Mohon tunggu...
Syarifah Lestari
Syarifah Lestari Mohon Tunggu... Freelancer - www.iluvtari.com

iluvtari.com

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Multitasking is Multimumet

21 Juli 2020   20:06 Diperbarui: 21 Juli 2020   20:00 306
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Marvin Meyer on Unsplash

Sedang aku serius menghitung duit yang bukan milikku, dua teman masuk ruangan.

"Woi, serius nian!" kata yang satu.

Aku masih fokus pada layar laptop. Kalau duit sendiri, pasti leyeh-leyeh sambil rebahan. Ini kerjaan!

"Itu energi yang keluar, sama kayak nyangkul!" kata yang satu lagi, menjelaskan pada temannya.

Meski mereka sudah di ruang lain, tapi aku masih bisa mendengar percakapan keduanya. Dan aku membenarkan pernyataan terakhir.

Sayang yang bicara itu bukan atasan, melainkan sesama karyawan. Jadi rasa terkurasnya energi itu hanya diketahui kami, sesama kuli.

Pada posisi di atasku, ada senior yang jika hari itu ia berurusan dengan buku dan komputer, maka sejak datang hingga pulang ia akan lebih banyak menghabiskan waktu di mejanya.

Jika sejak masuk kantor langsung turun ke lapangan, maka seharian itu ia akan lebih banyak di luar. Hanya sesekali di kantor untuk ambil sesuatu atau numpang duduk, makan.

Sayang, waktu situasi kantor memanas, ia tak ada. Jadi hanya aku di ruangan itu yang tahu, bahwa bekerja menggunakan otak tak bisa disambi dengan pekerjaan otot.

Multitasking, kata orang, adalah keahlian perempuan. Tapi belum banyak yang menyadari bahwa multitasking hanya bisa dilakukan pada "jalur" yang sama.

Aku memang tak punya data ilmiah untuk memperkuat opini ini. Tapi pengalaman pribadi dan analisis di lapangan membuktikan itu.

Kamu bisa mencuci sambil memasak, bahkan ditambah nyapu. Bisa. Tapi akan sangat sulit menulis laporan keuangan sambil sekadar mengelap kaca.

Bukan hanya soal yang satu dilakukan berdiri, satu lagi duduk. Bahkan kalau laptop bisa dikalungkan ke leher, dan tanganmu bergerak mengelap kaca, gak bakal ketemu dua kegiatan itu!

Begitulah. Aku yang harus menyelesaikan laporan keuangan harian, data orang, surat menyurat, sampai desain piagam, harus pula membersihkan ruang kerja sendiri di awal datang, selama jam kerja, bahkan sebelum pulang. Mending resign kan?

Ah, apa susahnya sih, cuma nyapu? Wong kerjaan cuma duduk ngadepin laptop kok. Tinggal berdiri sebentar, lalu pantengin laptop lagi.

Begitulah pemikiran kebanyakan orang. Apa sih beratnya berdiri?

Mereka kira duduk di depan laptop itu sedang selfie atau menghitung debu di layar!

Kalau dari menyusun laporan beralih ke input data, lalu susun kalimat untuk surat ke lembaga lain, itu setara dengan kamu nyuci sambil masak dan nyapu tadi.

Tapi dari ngepel ke nulis surat, dari menghitung ke nyuci lap, itu dua jalur yang jauh berbeda. Otak mumet, fisik terasa capeknya. Lama-lama psikismu error!

Kalau masih belum percaya, cobalah minta tukang bangunan yang sedang mengecat untuk menulis cerpen. Meski (anggaplah) ia bisa mengecat dengan kaki, tangannya tak mungkin serta merta menyusun kalimat pembuka cerpen, menemukan konflik, dan dengan damai menuju antiklimaks menjelang ending. Mustahil.

Atau minta seorang kasir yang sedang merekap transaksi untuk mencuci kuali. Biarpun kalkulator bisa berterbangan di depan kepalanya, tak mungkin ia bisa mengerjakannya bersamaan.

Hal tersebut berlaku di wilayah mana saja. Multitasking tidak bisa mengawinkan kerja otak dan kerja otot. Selesaikan salah satu, baru beralih ke yang lain. Itu pun dengan jeda istirahat. Jika dilakukan bersamaan, otak akan bekerja lebih berat, menghabiskan lebih banyak energi. Dan tanpa disadari, mengganggu kondisi emosional seseorang.

Jadi, multitasking bukan mitos, hanya butuh jalur atau pengelompokan kerja yang tepat.

Kalau masih terus dipaksakan, kemudian kamu merasa sering tak enak badan. Itu bukan karena badanmu sedang tak mau diajak kompromi. Dia stres, Bambank!

Menjawab "tantangan" seorang kompasianer, yang entah siapa namanya. lupa.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun