Mohon tunggu...
I Putu Yoga Purandina
I Putu Yoga Purandina Mohon Tunggu... Dosen - Dosen Jurusan Dharma Acarya STAHN Mpu Kuturan Singaraja

Aktif dalam penelitian bidang pendidikan dan pengajaran bahasa terutama bahasa Inggris untuk Anak, Pendidikan berbasis Cerita Anak, Pendidikan Karakter, Kesantunan Bertutur Kata, Literasi Digital untuk Anak, Serta aktif membahas isu aktual baik sosial dan budaya. www.purandinacollege.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Memang Pahlawan Tanpa Tanda Jasa, tapi Martabat Guru Tanda Jasa yang Paling Mulia

26 November 2021   12:36 Diperbarui: 26 November 2021   12:44 557
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Sering kita mendengar cerita, ketika Kaisar Hirohito dari Jepang bertanya kepada para para jendral perangnya. “Berapa jumlah guru yang tersisa?”. Jepang memang telah kalah perang dengan sekutu ketika itu. Setelah dihancurkan oleh sekutu dengan Bom Atom yang melingsekkan Kota Hirosima dan Nagasaki. 

Akhirnya Sang Kaisar nampaknya berpikir akan kekalahannya. Mungkin hal ini menjadi titik terakhir dalam kemampuan Jepang untuk melakukan perlawanan secara militer. 

Kaisarpun akhirnya memikirkan hal lain untuk dapat membawa negara dan bangsa Jepang berjaya. Deengan cepat dan sigap beliau mencari semua guru yang masih hidup. Apa kira-kira pemiiaran Kaisar tersebut?

Ya, benar. Tentu saja strategi perang telah berubah. Hal ini pula menjadi suatu perubahan yang menyeluruh di seantero Jepang. Sebelumnya pendekatan militer untuk menjadikan negeri Jepang sebagai negeri yang kuat dan jaya di dunia nampaknya gagal. 

Jepang mustahil akan mampu bersaing dengan negara-negara adidaya di dunia jika tidak mau belajar dari sebuah kegagalan. Jepang haruslah belajar dan maju dalam pendidikan. 

Oleh sebab itulah guru-guru dikumpulkan, serta diberikan akses dalam pendidikan, dibanguan sebuah pendidikan yang kuat. Hal itu terbukti dengan kemajuan Jepang dalam bidang teknologi beberapa dekade terakhir. Terlihat pula bagaimana Jepang memuliakan dan menjadikan guru sebagai tokoh sentral pembangunan Jepang.

Sebenarnya cerita kemuliaan seorang guru tidak asing kita dengar. Mulai dari epos-epos masa lalu seperti Mahabharata dan Ramayana misalnya. Di sana selalu dikisahkan seorang guru yang  memiliki martabat yang tinggi, terhormat, dan sangat mulia.

 Sebuah hirarki sosial masyarakat Hindu terdahulu misalnya yang kita kenal dengan Catur Warna misalnya, guru memiliki kedudukan yang paling atas atau paling utama. 

Guru merupakan seorang Brahmana yang sangat dihormati oleh masyarakat termasuk pemimpin negara, kerajaan atau raja yang merupakan tergolong sebagai ksatria. Walaupun hirarki ini masih kita temukan di Bali tapi sudah banyak terjadi penyimpangan. Terlebih lagi adanya Catur Kasta yang semakin membingungkan masyarakat.

Di berbagai agama dan budaya di seluruh dunia pasti memiliki nilai-nilai yang adiluhung dalam menghormati seorang guru. Bagaimana tidak, guru dianggap sebagai seorang yang suci dalam mempelajari ilmu kerohanian dan pengetahun, memiliki karakter yang adiluhung, membimbing masyarakat untuk tetap berada di jalan yang terang, tidak terjerumus ke dalam jurang melapetaka yang akhirnya membuat kekacauan. 

Martabat guru harus selalu kita muliakan, karena siapa lagi selain guru yang dapat kita percaya di dunia ini sebagai pembimbing. Namun, memuliakan guru juga tidak boleh secara membabi buta begitu saja.

Di era sekarang, martabat guru sedikit menurun, kemuliaan seorang guru meredup. Profesi guru dianggap bukanlah hal yang utama dari segi strata sosial masyarakat. Profesi guru seakan kalah bersaing daripada profesi-profesi lainnya. Memang hal ini tidak terjadi tanpa alasan. 

Banyak hal yang mempengaruhi mengapa orang enggan dan kurang menghargai profesi guru. Jarang ada anak-anak yang bercita-cita menjadi guru. Kerap kali profesi ini diremehkan. Bahkan guru selalu diidentikkan dengan hal yang selalu dengan kekurangan. Memang seorang guru harus mengedepankan nilai-nilai kesederhanaan. Sederhana dengan kurang tentu dua hal yang berbeda.

Kemudian apa sesungguhnya yang membuat martabat guru sulit untuk mendapatkan kemuliaan? Sebenarnya ada dua faktor. Pertama, adalah faktor guru sendiri, para guru kerap kali kurang profesional di dalam menjalani keprofesiannya. Memang tidak semua seperti itu, namun yang tergambar di masyarakat seperti itu. 

Kompetensi guru kita masih ketinggalan dari negara-negara maju. Empat Kompetensi yang harus dikuasi oleh guru masih belum sepenuhnya dikuasai dengan baik. Kemudian beberapa oknum guru juga semakin sering melakukan tindakan yang kurang pantas di masyarakat, seperti melakukan tindakan criminal, asusila, dll. Hal inilah yang seakan mengurangi kemuliaan guru di mayarakat.

Kedua, merupakan faktor luar seperti kurangnya dukungan pemerintah terhadap pendidikan, kesejahteraan guru yang masih belum merata. 

Banyak kita temukan guru honorer yang hanya digaji rendah bahkan ada yang sampai tidak digaji. Masyarakat juga mengganggap guru sebagai orang yang digaji dan mampu merubah anak didik dari tidak tahu apa menjadi pintar tanpa memperhatikan segudang permasalahan guru juga salah satu mengkerdilkan guru. 

Masyarakat acuh dengan permeasalahan pendidikan, suara-suara rakyat memperjuangkan guru terlalu lemah. Perlu gaung yang lebih besar. Banyak yang mengira guru adalah pesulap yang dapat merubah anak didik menjadi pintar dan mendapat ijazah secara instan. Tentu harus ada proses dan kebutuhan untuk mencapai tujaun tersebut. Masih banyak yang menganggap tugas guru itu mudah. Inilah sebuah kekeliruan.

Suara guru nyaris tidak terdengar, bukan karena suaranya yang kecil atau pelan, namun memang didengar sesaat, kemudian dilupakan begitu saja. Hal ini juga takut akan terjadi pula di dalam kelas. Anak-anak hanya mendengarkan guru, kemudian keluar kelas, semuanya dilupakan. 

Atau mungkin malah guru tidak didengarkan sama sekali, baik di dalam kelas, karena guru sudah tidak dihormati lagi? Tentu semua dari kita tidak ingin hal ini terjadi. Marilah secara bersama-sama kita perbaiki citra guru, martabat guru, sehingga guru dapat dimuliakan kembali, mendapatkan kehormatannya sebagai seorang pahlawan yang memiliki jasa luar biasa. 

Memang tanda jasa apapun tidak akan mampu disematkan kepada guru karena jasanya tidak ternilai harganya. Namun setidaknya hanya satu tanda jasa yang dapat diberikan oleh kita semua, yaitu kemuliaan martabat seorang guru.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun