Mohon tunggu...
Agus Sutisna
Agus Sutisna Mohon Tunggu... Dosen - Lecturer I Researcher IInstagram : @kiagussutisna

Dosen | Pegiat Sosial | Menulis berharap ridho Allah dan manfaat bagi sesama.

Selanjutnya

Tutup

Analisis Artikel Utama

Pesta Demokrasi Bertabur Ironi

22 November 2023   14:34 Diperbarui: 27 November 2023   21:00 366
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: Bendera partai politik peserta pemilu terpasang di Kantor Komisi Pemilihan Umum. (Foto: KOMPAS/HENDRA AGUS SETYAWAN)

Partai dengan jam terbang pengalaman paling panjang, dengan ratusan kader terbaik di dalamnya, dengan sumberdaya yang juga melimpah, memberikan slot itu kepada Gibran Rakabuming, figur yang sama sekali tidak ada kaitannya dengan kesejarahan partai Golkar.

Ironi yang sama terjadi di tubuh PAN. Partai yang ditaburi gemerlap artis papan atas, dipimpin oleh seorang Menteri aktif, dan pastinya juga memiliki banyak kader unggul di dalamnya, idem ditto dengan Golkar. Memberikan peluang untuk mempromosikan kader sendiri di panggung Pilpres itu kepada Gibran Rakabuming.

Maka bisa difahami jika publik kemudian bertanya-tanaya, kenapa dengan Golkar dan PAN? Ada apa sesungguhnya dengan Airlangga dan Zulhas? 

Bukankah sebelum memasuki fase kandidasi Pilpres mereka berdua sempat rajin menebar baliho di mana-mana? Mengapa tiba-tiba malehoy dan mundur teratur dari kontestasi posisi Capres/Cawapres?

Senafas dengan realitas ironi politik ini adalah sikap elit-elit di kedua partai tersebut. Semua nampak ikhlas dengan pilihan elektoral partainya. Sejumlah pinisepuhnya bahkan masuk ke dalam tim pemenangan Prabowo-Gibran. Mereka tetiba saja seperti menjadi "negarawan-negarawan" yang hanif dan tulus. Semoga saja tak salah lihat.

Ironi terakhir. Semua pihak bicara dan berkomitmen, mulai dari Presiden, Ketua DPR, elit-elit partai, serta KPU dan Bawaslu untuk mengedepankan hukum sebagai koridor sekaligus penjaga kemartabatan perhelatan Pemilu 2024. Di saat yang sama masyarakat sipil, akademisi, pegiat kepemiluan, tokoh masyarakat dll senafas dan sebangun.

Tetapi ironis, hajat demokrasi ini sempat dicederai oleh lolosnya sebuah putusan perkara hukum yang dipimpin seorang hakim konstitusi yang kemudian terbukti melakukan pelanggaran berat etik sebagai hakim. 

Mudah-mudah tak terulang kembali, dan semoga hajat demokrasi ini tak masuk dalam jebakan ironi (ironical trap) berkelanjutan.       

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun