Mohon tunggu...
Munir Sara
Munir Sara Mohon Tunggu... Administrasi - Yakin Usaha Sampai

“Orang boleh pandai setinggi langit, tapi selama ia tidak menulis, ia akan hilang di dalam masyarakat dan dari sejarah. Menulis adalah bekerja untuk keabadian” --Pramoedya Ananta Toer-- (muniersara@gmail.com)

Selanjutnya

Tutup

Money Artikel Utama

Inflasi dan Pengorbanan

8 Agustus 2022   07:46 Diperbarui: 9 Agustus 2022   16:07 414
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Indonesia tengah menghadapi dua peristiwa. Pertama, dinamika guncangan rantai pasok global. Kedua, dinamika antara laju inflasi (foto : istockphoto via coinculture.com)

Dalam jangka panjang menurut teori kurva Philips, kurva Non-Accelerating Inflation Rate of Unemployment (NAIRU) akan vertikal, sebagai tanda, tingkat pengangguran di saat inflasi sudah tidak mengalami perubahan (konstan). Yang berarti perekonomian dalam kondisi penggunaan tenaga kerja penuh (full employment ).

Ini sebagai efek dari ekspektasi inflasi dan supply shock. Dalam kasus Indonesia, kita tengah menghadapi dua peristiwa. Pertama, dinamika guncangan rantai pasok global, yang ditandai dengan inflasi harga produsen (IHP) yang meningkat. Kedua, dinamika antara laju inflasi, ketidakpastian dan gejolak harga.

Gangguan rantai pasok global akibat krisis geopolitik Eropa Timur serta penurunan performa ekonomi di negara-negara utama, menyebabkan terjadi penurunan produksi bahan baku industri. Keterbatasan pasokan bahan baku industri, menyebabkan inflasi harga produsen (IHP) terkerek dan biaya produksi meningkat

Pada triwulan II- 2022 IHP naik 4,09 persen terhadap triwulan I-2022 (q-to-q) dan naik 11,77 persen terhadap triwulan II-2021 (y-on-y). IHP menggabungkan tiga sektor (Pertanian, Pertambangan dan Penggalian, dan Industri Pengolahan). Meningkatnya IHP, mengindikasikan, beban biaya produksi kian tinggi.

Konsekuensinya, produsen akan akan membebani kenaikan beban produksi pada konsumen. Namun itu tidak terjadi, disaat daya beli yang turun.

Akibatnya, produsen akan mengurangi pasokan atau menunda pengambilan margin keuntungan. Namun hal ini tak mungkin berlangsung lama.

Bayang-bayang harga energi yang tinggi, kebijakan suku bunga bank sentral dan ekspektasi inflasi, menjadikan ekonomi berada pada inflasi yang menggantung (overhang inflation). Teringatlah saya pada tahun 2013, dimana overhang inflation terjadi akibat ekspektasi kenaikan harga berlebihan pelaku usaha terhadap kebijakan penyesuaian harga BBM.

Saat ini ini, peristiwa yang sama tengah kita alami, dimana ekspektasi inflasi yang tinggi dari pelaku usaha akibat harga energi dan bahan baku impor yang masih tingi.

Meningkatnya inflasi IHP di atas inflasi keranjang belanja konsumen/IHK pada triwulan 2-2022, menggambarkan, inflasi di level konsumen akan meningkat.

Dari data BPS, inflasi IHP secara tahunan 11,77% dan inflasi IHK secara tahunan 4,77%. Penundaan kenaikan harga oleh produsen, menjadi pemantik overhang inflation. Demikianpun core inflation, yang perlahan terus terkerek dan mendistorsi karakteristiknya yang persisten.

Dalam kondisi demikian (ekspektasi inflasi yang tinggi dan/atau overhang inflation), menjadi tantangan bagi BI mengambil posisi behind the curve. merespon ekspektasi inflasi dan tren suku bunga The Fed. Sikap BI yang masih hawkish, memantik kekhawatiran, bila tahun depan, BI akan menaikan suku bunga secara agresif.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun