan (deposisi) adalah salah satunya. Contohnya kita jarang menemukan komponen pendukung bangunan masa klasik yang terbuat dari bahan organik seperti kayu atau bambu. Selanjutnya, 

4. Tidak semua yang terawetkan memiliki konteks yang jelas. Konteks menjadi sebuah data yang penting dalam analisis arkeologi, benda yang tanpa konteks akan sulit untuk diajak menjelaskan kejadian dan kehidupan masa lampau manusia. Pengaburan konteks pada data arkeologi banyak sekali terjadi, paling utama diakibatkan oleh faktor manusia. Manusia dapat melakukan pemindahan, perusakan dan pengambilan data arkeologi. Untuk itulah pemahaman terhadap warisan budaya untuk masyarakat perlu digiatkan dalam rangka pelestarian benda atau data arkeologi juga kajian arkeologi kedepannya.

5. Tidak semua benda / data arkeologi yang terawetkan dapat ditemukan oleh arkeolog, terbatasnya kemampuan dan jumlah sumber daya manusia arkeologi mungkin salah menjadis alah satu faktor hal ini terjadi khususnya di Indonesia. Meskipun begitu, sebanyak apapun arkeolog yang ada pasti saja masih ada data arkeologi yang belum ditemukan. 

6. Diantara data yang ditemukan tidak semuanya dapat diungkap oleh arkeolog, terbatasnya kemampuan dan referensi dalam sebuah kajian ilmu terpaksa membatasi kajian itu sendiri. Seiring berjalannya waktu muncul banyak teori oleh para ahli yang bermanfaat untuk menjawab sebuah fenomena arkeologi. Tetapi meskipun begitu ada saja kasus yang masih sulit untuk dipecahkan, ditambah lagi dewasa ini arkeologi lebih menunjukkan kajiannya tampak lebih luas. Seperti pengelolaan heritage dan public yang lebih dekat pada kajian kebijakan dan fenomena sosial. Dan,

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun