Mohon tunggu...
yavis nuruzzaman
yavis nuruzzaman Mohon Tunggu... Freelancer - fotografer, pemusik, penulis lepas, pemerhati media sosial, penyuka sepak bola,

fotografer, pemusik, penulis lepas, pemerhati media sosial, penyuka sepak bola,

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Presidensi Indonesia di G20 dan Peran untuk Mendamaikan Rusia dan Ukraina

4 April 2022   13:48 Diperbarui: 4 April 2022   13:55 598
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Posisi Indonesia sebagai Presidensi G-20 mendapatkan tantangan untuk ikut andil dalam menyelesaikan konflik Rusia dan Ukraina | KOMINFO.GO.ID

Penolakan terhadap diundangnya Rusia dalam event  Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G-20 pada Oktober 2022 menjadi salah satu bahasan yang cukup masif. Pernyataan resmi bahkan dikeluarkan oleh Ukraina untuk memboikot Rusia apabila hadir dalam Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G-20 tersebut. 

Beberap pemuka opini dalam negeri juga menyerukan agar Rusia tidak diundang karena tidak setuju dengan aneksasi yang dilakukan terhadap Ukraina.

Duta Besar (Dubes) Ukraina di Jakarta, Vasyl Hamianin meminta agar negara-negara memboikot Rusia dari Acara Internasional, sebab kehadiran Putin di Acara Internasional mana pun berarti menghina demokrasi, martabat manusia, dan supremasi hukum. Meskipun demikian tidak sedikit pembahasan yang mendukung upaya Indonesia mengundang Rusia serta mendorong agar Indonesia dapat memanfaatkan  momen tersebut untuk mengakhiri konflik Rusia - Ukraina.

Pemberitaan yang berkembang adalah Indonesia berada dalam situasi sulit karena berada di antara tarik-menarik kepentingan Negara Barat yang menentang kehadiran Presiden Rusia, Vladimir Putin dalam Pertemuan G-20 serta menyerukan untuk memboikot acara itu, jika Putin benar-benar datang. Sebagai tuan rumah acara, Indonesia sudah semestinya mengundang semua negara Anggota G-20 tanpa terkecuali, terlepas dari perseteruan politik yang terjadi akibat perang di Ukraina.

Menolak kehadiran Presiden Putin bisa dianggap memihak kepada Barat. Dan karena Indonesia mengundang Putin bukan diartikan kita pro-Rusia. Pemerintah Indonesia harus bisa membujuk Negara-negara Barat dan Rusia untuk tetap datang dengan argumentasi bahwa pertemuan ini jauh lebih penting dari apa yang terjadi di Ukraina. Pemulihan ekonomi dunia mustahil terwujud tanpa Rusia.

Beberapa pendapat dari pakar dan pengamat pun bermunculan mewarnai dinamika sentimen isu ini. Pengamat politik Universitas Islam Negeri Jakarta, Achmad Ubaedillah mengatakan bahwa Indonesia perlu membujuk Rusia di acara G-20 untuk menghentikan perang di Ukraina, menyusul ramai pembahasan rencana Presiden Vladimir Putin menghadiri forum tersebut, sementara banyak negara yang menolak. 

Kehadiran Putin di G-20 di Bali menjadi tantangan tersendiri dan Indonesia harus bisa memanfaatkan kesempatan ini. Kepemimpinan Indonesia dalam G-20 diuji di tengah konflik yang berkecamuk di Eropa Timur. Indonesia harus bisa menunjukan peran Presidensi di Forum Internasional ini.

Kemudian Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan, Hasto Kristiyanto mengatakan bahwa dengan diundangnya Rusia dalam Presidensi G-20, Indonesia dianggap bisa menyatukan atau memberikan tempat mediasi diplomasi antar dua negara. Hal ini sejalan dengan Indonesia yang memiliki prinsip Luar Negeri bebas aktif. Indonesia, sebutnya akan memainkan perannya agar pihak-pihak terkait bisa saling berdialog.

Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan, memberikan pidato untuk menyambut delegasi Rusia, kiri, dan Ukraina untuk pembicaraan damai | TURKISH PRESIDENCY
Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan, memberikan pidato untuk menyambut delegasi Rusia, kiri, dan Ukraina untuk pembicaraan damai | TURKISH PRESIDENCY

Ketua Umum (Ketum) Partai Gelora, Anis Matta berharap Indonesia agar tidak hanya menjadi penonton atas konflik yang terjadi antara Rusia dan Ukraina. Indonesia bisa mengambil perannya dalam memfasilitasi proses munculnya tatanan dunia baru. Indonesia bisa menawarkan sebagai venue pertemuan perdamaian antara Ukraina dan Rusia. Selain itu Indonesia juga bisa  mengoptimalkan perannya sebagai Ketua G-20.

Pakar Hukum Internasional, Hikmahanto Juwana menyatakan sebagai Presiden G-20, Presiden Joko Widodo seharusnya bisa mengambil peran lebih besar dalam menyelesaikan perang Rusia dan Ukraina. Seharusnya, Indonesia sebagai Presiden G-20, mampu berperan lebih besar dari Turki. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun