Masih sering menjadi perdebatan, apakah emas bisa dikategorikan sebagai instrumen investasi atau tidak?. Perdebatan selanjutnya, apakah emas bisa menghasilkan return alias keuntungan yang menarik seperti instrumen investasi yang lain?
Terus terang saya juga tidak menganggap emas sebagai instrumen investasi meskipun pada saat yang bersamaan, saya sangat senang dan terus rutin melakukan pembelian emas dengan metode cicil emas di Pegadaian sampai sekarang. Lho, kok bisa?
Emas atau sering disebut logam mulia, sejak dulu sampai sekarang bahkan mungkin sampai berpuluh atau beratus tahun mendatang sepertinya masih akan tetap menjadi salah satu produk berharga dalam kehidupan manusia.
Masing-masing orang boleh saja punya alasan dan motivasi yang berbeda dalam menilai emas. Ada yang menganggapnya sebagai alat/instrumen investasi. Ada yang menjadikannya sebagai tabungan masa depan. Ada yang menjadikannya sebagai alternatif dana darurat.
Sebagian kalangan (termasuk saya) menilai emas sebagai alat lindung nilai yang sudah teruji dan terbukti paling tangguh. Faktanya, nilai emas mampu bertahan dalam situasi dan kondisi apapun.
Hal yang sangat berbeda misalnya dengan saham, meskipun menjanjikan keuntungan besar namun akan selalu ada masa periode dan kondisi yang membuat harganya bisa turun dengan sangat tajam. Tidak heran, di tengah kondisi serba tidak menentu atau menjelang krisis, harga emas justru cenderung naik tajam karena biasanya orang-orang akan berlomba untuk membeli.Â
Pengalaman pribadi
Berdasarkan pengalaman pribadi saya, membeli dan menyimpan emas ternyata menjadi pilihan keputusan keuangan yang tidak hanya menarik tapi juga bisa sangat menguntungkan.
Saya masih ingat pernah membeli tiga keping emas batangan masing-masing 10 gram dengan cara cicil di Pegadaian, saat harganya masih di bawah lima ratus ribu rupiah per gram.Â
Beberapa tahun kemudian saat ada kebutuhan yang sangat mendesak yaitu menikah, akhirnya saya memutuskan untuk menjualnya dengan harga diatas satu juta rupiah per gram saat itu.Â