"Hwan Eunyul."
Aku memandang cemas ke arah dalam kampus. Aku tidak bisa menahan diri lagi. Aku terpaksa keluar di tengah ibadah di gereja karena Eunyul noona tidak juga datang. Ponselnya juga tidak menyala. Tapi aku punya perasaan dia meninggalkan ponselnya dan bahkan dia sudah ada di kampus. Tapi kenapa dia tidak juga datang ke gereja? Aku sangat mengkhawatirkannya.
"Tidak ada yang bernama Hwan Eunyul dalam data kami."
Hatiku mencelos seakan aku baru saja jatuh ke dalam jurang. Noona, dimanakah kau sekarang? Kemana aku harus mencarimu?
"Aku benar-benar tidak ingin ke rumah sakit, tolong jangan paksa aku, Hyunbin-ssi."
"Aku akan memaksamu meskipun itu hal terakhir yang bisa kulakukan."
Aku berlarian ke dalam ketika aku mendengar suara itu. Aku yakin itu suara Eunyul noona. Aku bahkan mengindahkan teriakan satpam yang berjaga. Tak jauh dari gerbang kampus, aku melihat Eunyul noona: beberapa bagian tubuhnya tergores, darah keluar dari luka-luka itu, dia tidak memakai jaketnya, dia pasti kedinginan. Dia tampak berusaha melepaskan diri dari seorang pria yang memegangi kedua pundaknya.
"Apapun itu yang akan kau lakukan, lakukan nanti. Aku akan mengantarmu ke rumah sakit," ujar pria itu.
"Tidak, dengarkan aku. Ada hal lebih mendesak lagi yang harus kulakukan, jadi pinjamkan aku ponselmu."
"Ambulans sudah datang, jadi dengarkan aku. Aku akan mengantarmu."
"Tidak, aku yang akan mengantarnya."