Kondisi semacam ini yang akhirnya membuat sebagian kalangan melontarkan ide yang lebih jelas dan lugas; daripada harus terus menerus menanggung beban BUMN "sakit" tersebut dan terpaksa menyuntikkan dana triliunan setiap tahun, mengapa pemerintah tidak melakukan "suntik mati" saja?
Secara logika dan prinsip bisnis, sebenarnya masuk akal. Buat apa mati-matian mempertahankan perusahaan yang jelas-jelas dari sisi bisnisnya tak pernah menguntungkan, alih-alih malah terus menjadi beban dan selalu menyedot pendanaan?Â
Perusahaan seperti Garuda Indonesia, jangankan menghasilkan pemasukan buat keuangan negara bahkan untuk menjalankan operasionalnya saja mereka tak mampu dan akhirnya membuat pemerintah yang harus merogoh kocek lebih dalam. Ini sudah seperti investasi "bodong", bukannya untung malah buntung. Â Â Â Â
Alasan nasionalismeÂ
Ide untuk melakukan "suntik mati" terhadap BUMN bermasalah seperti Garuda Indonesia memang takkan mudah dilakukan. Selalu muncul alasan-alasan berkaitan nasionalisme, bahwa Garuda Indonesia adalah simbol kebanggaan Indonesia dan sebagainya. Dengan bahasa yang lebih heroik dan patriotik, dana triliunan rupiah takkan pernah sebanding dengan kebanggaan dan nasionalisme.
Dari beberapa literatur yang ada, bisnis sektor penerbangan memang masuk dalam kategori yang tak terlalu menguntungkan. Modal bisnis operasionalnya sangat besar dan rumit namun margin keuntungan yang bisa dihasilkan kecil.
Pengamat penerbangan, Alvin Lie menyebutkan, sudah menjadi pengetahuan umum bahwa bisnis maskapai merupakan bisnis paling mahal namun minim keuntungan. Alvin menyebutkan, keuntungan atau margin perusahaan maskapai bahkan hanya 3-4 persen saja.
Padahal perusahaan harus mengeluarkan banyak dana untuk operasionalnya. Pengeluaran terbesar sebuah pesawat dalam satu kali penerbangan adalah avtur, yang mencapai 30-35 persen. Pengeluaran lainnya yaitu biaya parkir pesawat, biaya sewa garbarata, biaya ground staff, asuransi pesawat, perawatan pesawat, gaji para kabin, dan sebagainya.
Saya jadi teringat pernyataan Lo Kheng Hong, investor saham sukses yang mengatakan bahwa salah satu prinsip yang dianutnya saat memilih saham adalah perusahaan yang lini bisnisnya sederhana namun jelas menghasilkan cuan.
Ia pernah membandingkan bisnis rumit berbiaya tinggi seperti misalnya bisnis penerbangan atau telekomunikasi dengan perusahaan yang bisnisnya sangat sederhana misalnya perusahaan yang membuat pakan ternak. Faktanya, perusahaan dengan lini bisnis sederhana ini justru mampu menghasilkan margin keuntungan sangat tinggi, pernah sampai ratusan miliar rupiah per tahun.
Kembali lagi soal suntikan dana ke Garuda. Danantara Indonesia sebagai sebuah badan investasi yang dibentuk oleh negara seperti terjebak dilema karena harus mewarisi BUMN "sakit" semacam Garuda.
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!