Mohon tunggu...
Yogie Pranowo
Yogie Pranowo Mohon Tunggu... Dosen - Dosen, Jakarta

Lahir di Jakarta pada tanggal 8 Juli 1989. Kemudian lulus dari magister Filsafat di Stf Driyarkara tahun 2017. Buku yang sudah terbit antara lain: Perempuan, Moralitas, dan Seni (Ellunar Publisher, 2018), dan Peran Imajinasi dalam Karya Seni (Rua Aksara, 2018). Saat ini aktif menjadi sutradara teater, dan mengajar di beberapa kampus swasta, serta menjadi peneliti di Yayasan Pendidikan Santo Yakobus, Jakarta.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Menimbang Ulang Eksistensialisme Lewat "Waiting for Godot"

1 April 2020   10:31 Diperbarui: 1 April 2020   10:29 1059
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Waiting for Godot - ilustrasi pribadi

   where would you be . . . (Decisively.) You'd be nothing more than a little

   heap of bones at the present minute, no doubt about it.

ESTRAGON          : And what of it?

VLADIMIR            : (gloomily). It's too much for one man. (Pause. Cheerfully.) On the

   other hand what's the good of losing heart now, that's what I say. We should

  have thought of it a million years ago, in the nineties.

Vladimir mencoba menghibur Estragon yang nampak sedih. Ia mengajak Estragon untuk kembali mengingat masa jayanya dulu. Bahwa dulu mereka adalah orang orang terhormat. Mereka berjalan diantara orang orang penting dan mereka bersama bergandengan tangan menuruni menara Eifel. Selain bangga dengan masa lalunya, Vladimir juga tampil bagaikan seorang pemimpin agama yang kerapkali bijaksana dalam menjelaskan suatu keadaan dalam Kitab Suci, namun sesungguhnya ia bingung dan tak tahu apa maksud dari isi cerita tersebut. Sikap Vladimir yang seperti ini mirip dengan sikap manusia kebanyakan yang banyak bicara tetapi sesungguhnya apa yang dibicarakan tidak dipahami sepenuhnya. Sikap seperti ini timbul karena gengsi dan rasa ingin dipandang dan dihormati. Sebab yang membuat seseorang menjadi hebat adalah orang lain. Manusia butuh apresiasi dari yang lain. Manusia yang hebat tidak akan menjadi hebat jika kehebatannya tidak diakui oleh yang lain. Relasi yang demikian ini menjadikan manusia sebagai subjek yang entah sadar ataupun tidak mengobjekkan yang lain. Melalui tatapannya manusia membuat yang lain menjadi seperti apa yang ia inginkan.

VLADIMIR            : Ah yes, the two thieves. Do you remember the story?

ESTRAGON          : No.

VLADIMIR            : Shall I tell it to you?

ESTRAGON          : No.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun