Mohon tunggu...
Munir Sara
Munir Sara Mohon Tunggu... Yakin Usaha Sampai

“Orang boleh pandai setinggi langit, tapi selama ia tidak menulis, ia akan hilang di dalam masyarakat dan dari sejarah. Menulis adalah bekerja untuk keabadian” --Pramoedya Ananta Toer-- (muniersara@gmail.com)

Selanjutnya

Tutup

Politik

To’o RJ Lino dan Loyonya Kepretan Rajawali

18 September 2015   10:50 Diperbarui: 18 September 2015   17:03 1715
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Investasi tersebut jauh lebih rendah dari privatisasi JICT tahun 1999 sebesar US $243 juta dollar. Bagaimana caranya To’o Lino yang jago bisnis di pelabuhan itu mengkalkulasi, bila nilai perusahaan yang sebelumnya untung, lalu keuntungannya menjadi lebih rendah dibandingkan dengan 15 tahun lalu ?

Rendahnya nilai setoran modal dari HPH itu, terjadi setelah valuasi asset yang dilakukan Deutchse Bank; konsultan yang dipake Pelindo II mem-valuasi asset JICT untuk memperpanjang kerja sama dengan HPH. Padahal, FRI sebagai konsultan independen yang ditunjuk Dewan Komisaris Pelindo II menyebutkan, setoran 215 juta USD oleh HPH itu hanya setara dengan 25% harga saham JICT. Itu baru dengan nilai keekonomian saat itu. Bagaimana jika nilai aset JICT itu dihitung dengan dasar nilai keekonomian saat ini?

To’o Lino kemudian memakai lagi PT Bahana Sekuritas yang lagi-lagi ikut membenarkan valuasi asset Deutchse Bank. Usut punya usut, ternyata Deutchse Bank sebagai konsultan dalam valuasi asset JICT itu juga kreditur Pelindo II; independensi Deutchse Bank sebagai konsutan Pelindo II bisa diragukan ! Demikian pun PT Bahana Sekuritas, dimana salah satu direksi Pelindo II berasal dari PT Bahana Sekuritas. Sekali lagi To’o memang Jago !

Berapa duit To’o Lino bayar konsultan berkelas dunia; Deutchse Bank untuk mem-valuasi asset JICT? Apakah Deutchse Bank  itu lembaga yang benar-benar kredibel? Independen? Punya integritas? Tak punya kepentingan sebagai kreditur Pelindo II?  Siapa yang jamin semua itu? Hanya Lino? Lalu kita amini saja? Lagi-lagi hanya Tuhan dan To’o Lino yang tahu.

 

Sampai dimana Jagonya To’o Lino

Kepulan asap konflik di tubuh Pelindo II terus membumbung ke publik. SP JICT terus mengipas-ngipas. Angin politik pun berhembus kencang dari luar. Perseteruan To’o Lino dan Menko Maritim pun terus membara. Saling serang-menyerang di media; keduanya sudah kalap. To’o Lino mewakili watak orang pesisir Pulau Rote Ndao yang keras dan ngotot, sementara RR mewakili watak penduduk Kota Padang yang juga keras dan sama persis Lino. Karakter keduanya setali tiga uang.

Ini perseteruan dua Alumni ITB. Rizal Alumni Teknik Fisika ITB, sementara To’o Lino pun alumni Teknik Sipil ITB. Percikan api konflik Rizal-Lino ini berhamburan hingga ke Senayan (DPR), selain pengaduan SP JICT ke DPR. Komisi VI DPR menyambut kasus mobile crane dan perpanjangan kerjasama JICT dan HPH dengan Panja Pelindo II. Sementara Komisi III DPR RI menjemput kasus kontroversial penggeledahan Lino oleh Kabareskrim Mabes Polri dengan Pansus.   

Hingga Rabu [15/09/ 2015], To’o Lino datang ke panja komisi VI DPR. Ia datang dengan pengawalan ekstra ketat. Kiri-kanan To’o diapit dua staf berbadan kekar. Otot lengannya membengkak, selama pengawalan, dua atau empat pengawal Lino bermuka keram tanpa senyum. Keduanya berdiri memalang pintu ruang Loby mitra DPR Komisi VI. To’o tak luput dari pengawalan. Keluar masuk toilet ia dikawal ketat dan serba siaga.

Dibandingkan dengan menteri-menteri mitra komisi VI DPR RI yang pernah datang, To’o Lino pemecah rekor, dengan pengawalan ekstra ketat. Agar berjaga-jaga, To’o Lino juga  membawa lawyer ke ruang rapat panja DPR. Dan akhirnya pada saat rapat panja dibuka, anggota DPR Primus Yustisio interupsi dan mengusir Lawyer Lino dari ruangan panja DPR. Sungguh heran, pejabat negara sekaliber To’o Lino tak bisa membedakan, mana sidang di pengadilan dan mana rapat kemitraan [eksekutif dan legislatif].

Pada sesi pendalaman panja, To’o Lino dihujani pertanyaan. Semuanya fokus pada konsesi Menhub terkait kerjasama JICT dengan HPH. Pasalnya perpanjangan kerjasama dengan HPH itu harus melalui konsesi Menhub sesuai ketentuan perundang undangan yang berlaku. Pelindo II hanya operator. Dalam UU No 17 tahun 2008 tentang Pelayaran, BUP baru boleh melakukan usaha kepelabuhanan termasuk kerja sama dengan pihak luar (asing), setelah ada konsesi Menhub RI.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun